Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Mereka pulang tepat pukul 10 malam, Andini bergegas masuk kamar tanpa perduli Rai yang masih sibuk membawa sepatu mereka, tas kerja dan jas Raihan.
"Aduh, banyak banget to bawanya den Rai, non Andini nya kemana?"
"Udah ngacir duluan mbok, kebelet pipis katanya." Raihan membawa semuanya di bantu oleh simbok hingga masuk kamar.
"Makasih ya mbok," ucap Rai saat semua sudah aman.
"Sama-sama den, mau di buatkan kopi atau minuman lain den?"
"Tidak mbok, makasih. Tadi mampir resto sebelum pulang."
"Ya sudah kalo gitu simbok turun ya den," pamit simbok.
"Iya mbok."
Raihan membuka kemejanya, badannya terasa lengket dan menunggu giliran mandi. Melirik sekilas pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat. Gemiricik air terdengar dari dalam, sudah di pastikan Andini mandi sekalian.
Dua puluh menit menunggu hingga Andini keluar dengan baju tidur yang sudah terpasang. Rambut basah dan wajah segar membuat godaan tersendiri bagi Rai. Apa lagi Rai mulai paham setelah satu Minggu lebih tinggal bersama. Andini selalu memakai baju tidur sesuai kenyamanan dirinya, dengan model tali satu sebagai atasan yang ia pakai dan celana pendek di atas lutut.
"Sudah?"
"Ya, kakak mau mandi?" tanyanya tanpa mau menatap Rai, dia menyibukkan diri di depan cermin. Penampilan Rai yang sudah bertelanjang dada membuatnya malu sendiri.
"Hhmm gerah." Rai segera masuk kamar mandi, dia sadar Andini risih melihatnya. Ingin membuatnya terbiasa tapi belum saatnya. Tak ingin kembali canggung dan kaku saat berdua.
Setelah mengeringkan rambut dan menggunakan serangkaian ritual malam dengan berbagai bentuk perawatan wajahnya. Andini segera merangkak naik ke ranjang. Matanya mulai mengantuk dan ingin segera tidur. Menarik selimut menutupi hingga batas dada dan mulai memejamkan mata.
Rai yang baru keluar dari kamar mandi, melirik sebentar kemudian mengambil baju ganti. Setelahnya segera ikut menyusul sang istri yang sudah terlelap.
Merusuh sedikit dengan melingkarkan tangannya di perut istrinya, Andini yang belum nyenyak merasa terganggu apa lagi Raihan yang sengaja tak memberi jarak. Rasanya Andin ingin berteriak jika dia belum siap. Takut akan Rai yang nanti tak kuat dan lelah menahan jantung yang kian bergerak cepat.
"Kak...."
"Sssttt tidurlah, aku nggak akan macam-macam. Hanya mencari kehangatan dari istriku." Raihan menelusupkan wajahnya ke leher jenjang Andin yang membuat gelayar beda di tubuhnya.
"Kak jangan gini...."
"Tidur dek!"
Andini akhirnya mengalah, dia memejamkan mata dengan kesal karena Rai membuat jantungnya kembali berolahraga.
Sadar akan Andini yang gelisah, Raihan memutar tubuh Andini hingga berhadapan dengannya. Menarik istrinya masuk kedalam pelukan dan membuatnya nyaman. Dan itu berhasil, Andini tertidur nyenyak dengan tangan yang memeluk erat.
Malam yang hangat bagi Rai, bisa memeluk tanpa hambatan. Merasakan tubuh istrinya dalam dekapan. Walaupun si Joni memberontak tapi tak membuatnya tersiksa, karena sudah terbiasa.
"Belum saatnya jon, loe sabar...jinakin macan nggak kayak buat mie instan berapa menit langsung bisa di makan!"
Keduanya terlelap dengan saling berpelukan, Andini begitu nyaman hingga tak melepaskan. Sampai pagi menjelang, keduanya terjaga dengan saling menyapa pandang.
Senyum Rai terlihat nyata saat melihat dengan jelas Andini malu dan kembali menelusup ke dadanya. "Nyaman banget ya sampe nggak pengen lepas?"
Sadar akan ledekan Rai, wanita itu segera mendorong tubuhnya kemudian beranjak dari ranjang, tapi segera di tahan oleh suaminya.
"Mau kemana?"
"Mau mandi biar nggak di bilang kayak tadi."
"Ngambek?"
"Nggak biasa aja, lagian aku mau bersiap nanti kesiangan."
"Nggak ada morning kiss?"
