Key, gadis kota yang terpaksa pindah ke kampung halaman yang sudah lama ditinggalkan ayahnya. Hal itu disebabkan karena kebangkrutan, yang sedang menimpa bisnis keluarga.
Misteri demi misteri mulai bermunculan di sana. Termasuk kemampuannya yang mulai terasah ketika bertemu makhluk tak kasat mata. Bahkan rasa penasaran selalu membuatnya ingin membantu mereka. Terutama misteri tentang wanita berkebaya putih, yang ternyata berhubungan dengan masa lalu ayahnya.
Akankah dia bisa bertahan di desa tertinggal, yang jauh dari kehidupan dia sebelumnya? Dan apakah dia sanggup memecahkan misterinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kiya cahya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teror Wanita Berkebaya
"Okey, nanti setelah papa datang. Kita bicarakan bersama. Sekalian ajak juga temenmu buat ikut rukyah. Biar sekalian gak ganggu lagi." ucap mama bersemangat.
"Assalamu'alaikum....", seru papa dari pintu depan.
"Wa'alaikumsalam." jawab kami bersamaan.
"Ya sudah, saya pamit pulang dulu. Besok kalau jadi, langsung saja datang ke rumah ya." ucap Mbah Marto disertai anggukan kepala sang istri.
"Saya antar, lek?" tawar papa.
"Tidak usah, le. Biar kami olah raga sore saja, jalan kaki bersama." ucap Mbah Marto.
"Trimakasih ya, lek. Maaf, sepertinya besok merepotkan lagi untuk mengantar kami." ucap mama, dan anggukan dari mereka mengisyaratkan persetujuan, sambil berjalan keluar untuk pulang.
"Mengantar kemana, ma?"
"Besok mau merukyah si Key. Oiya, tadi gimana, pa? Dah ketemu rumahnya?" mama kembali bertanya.
"Ketemu. Tapi anaknya kayak masih bingung, gak inget apa-apa juga kayak Key. Ya sudah, besok kita rukyah saja mereka biar cepet kelar."
****
Malam ini, aku benar-benar merindukan kasurku, bantalku, bahkan bekas pulaunya yang tergambar di atasnya. Rasanya ingin segera merasakan mimpi indah.
Tapi mata sulit terpejam. Mungkin karena aku sudah mengalami tidur panjang dua hari kemarin.
'wwuuuuussshhh......'
Terasa angin dingin masuk dari jendela. Sepertinya tadi sudah aku kunci rapat, tapi kenapa bisa terbuka begitu lebar?
Sekelebat bayangan putih mulai nampak. Sekarang, rasa penasaranku mulai kembali. Sudah tidak ada rasa takut menghadapinya. Aku sudah mengalami beberapa kejadian aneh di sini, dan itu semua membuatku semakin tegar menghadapi.
"Siapa itu? Apa maumu?" tanyaku saat melihat punggung sosok perempuan berkebaya dari jendela.
'tolooong akuuu, toloooongg**'
Ucapnya saat membalik badan, dengan wajah pucat dan kelopak mata yang menghitam. Dia melambaikan tangan ke arahku. Mencoba memanggil dan menyuruhku mendekatinya. Tapi aku tak mungkin menuruti, karena kulihat jam sudah hampir tengah malam. Hanya gelengan kepala yang bisa kulakukan.
Dia hanya tersenyum menyeringai, dan terus melambai sebagai tanda kalau aku harus mendekat padanya.
'Brraaaakk'
Kututup jendela dengan rapat. Segera menguncinya, dan kembali berbaring ke atas tempat tidur. Kulihat Mia masih terlelap, dan sepertinya tidak ada seorangpun yang mendengar kegaduhan yang kulakukan.
Seluruh tubuh kututup dengan selimut. Dan terus mencoba untuk segera terlelap. Tapi tidak bisa. Bahkan, suara ketukan dari kayu jendela membuatku semakin susah untuk masuk ke dalam mimpi.
Kuberanikan diri. Kucoba melawannya, dengan membuka jendela itu. Menarik nafas dalam-dalam, kututup mata dan mulai ku buka kunci dan pintu jendelanya.
"Whaaaaaa........!"
Tak sengaja aku menjerit saat membukanya. Pelan-pelan ku intip dengan mata menyipit. Tak ada siapapun. Sampai ku buka mata lebar-lebar. Tapi memang kosong, tak ada orang. Hanya suara serangga malam yang terdengar.
Masa bodoh dengannya. Aku menguncinya lagi untuk yang kesekian kali. Dan kembali naik ke atas tempat tidur.
Baru saja memejamkan mata. Tapi saat ku buka mata lagi, aku seperti sudah ada di tempat lain. Tapi saat ini bukan di sekolah lagi.
Suasana pedesaan yang lebih primitif, dari tempat tinggalku bersama mama dan papa. Desa yang sunyi, kosong, dan tak kulihat seorangpun di sini. Aku berjalan perlahan, sambil mengamati sekitar.
Rumah-rumah yang berjajar, dengan bambu sebagai dindingnya. Daun kelapa juga digunakan sebagai atap. Rumah jaman apa ini?
Aku terus berjalan, melihat ke kanan dan ke kiri. Masih belum kujumpai siapapun di sini. Tapi sepertinya, tempat ini tidak terlalu asing bagiku.