Jalan buntunitulah yang Vania rasakan. Vania adalah gadis muda berusia 17 tahun, tapi takdir begitu kejam pada gadis muda itu. Di usianya yang belia dia harus menikahi kakak iparnya yang terpaut usia 12 tahun di atasnya karena suatu alasan.
Saat memutuskan menikah dengan kakak iparnya, yang ada di fikiran Vania hanya satu yaitu membantu Papanya. Meski tidak menginginkan pernikahan itu, Vania tetap berharap Bagas benar-benar jodohnya. Setelah menikah dengan Kakak Iparnya ternyata jauh dari harapan Vania.
Jalan berduri mulai di tempuh gadis remaja itu. Di usia yang seharusnya bersenang-senang di bangku sekolah, malah harus berhenti sekolah. Hingga rahasia besar terkuak. Apakah Vania dan Bagas berjodoh? Yok simak kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tindek_shi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Roda Berputar
Di suasana pagi yang cerah dan mendukung membuat Bagas menjalani paginya dengan semangat. Setelah pria tampan itu melaksanakan sholat dhuhanya dia segera bergegas keluar dari ruangan pribadinya.
"Sudah mau berangkat Den?" tanya Bi Mirna yang memang masih setia bekerja pada keluarga Bagas.
"Iya Bi, titip rumah ya! Kalau ada paket nanti letakkan saja di meja kerja Bagas," kata pria tampan itu sebelum berpamitan.
Setelah mengucap salam Bagas pergi ke garasi yang sebenarnya terlalu besar untuk motor scoopy bekasnya. Tapi Bagas tidak ingin berkecil hati, terlebih setelah semalam mendapat semangat pada saat memandangi wajah si kembar melalui foto yang di kirim oleh Ibra.
Setiba di toko, kesibukan seolah enggan menghentikan Bagas dalam bekerja. Pelanggan selalu berdatangan, membuat pria berusia 34 tahun itu tersenyum merekah. Ya Bagas sangat berharap jika uangnya akan segera cukup, di kiriman Ibra terakhir pria itu menyertakan alamat Vania dan si kembar tinggal.
Bahkan tidak cukup sampai di sana, ada surat kecil yang terselip yang mempertegas niat dari pria yang berstatus kakak kandung dari Vania.
Buktikan padaku jika kau memang layak!
~M Ibrahim V
Begitulah surat dengan kata-kata yanh teramat singkat di dalam paket foto itu fi temukan oleh Bagas.
Tapi yang membuat harap kian melangit adalah tertera sebuah alamat di balik foto yang di kirim oleh Ibra. Di sana juga terdapat beberapa angka yang sepertinya adalah nomer telepon. Bagas sangat tidak sabar ingin menghubungi sang buah hati ingin menguji kebenaran nomer yang di berikan oleh sang Kakak Ipar.
Kesibukan yang bertubi-tubi membuat waktu berlalu begitu cepat. Terlalu cepat hingga Bagas tidak sadar jika sang mentari sudah berpamitan pulang di gantikan dengan datangnya malam berteman gerimis.
Merasa hari sudah larut dan pembeli sudah mulai sepi, Bagas berangsur-angsur menutup toko dengan beberapa karyawannya. Ya toko Bagas tutup jam 9 malam.
Setelah memastikan semuanya aman Bagas segera mengambil Scoopy nya untuk segera menuju kediamannya. Setiba di rumah Bagas segera membersihkan diri dan juga berwudhu, sebenarnya Bagas sudah sholat isya di toko tapi ada kebiasaan yang sudah di biasakan oleh pemuda itu dalam menemani rasa sakitnya. Ya Bagas mengambil mushaf lalu membacanya dengan suara yang lirih, terkadang ada air mata mengikuti di sela bacaannya. Setelah mengaji pria 34 tahun itu segera berzikir sambil melangi -langitkan harapan agar segera bertemu dengan putra kembar yang sudah lama dia rindukan.
Masih di atas sejadahnya Bagas mengambil benda pipih yang ada di atas ranjangnya. Dengan hati berdebar pria itu mencoba menghubungi nomer yang tertera di balik foto sang buah hati.
Sambungan tersambung, tak membutuhkan waktu lama telepon itu di angkat oleh seorang wanita.
Wanita itu menggunakan bahasa asing dan dialek yang kental. Bagas terdiam mungkinkah dia salah sambung, lalu suara di seberang sana masih menggunakan bahasa asing tetapi mampu membuat Bagas menegang. Itu suara ibu dari anak-anaknya, masih basah di ingatannya bagaimana suara Vania meski sudah 4 tahun berlalu.