Andini menoleh, menatap tak percaya. "Pede sekali bapak yang satu ini, udah di acc peluk-peluk sekarang minta nambah lagi. Nggak ada, lain kali aja!" Andini segera turun dan masuk kekamar mandi setelah mengambil baju ganti.
Setelah rapi berias dengan santai Rai mendekat, mengecup pucuk kepala Andini memintanya memasangkan dasi.
"Bisa pasangkan dasi?" tanyanya saat Andini tengah memakai sepatu.
"Biasanya sendiri."
"Sudah ada istri kenapa harus sendiri, sekali-kali mendapatkan pelayanan dari istri agar tidak terlalu mandiri."
Andini sempat melirik Rai yang sudah segar dan tampan dengan balutan kemeja berwarna maroon yang kebetulan sama dengan kemeja yang ia pakai. Ntah kebetulan atau Rai sengaja karena yang memakai duluan adalah Andin.
"Pengen banget aku yang pakein?"
"Hhmm.....perdana, sekalian aku nilai kerapiannya."
"Nggak di masukin nilai aku kan?"
"Tergantung...."
"Ngeselin!"
Andini segera berdiri sejajar di hadapan Rai, memasangkan dasi dengan hati-hati. Beruntung dia telah memakai sepatu jadinya tidak terlalu sulit karena tubuh Rai yang lebih tinggi.
Andini sedikit terganggu karena mata Rai yang terus memandangnya.
"Jangan terus menatapku begitu kak, aku nggak fokus jadinya!"
"Aku hanya melihat dan menilai, jika yang memakaikan kecantikannya membuat aku tergoda ya jangan salahkan mataku yang memandang."
"Sungguh meresahkan, kalo sampai nilainya nggak bagus itu berarti salah kakak. Bukan aku yang sudah berusaha."
"Sudah lumayan, tapi masih harus banyak belajar."
cup
Raihan mengecup kening Andini kemudian meraih jas dan segera turun kebawah. Sedangkan Andini masih mematung menerima serangan mendadak.
"Selalu curi-curi, menang banyak!"
Andini menyusul setelah mengecek segala keperluan di dalam tasnya. Duduk bersebelahan dengan Raihan menikmati sarapan pagi ini.
"Non Andin mau bawa bekal nggak? simbok masak makan siang sekalian."
"Andini mbok, nggak pake non! memangnya simbok masak apa?"
"Udang asam manis dan capcay, pie nduk?"
"Boleh mbok, agak banyakan ya mbok takut ada yang mau."
"Iya nduk," simbok segera kembali ke dapur untuk menyiapkan. Sedangkan Andini sudah selesai sarapan dan bersiap berangkat.
"Dek, pakai mobil aku yang lain!"
Andini menoleh, dia pikir semalam hanya gurau tenyata sungguh-sungguh. "Nggak pa-pa?"
"Iya, nggak usah naik taksi lagi."
"Udah pernah di bawa ke kantor belum?"
"Ada satu yang belum, warna merah pas buat kamu. Dan ini ATM nya, jangan di tolak lagi! inget pembicaraan kita semalam? aku menunggumu membuka hati, bukan untuk pergi."
Andini diam mengingat semua pembicaraan mereka semalam, cukup paham dan mengangguk pasrah.
"Jika tak sanggup harap lambaikan tangan ya kak."
"Jika di beri celah aku akan menerobos masuk agar lebih cepat dan tepat sasaran."
"Nggak semudah itu!"
Andini menerima bekal makan yang sudah siap di bawa, melirik Raihan sekilas kemudian beranjak dari tempat duduknya.
"Aku berangkat kak..." Andini sempat melewati Rai tanpa perduli tapi kemudian langkahnya terhenti dan berbalik. Tangan Andini terulur di depan Rai membuat pria itu bingung sendiri.
"Kunci mobil dan ATM kan sudah, terus apa lagi? uang cash?"
Tanpa pikir panjang, Andini segera meraih tangan Rai dan mencium punggung tangannya. Rai tertegun akan tindakan Andini, hingga tak melepaskan jemari istrinya saat Andini ingin pergi.
Senyum yang jarang di berikan pada orang lain seakan menghipnotis Andini. Rai berdiri dan memberi tanda sayang pada kening istrinya. Sempat ngeblank tapi segera di kondisikan.
"Aku berangkat kak," dengan segera Andini berjalan menuju garasi, cari aman dari pada jedag jedug tak karuan.
"Mau bawa mobil ya non?"
"Eh iya pak."
