Alzena Jasmin Syakayla seorang ibu tunggal yang gagal membangun rumah tangganya dua tahun lalu, namun ia kembali memilih menikah dengan seorang pengusaha sekaligus politikus namun sayangnya ia hanya menjadi istri kedua sang pengusaha.
"Saya menikahi mu hanya demi istri saya, jadi jangan berharap kita bisa jadi layaknya suami istri beneran"
Bagas fernando Alkatiri, seorang pengusaha kaya raya sekaligus pejabat pemerintahan. Istrinya mengidap kanker stadium akhir yang waktu hidupnya sudah di vonis oleh dokter.
Vileni Barren Alkatiri, istri yang begitu mencintai suaminya hingga di waktu yang tersisa sedikit ia meminta sang suami agar menikahi Jasmin.
Namun itu hanya topeng, Vileni bukanlah seorang istri yang mencintai suaminya melainkan malaikat maut yang telah membunuh Bagas tanpa di sadari nya.
"Aku akan membalas semua perbuatan yang kamu lakukan terhadap ku dan orang tuaku...."
Bagaimana kelanjutan polemik konflik diantara mereka, yuk ikuti kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bundaAma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
-22
"Untuk apa? Lagipula saya memeriksa pendapatan saya sebagai pemegang saham di rumah, dan itu sama sekali tidak ada yang merugikan saya...." jawab Bagas lugas.
"Tapi setidaknya kamu sebagai pemilik Sah nya bukankah harus memeriksa manajemen di perusahaan...." ujar pak Barren lagi.
"Gak perlu pah, ada papah buat apa? Lagipula ucapan saya nanti tidak cukup penting, bukankah sebagai menteri keuangan saya tidak boleh terlibat hingga menentukan perusahaan?" tanyanya dengan nada jokes bapak bapak.
"Ah kamu bisa saja..." jawab pak Barren seraya menepuk pundak Bagas dengan lembut.
"Kalo gitu, papah harus lebih fokus ke perusahaan menantu papah bukan?" ujarnya terkekeh.
"Tentu saja... Karena hasilnya untuk anak papah juga .." jawab Bagas seraya sedikit tertawa.
"Kalo gitu papah ikut nginep yah...." ujarnya lagi seraya bangun dari duduknya.
"Siapa yang ngelarang..." jawab Bagas lugas seraya ikut bangun dari duduknya.
"Kemarin gimana masalah kebakaran di dapur?" tanya pak Barren layaknya seorang ayah pada putranya.
"Gak da masalah pak, saya gak mau memperpanjang masalah nya, jadi gak perlu di selidiki pastinya ada orang yang lupa sama kompor...." ujarnya santai, yang langsung membuat pak Barren merasa lega.
Setelah nya Bagas pun naik dan masuk ke dalam kamar, dilihatnya sang istri masih belum tertidur.
"Kenapa mah kok belum tidur?" tanya Bagas seraya ikut naik ke atas ranjang.
"Gak papa pah, ini juga udah mau tidur..." jawab Bu Leni seraya menenggelamkan dirinya ke dalam selimut.
"Kenapaa?" tanya Bagas lagi seraya ikut berbaring di samping sang istri yang tidur membelakangi nya.
Bagas pun menarik sang istri agar tidur di dekapan nya namun alangkah terkejutnya dia saat melihat pundak sang istri yang lebam dan lehernya yang memerah seperti bekas gigitan gigi.
"Ini kenapa mah?" tanya nya panik seraya menunjuk ke arah lebam dan merah sang istri.
"Jatohhh...." jawabnya manja seraya menenggelamkan wajahnya pada dada bidang sang suami.
"Kok bisa? Itu merah kenapa?" tanyanya seraya meraba leher merahnya.
"Mamah tuh lagi ngusir kucing di tangga bawah, eh si kucing malah lompat ke mamah otomatis yah mamah jatoh..." jawabnya berbohong.
"Kok bisa sih mah? Gimana ceritanya?" tanya Bagas yang benar benar merasa keheranan dengan jawaban sang istri.
"Udah dong pah, istrinya bukan malah di bombardir di tiup tiup dong ah...." ujarnya cemberut karena Bagas terus memborbardir dirinya dengan rentetan pertanyaan.
Bagas pun tersenyum seraya meniup niup pundak dan leher luka sang istri, meskipun pikiran nya sangat kacau karena semakin hari nampaknya ia semakin muak dengan rentetan ucapan yang tak masuk akal yang keluar dari bibir sang istri.
Jelas jelas luka di lehernya nampak bekas gigi manusia bukan cakaran dari kucing.
Nampak nya apa yang sedari dulu ia timbun mati Matian kini tak bisa lagi ia sembunyikan, rasa aneh dan tak yakin yang ia rasakan pada istri pertamanya.
Pagi pagi sekali Bagas terbangun karena tidurnya tak nyaman, namun saat ia tengah membuka matanya ia tak menemukan sang istri di sampingnya.