"Vania... Can i speak with Vania?" tanya Bagas melalui sambungan telepn.
"Oh Tuan ingin berbicara dengan Nyonya Vania, baiklah dengan siapa Tuan?" tanya Bibi pelayan yang di rumah Vania menggunakan bahasa Inggris yang fasih.
"Dengan sahabat lamanya," Bagas sengaja tidak mengatakan identitasnya karena takut Vania tidak akan mengangkat telepon darinya.
"Assalamu'alaikum," Vania membuka percakapan melalui sambungan telepon.
Di seberang sana mata Bagas sudah memerah, suaranya memberat dan tenggorokannya mendadak sakit serasa tercekik. Suara yang di rindukannya, suara yang selalu menangis minta ampun saat di perlakukan tidak pantas olehnya. Tidak kuasa perlahan air mata itu mengucur deras.
"Walaikumussalam," terbata-bata Bagas menjawab salam dari wanita yang masih bertahta di hatinya saat ini.
"Van...Vania," suara itu melirih dan serak serta di sertai tangis.
Karena suara yang di sertai tangis tentu Vania tidak tahu siapa gerangan yang menelpon. Terlebih suara itu bergetar dan menangis tergugu saat menelpon dan memanggil namanya.
"Iya, ini dengan saya sendiri. Tapi inu dengan siapa?" tanya Vania masih menggunakan bahasa inggris dengan logat yang fasih.
"Aku sangat merindukan mu sayang! Maaf... Maaf Mas benar-benar minta maaf atas kejadian di masa lalu. Mas rindu akan dirimu dan juga anak-anak kita," suara Bagas yang di sertai tangisan berhasil membuat Vania termangu. Bagaimanapun Bagas adalah ayah dari anak-anaknya. Meski pernikahan mereka hanya secara agama tapi tetap saja ikrar itu sudah di ucapkan dan ada bukti nyata atas pernikahan mereka yaitu Twins.
Vania terdiam, jantungnya bertalu-talu. Tidak bisa Vania pungkiri jika Bagas adalah trauma terbesarnya. Setiap mendengar suara itu maka semua kekejaman Bagas saat mereka masih bersama bagai kaset rusak yang selalu berputar tatapi berhenti saat-saat menyakitkan yang dia rasa.
Bayangan rintihan, tangisan, permohonan ampun, hingga titik paling memilukan bagi seorang Vania adalah mengemis hanya demi sepiring nasi dan itu pada keluarga sang suami. Pada saat Bagas tahu, bukannya di tolong malah membenarkan perlakuan Nyonya Yuli padanya. Sungguh jika kata maaf mampu Vania lukiskan, tapi jika di tanya adakah pikiran untuk kembali pada pria yang dulu adalah suaminya dan sekarang status di antara mereka masih membingungkan, maka dengan tegas Vania akan menjawab "Dalam mimpi terburuknya sekalipun, Bagas bukanlah pilihannya untuk kambali."
"Saya sudah memaafkan semua yang anda laukan terhadap saya..." Vania mengambil jeda.
"Memaafkan bukan berarti melupakan. Mendengar suara Anda membuat saya membuka luka lama yang bahkan belum sepenuhnya kering. Jangan merindukan saya maupun anak-anak saya karena Nyonya Yuli dan calon yang di sodorkan pada Anda adalah hal yang lebih penting untuk Anda pikirkan. Jangan pernah menghubungi saya lagi!" Vania menutup telepon secara sepihak.
Bagas tergagau saat telepon di tutup sepihak oleh Vania. Tapi, Bagas sangat bahagia ternyata itu benar adanya nomer sang istri, masih berhak kah Bagas menganggap Vania istrinya? Mengingat tidak ada kata talak yang keluar dari bibirnya lada Vania.
Bagas berjalan keluar kamar untuk makan malam sebelum dia menjemput mimpi. Bagas harus selalu sehat, agar uang yang dia kumpulkan cukul untuk menjemput snag buah hati dan juga wanita yang dia cintai.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Lain cerita Bagas dan Vania, maka di belahan bumi Allah yang lainnya juga terjadi hal yang akan membuat siapapun mencengangkan bahkan membuka mulutnya lebar karena kaget.
Bagaimana tidak seseorang yang biasanya hidup penuh kemewahan dan bergelimang harta sekarang melakukan hal yang tidak terduga hanya untuk menyambung hidup. Tapi, apapun itu begitulah kehidupan. Semuanya bagai roda berputar, ada kala di atas alan ada pula kala di bawah.