"Ini mobilnya sudah bapak siapkan non," ucap Pak Mugi.
Andini tersenyum, mobil sport merah telah siap ia bawa. "Makasih banyak ya pak."
"Iya non, hati-hati ya non bawanya."
"Iya pak, Andini berangkat dulu".
Rai keluar melihat Andini yang sudah melesat dengan mobil merah kesayangannya.
"Sudah di cek semua kan pak?"
"Sudah den, aman!"
"Makasih ya pak."
Raihan segara menyusul, sengaja membiarkan Andini berangkat lebih dulu agar dia bisa mengawasi di belakang.
"Pulang kerja ajak Tia sama Riri hangout akh.."
Andini begitu senang, sudah lama minta di belikan mobil oleh sang papah tapi tak kunjung di turuti. Sekarang tanpa meminta ternyata suaminya begitu pengertian.
Sampai di parkiran mobil, Andini segara merapikan penampilannya dan turun. Banyak mata yang semakin terpesona akan dirinya, di tambah dengan mobil yang ia bawa termasuk mobil kelas atas yang harganya tak murah.
"Widiiiihhhh kayak kenal gue sama mobilnya. Bini bos beda lah sekarang, makin cetar kalah gue!" Andika menghampiri saat ia kira sahabatnya yang datang tetapi ternyata adiknya yang bawa.
"Diem kak, nanti ada yang dengar!"
"Ini mobil kesayangan Rai, loe bawa hati-hati jangan ampe lecet! kalo ketauan bokap pasti di ocehin loe!"
"Gue udah mahir kak, tanpa loe tau gue sering bawa mobil Tia sama Tara."
"Bagus lah, Rai mana?"
Kemudian keduanya melihat mobil Rai yang masuk ke parkiran. "Noh temen loe, gue masuk dulu ya. Bye bye kak..."
"Eh loe mau kemana?" Andika menarik tangan Andini dan menahannya.
"Masuk lah, gue mau kerja bukan nunggu parkiran!"
"Bareng aja bege!"
"Males akh bareng sama bos, ribet!"
"Ribet apa loe yang nggak kuat hati liat Rai di sanjung-sanjung sama karyawannya."
"Nggak gitu kak, udah lah. Gue masuk!" Andini segera masuk saat melihat Rai keluar dari mobil.
Raihan mendekati andika yang masih memperhatikan adiknya hingga tak terlihat.
"Loe bolehin Andin bawa mobil sendiri?"
"Hmmm, dia nggak mau bareng sama gue. Jadi ya udah mending bawa mobil sendiri dari pada naik taksi."
Meraka jalan menuju lobby kantor, sapaan mulai terdengar dan hanya senyuman sebagai jawaban. Ternyata masih ada Andini yang mengantri untuk masuk lift.
Andini menunggu santai sambil memperhatikan ponselnya tak tau jika Rai dan Andika sudah berdiri di belakangnya. Sapaan karyawan yang juga menunggu lift membuat Andini menoleh, pantas saja berisik mulut ciwik-ciwik ternyata bos tampannya datang.
Tanpa menyapa Andini kembali fokus ke ponselnya dengan cuek. Membuat tangan Andika sedikit gatal ingin menoyor kepala adiknya jika saja tidak ramai.
"Kelakuan adik gue!"
Rai tak menanggapi, dia hanya diam dengan sesekali melirik istri nakalnya.
Pintu lift khusus bos telah terbuka, Andika masuk kedalam di ikuti Rai yang dengan cepat meraih tangan Andini membawanya masuk saat karyawan lain pun mulai berdesak masuk ke lift karyawan.
"Eh...." Rai memencet tombol agar pintu segera tertutup.
"Ikh, ngantrinya sebelah mana masuknya kemana!" kesal Andini.
"Dikasih enak nggak usah protes dech dek, laki loe tuh nggak tega liat loe desak-desakan begitu. Makanya besok lagi datang lebih awal biar nggak rebutan sama yabg ngejar absen."
"Iya, nggak usah konser di dalam lift juga kak!" sewot Andini.
"Gue ceramah bukan konser Andin!"
Rai hanya menggelengkan kepala melihat istri dan kakak iparnya yang malah berdebat. Rai menarik pinggul Andini saat melihat kotak kecil yang menyala hendak sampai di ruangan tempat bekerja istrinya.
"Istirahat aku tunggu di ruanganku!" bisik Rai sebelum Andini keluar.
"Nggak janji Pak Rai!"
mkasih bnyak thorr🫰