Dahinya mengernyit karena ini pertama kalinya istrinya tak ada di samping nya di jam segini, dan mungkin ini pertama kalinya ia terbangun di tengah tengah malam.
Ia pun bangun dari ranjang mencari istri nya kemana mana, namun ia tak kunjung menemukan sang istri meskipun berulang kali memeriksa kamar, kakinya melangkah keluar dari kamar yang ternyata tidak terkunci, hatinya mengatakan mungkin sang istri mengambil air ke dapur.
Kakinya pun ikut melangkah ke dapur untuk mengambil air minum, karena rasanya tenggorokan nya mengering sepanjang malam hingga ia terbangun, namun lagi lagi ia tak menemukan sang istri di dapur.
Ahhhh A-Ahhhhh
Suara desahan entah dari kamar sebelah mana terdengar nyaring keluar, tanpa ingin tahu lebih banyak Bagas kembali ke dalam kamarnya dan berpikir mungkin istrinya sudah kembali ke kamar.
Namun lagi lagi di kamar tetap tak ada sang istri, ia pun memutuskan untuk membuang air kecil yang sedari tadi ia tahan, setelah selesai ia pun keluar dari dalam kamar mandi dengan langkah lesunya.
Dilihatnya sang istri sudah duduk begitu saja di atas ranjang.
"Mamah... abis kemana?"tanya nya pada sang istri yang tengah duduk dengan ponsel di tangannya.
"Mmm... Abis ngambil minum, tenggorokan mamah kering..." ujarnya dengan wajah tersenyum.
'Minum?'
Kata yang membuatnya kebingungan setengah mati, karena ia baru saja kembali dari dapur dan tidak menemukan sang istri di sana maupun gelas bekas istrinya.
Rasanya ia tak ingin bertanya lebih panjang dan memilih berbaring Kembali ke atas ranjang.
Sampai pagi menjelang Bagas melewatkan sarapan nya dan langsung berpamitan pada istri dan mertuanya yang tengah duduk di meja makan.
"Loh, kenapa gas? Kok gak sarapan dulu? Sarapan dulu ayoh..." ujar pak Barren mengajak menantunya untuk ikut duduk bersama mereka.
"Papah duluan ajah, Bagas udah di telepon Andreas, soalnya ada rapat penting..." ujarnya lalu berpamitan pada sang istri dan Tidka lupa mengecup kening istrinya dengan lembut.
Bu Leni menghentikan makan nya saat Bagas pergi begitu saja tanpa bersarapan, karena seingatnya suaminya tidak pernah meninggalkan sarapan di rumah jika dirinya ada di rumah, akan tetapi kali ini ia bahkan sudah duduk di meja makan namun suaminya malah meninggalkan nya begitu saja.
Tangannya mengepal matanya penuh amarah dan kekecewaan bibir nya tersenyum kecut menatap kepergian sang suami yang sangat berbeda.
'Pasti karena Jasmin....' umpatnya di dalam hati.
"Kenapa? Apa kamu benar benar jatuh cinta pada bocah ingusan itu?" tanya pak Barren menatap putrinya dengan tajam
"Jika sudah terbiasa makan bersama, terlewat sekali bukankah sangat terasa aneh?" tanya Bu Leni sinis seraya mengembuskan nafas kasarnya.
"Jangan lupa, jika saya punya semua vidio desahan mu ....." ujar pak Barren dingin di iringi dengan kekehan sumbang nya.
'Siallllll!' umpat Bu Leni, ia benar benar tak berkutik di depan ayahnya.
Ayah, yang terlihat di mata orang lain adalah ayah yang penyayang padahal ia adalah monster yang begitu jahat bahkan tak memiliki hati nurani.
Seorang ayah yang sebenarnya hanya seorang ayah angkat, tidak ada yang tahu jika Leni adalah seorang putri yang Barren ambil dari salah satu panti asuhan sejak usia nya masih 4 bulan.
Akan tetapi seiring berjalannya waktu Leni yang muda cukup tidak tahu malu hingga berani menggoda Barren meski saat itu Barren memiliki seorang istri yang amat mencintai dirinya, apalagi almarhum istri nya dulu begitu mencintai Leni bak putri kandungnya.
Hingga akhirnya istri nya meninggal saat mengetahui hubungan nya dengan Leni.
Leni yang saat itu masih muda, terbawa emosi hingga mengakhiri hidup wanita yang begitu mencintai nya, sedangkan Barren yang melihat itu semua, hanya menyaksikan secara diam. Tak terlihat kesedihan di matanya meski istri yang begitu mencintai nya mati di tangan anak angkat mereka yang menjalin hubungan dengannya.
Ia malah dengan tega menyimpan bukti bukti pembunuhan yang Leni lakukan sebagai ancaman agar Leni bisa di peralatnya, terbukti hingga saat ini Leni selalu mematuhi perintahnya.
Karena apapun yang kita lakukan dahulu, sesingkat apapun lamanya karmanya pasti berjalan mengikuti langkah kita tanpa kita sadari