“Arga, ini aku bawain sandwich buat kamu. Dimakan ya, semoga kamu suka,”
Argantara datang menjemput Shelina tunangannya hasil perjodohan karena suruhan orangtua. Ketika Shelina sudah masuk ke dalam mobil, Ia langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan yang tinggi dan mengabaikan ucapan Shelina.
Tunangannya itu langsung panik ketika Argantara melajukan mobil dengan kecepatan yang tinggi tanpa memedulikan dirinya yang merasa trauma pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di usia kecil.
“Arga tolong jangan ngebut, aku takut,”
“Lo pantes dapat hukuman ini ya. Nyokap gue nyuruh gue untuk jemput lo! Emang gue supir lo?! Hah?!”
“Tapi ‘kan—-tapi bukan aku yang minta, Ga,”
“Lo harus tau satu hal, gue benci sama lo! Walaupun gue udah putus dari cewek gue, dan dia ninggalin gue nggak jelas sebabnya apa, tapi gue masih cinta sama dia, dan gue nggak akan buka hati buat siapapun itu selain dia! Gue yakin dia bakal balik lagi,”
“Tapi ‘kan kita udah tunangan, Ga,”
“BARU TUNANGAN! GUE BENCI SAMA LO, PAHAM?!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arzeerawrites, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
“Aku diusir ini?”
“Gue nggak usir lo. Ini mobil tiba-tiba mati, lo ‘kan tau sendiri, masa mesti gue kasih tau lagi sih?”
Shelina sedang merasakan perutnya itu sakit, makanya Ia enggan untuk keluar dari mobil Argantara.
Hari ini Argantara mengajaknya pulang bersama, dan lagi-lagi karena suruhan mamanya.
Intinya kalau Argantara berbuat baik, mengajaknya berangkat atau pulang bersama, itu pasti ada campur tangan Tina.
Shelina terlihat berat sekali keluar dari mobil, dan itu membuat Argantara jadi kesal. “Lo kenapa sih?”
“Nggak apa-apa,”
“Muka lo cemberut aja, lo nggak ikhlas gue suruh turun bentar?”
“Emang kenapa aku disuruh turun? Kita mesti dorong mobil kamu ya?”
“Siapa yang nyuruh lo dorong mobil?”
Shelina menatap Argantara bingung. Ia disuruh turun dari mobil, bukankah ada tujuan? Biasanya kalau mobil mogok ya didorong oleh penumpang mobil itu sendiri. Lalu salahkah kalau Ia berpikir seperti itu?
“Terus mau apa, Ga?”
“Ya kita naik taksi aja kalau setelah gue cek gue nggak nemu masalahnya dan mobil tetap nggak bisa nyala,”
Shelina menganggukkan kepalanya. Lantas Ia melepaskan seatbelt yang mengurungnya dari kampus sampai setengah perjalanan ke rumahnya.
Argantara memeriksa mesin mobilnya dan Ia yang sebenarnya tak begitu paham soal mesin bingung sekarang apa masalah mesin mobilnya? Sampai-sampai mobilnya mendadak mati.
“Gimana, Ga?”
Shelina melihat tunangannya itu mengutak-atik sebentar, kemudian masuk ke dalam mobil dan ternyata tidak hidup juga.
Argantara keluar lagi dari mobil dan memghembuskan napas kasar. Shelina sudah tahu apa yang skan terjadi selanjutnya.
“Nggak bisa nih, naik taksi aja lah,”
“Terus mobil kamu gimana, Ga?”
“Ya nggak gimana-gimana, nggak bakal ilang juga,”
“Ih jangan remehin gitu. Takut diapa-apain sama orang,”
“Lo tenang aja, gue minta tolong sama supir bokap nanti buat ngambil ke sini,” jelas Argantara yang akhirnya memilih untuk pulang dengan taksi saja alih-alih mengharapkan mobilnya hidup.
“Mobil kamu kenapa ya kira-kira? Rusaknya dimana? Terus ini beneran aman?”
“Lo bisa jangan cerewet nggak?”
Shelina langsung mengatupkan bibirnya mendnegar ucapan Argantara. Padahal Ia hanya bertanya, karena jujur meninggalkan mobil Argantara di jalanan yang sepi seperti saat ini, rasanya mengkhawatirkan.
“Aku minta maaf ya udah ngerepotin kamu. Harusnya kamu langsung pulang ke rumah dan mungkin mobil kamu nggak bakal mogok kayak gini,”
“Apaan sih? Dikit-dikit minta maaf. Emang udah takdirnya dia mau mogok. Ngapain dipikirin banget? Nanti jyga udah ada yang ngurusin,”
Argantara yang punya mobil saja santai, tapi Shelina malah yang kelihatannya kepikiran karena mobil Argantara tiba-tiba berhenti.
“Aku pulang sendiri aja nggak apa-apa kok, Ga. Lagian ini ‘kan udah dekat sama rumah aku. Kamu langsung pulang aja ke rumah kamu, gimana? Aku naik ojek online,”
“Emang kenapa nggak mau naik taksi bareng gue?”
“Bukan nggak mau, tapi nanti supirnya jadi nganterin dua orang,”
“Ya terus kenapa? Yang penting gue bayar sesuai tarif,”
“Nggak usah, aku bayar sendiri aja, Ga,”
“Lo ngeremehin gue berarti, lo anggap gue nggak mampu buat bayar—“
“Eh nggak-nggak, bukan gitu maksud aku sumpah. Aku nggak anggap remeh kamu. Tapi malah aku nggak enak sama kamu kalau kamu bayarin,”
“Ya udah naik taksi bareng gue,”
“Biar sama-sama cepat sampai rumah, bukannya lebih enak naik ojek knline aja ya kita? Aku ke rumah aku, dan kamu ke rumah kamu,”
“Terus kalau lo nggak sampai rumah gimana? Nyokap lo ngomong ke nyokap gue, dan gue disalahin, lo mau tanggung jawab? Hmm?”
Shelina akan sampai rumah, Shelina pastikan itu karena memang Shelina tidak ada tujuan selain rumah untuk saat ini.
“Aku mau langsung pulang ke rumah kok,”
“Nggak keluyuran?”
“Nggak,”
“Kalau gue nggak percaya?”
“Ck, terserah kamu deh,”
“Biar gue percaya ya bareng aja naik taksi. Ntar gue bilang ke driver tujuannya ada dia,”
“Emang bisa begitu?”
“Ya ntar gue omongin, masa iya dia nggak mau sih? Lagian ‘kan nggak gratis,”
Entah kenapa Shelina merasa Argantara itu seperti ingin sekali memastikannya sampai di rumah. Padahal Ia sudah yakinkan bahwa Ia tidak akan kemana-mana selain rumah, tapi Argantara sulit sekali percaya.
.