Niat hati, merantau ke luar negeri untuk merubah nasib. Namun karena suatu kejadian, dua pemuda polos nan lugu itu malah terlibat dalam kehidupan asmara enam janda muda. Mampukah mereka lepas dari jeratan janda yang penuh pesona? Atau mereka terjerumus dalam larutnya dunia para janda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Binbin Dan Penjaganya
Miss, sepertinya kita ada yang mengikuti?"
"Aku tahu."
"Miss udah tahu? Sejak kapan?"
"Sejak kita keluar rumah."
"Wah! Bahaya ini!"
"Tidak, kamu tenang saja. Tidak akan terjadi apa apa."
"Tapi, Miss ..."
"Jalan saja. Nggak perlu khawatir."
Melihat A moy yang bersikap tenang, mau tidak mau Tito menuruti perintah majikannya itu. Meski Tito melihat, mobil itu masih mengikutinya. Sikap A moy yang terlihat biasa saja, tentu sangat mengundang rasa penasaran dalam benak Tito. Apa Miss A moy mengenal orang yang ada di dalam mobil yang mengikuti mereka? Tanya Tito dalam hatinya.
Tentu saja, A moy sangat mengenal siapa yang ada di mobil belakang. A moy yakin kalau itu adalah Darren atau orang suruhannya mantan suaminya. Entah apa maunya Darren, A moy pun tidak mengerti. Itulah yang ada dipikiran A moy saat ini.
Yang sebenarnya terjadi adalah, mobil hitam yang mengikuti A moy memang anak buah Darren. Tapi mereka mengikuti A moy karena ada urusan dengan Tito. Mereka harus bisa mengambil gantungan kunci dari tangan pemuda itu. Namun di dalam mobil yang mengikuti A moy, orang orangnya saat ini sedang nampak kebingungan.
"Bagaimana ini? Di depan ada Tuan muda?" tanya salah satu orang yang ada di mobil belakang. Pria yang duduk di sebelah supir itu wajahnya terlihat sedikit frustasi.
"Aku sendiri juga bingung. Kalau kita bertindak, takutnya Tuan muda Zoe kenapa kenapa? Kita yang kena marah," balas si pengemudi.
"Nggak usah bingung, kita ikuti saja mobil itu. Nanti kalau ada kesempatan, baru kita bertindak," ucap pria yang duduk di belakang supir, dan sepertinya semua nampak setuju.
Sementara itu di rumah, Binbin kembali berlatih bela diri bersama Yoyo di taman belakang. Kali ini Yoyo merasa tenang bisa leluasa melepas kaos, karena empat wanita yang ada di sana sedang keluar rumah bareng untuk menghabiskan waktu bersama.
Tanpa sepengatahuan Yoyo, sepasang mata justru sedang mengawasi dua laki laki beda usia itu dari balik kaca sebuah ruangan yang bisa memandang taman belakang. Siapa lagi kalau bukan A win. Wanita itu tampak tersenyun senang melihat tingkah anaknya yang sedang belajar bela diri.
Jujur saja sebagai seorang ibu, dia merasa sedih. Binbin yang seharusnya masih mendapatkan kasih sayang seorang ayah, justru malah terlihat membenci ayahnya sendiri. Setiap kali bertemu dengan ayahnya, wajah Binbin selalu murung dan sama sekali enggan menatap wajah ayahnya. Sekalinya mau menatap, mata Binbin sama sekali tidak pernah menunjukkan wajah bahagia bertemu sang ayah.
Sekarang Binbin terlihat nampak sangat ceria. Meski ada beberapa laki laki di rumah ini, tapi kehadiran Yoyo seperti merubah Binbin kembali ke masa dimana anak itu belum membenci ayahnya.
"Sekarang kita istirahat dulu, nanti disambung lagi, Oke?" seru Yoyo beberapa saat kemudian.
"Oke!" jawab Binbin dengan semangat khas anak anak. Yoyo sontak mengulas senyum dan mengajak Binbin duduk di kursi yang ada disekitar taman dan meraih botol minumnya.
"Capek ya?" tanya Yoyo sambil mengusap keringat Binbin dengan tisu yang tersedia di meja yang sama.
"Capek, Om, tapi senang," jawab Binbin setelah melepas botol minumnya. Yoyo pun mengulas senyum.
"Kalau Binbin mau pandai bela diri, Binbin harus rajin berlatih, mengerti?"
"Oke! Tapi berlatihnya sama Om ya?"
"Iya. Tapi Binbin juga harus ingat, belajar bela diri tidak boleh digunakan untuk sembarangan, ataupun berbuat jahat."
"Kenapa Om?"
Yoyo mengangkat tubuh bocah itu dan mendudukan di atas pangkuannya. "Bela diri itu fungsinya untuk membela diri jika ada orang yang jahatin kita. Bela diri juga bisa untuk menolong orang jika ada yang berbuat jahat."
"Kayak pahlawan doong."
"Nah, iya, kayak pahlawan. Binbin mau nggak dianggap Pahlawan?"
"Mau, Om, mau!" seru anak itu dengan wajah berbinar.
"Nah, berarti Binbin harus bisa memanfaatkan ilmu bela diri pada tempatnya, bukan untuk berkelahi."
"Oke, Om. Binbin mau jadi pahlawannya Mommy. Binbin ingin melawan Daddy jika memukuli Mommy lagi."
Yoyo terpaku, tak bisa berkata kata mendengar ucapan anak kecil itu. Ironis, seorang anak kecil berusia lima tahun, sudah memiliki dendam kepada ayahnya sendiri. Entah sedalam apa luka anak itu kepada ayahnya, sehingga Binbin bisa bersikap seperti itu.
"Kenapa Binbin sangat membenci Daddy. Bukankah Daddy orang yang baik?"
"Daddy bukan daddy yang baik, Om. Daddy jahat."
"Mana mungkin Daddy jahat? Dia pasti sayang sama Binbin."
Binbin mendongak menatap Yoyo. "Kalau Daddy sayang sama Binbin, kenapa Daddy pukuli Mommy?"
"Em ..."
...@@@@...
semangat
author bikin cerita nya nalar dikit
canda aja thoor