Kejahatan dan kelicikan mama dan adik tirinya membuat Kania harus rela kehilangan segala yang ia punya. Termasuk, Dafa, pacar yang sangat ia cintai.
Bukan hanya itu, karena ancaman dari mama dan adik tirinya, ia terpaksa setuju untuk menikah dengan seorang tuan muda yang dikabarkan lumpuh juga cacat wajahnya.
Tapi, siapa yang akan menyangka apa yang akan terjadi setelah pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode *26
Kania pun beranjak meninggalkan bu Ninik dan pak Hadi yang masih diam di tempat mereka sebelumnya. Tujuan Kania pertama-tama adalah, bertemu dengan pak satpam yang telah menjadi sasaran amarah Brian tadi.
Ia berjalan pelan menuju gerbang, di mana pos satpam berada. Sampai di sana, ia langsung menyapa pak satpam yang kebetulan sedang duduk di kursi.
"Pak satpam."
"Iya, ada apa?" tanya satpam itu dengan nada sedikit kesal.
"Gak ada, Pak. Cuma mau bilang, makasih aja, udah buat kejutan untuk menyambut kami pulang barusan. Juga ucapan maaf atas kata-kata yang tuan muda ucapkan pada pak satpam tadi, yang mungkin melukai hati pak satpam."
"Tidak perlu minta maaf. Aku hanya seorang satpam yang mungkin pantas kalian kata-katai. Lagipula, kelihatannya, kalian semua menikmati suasana barusan. Meskipun aku merasa sangat menyesal ambil andil di dalamnya. Tapi, tidak apa-apa, aku bisa melihat kebahagiaan kalian itu sudah cukup."
"Nona Kania bisa pergi sekarang. Karena aku sedang tidak ingin bicara dengan siapapun. Apalagi dengan nona seperti kamu ini, nona yang tidak jelas asal usul kedatangannya."
"Mas Rian!" Ikhsan berteriak dari arah halaman samping vila. Lalu, ia berjalan semakin mendekat ke arah pos satpam.
"Jaga bicara mas Rian. Di mana sopan santun mas Rian pada nona Kania. Apa mas Rian lupa, kalau dia ini adalah istri tuan muda? Tentunya, dia juga harus mas hormati layaknya mas menghormati tuan muda sebagai majikan."
"Wuah, anak kecil berani menasehati aku. Sudah berani kamu sekarang sama aku, hah?" Satpam itu terlihat sangat kesal pada Ikhsan.
"Aku tidak akan menasehati mas Rian jika mas Rian tidak keterlaluan. Aku tidak berniat lancang, hanya saja, tidak ingin mas Rian dapat masalah. Tuan muda pasti akan mempermasalahkan perlakuan mas Rian barusan jika ia tahu."
"Sudah-sudah. Kenapa kalian berdua malah bertengkar?" tanya Kania menjadi penengah untuk melerai perdebatan itu. Karena Kania tidak ingin perdebatan itu terus berlanjut.
"Mas Rian memang suka keterlaluan jika bicara, nona. Aku harap, nona Kania tidak akan memperbesar masalah ini. Dan, tidak akan melaporkan mas Rian pada tuan muda."
"Heh, kamu jangan sok-sokan peduli sama aku. Lagian, apa yang aku katakan itu benar kok."
"Benar apanya, hah?"
Ikhsan semakin emosi saja kelihatannya. Tidak ingin terjadi keributan lagi, Kania segera menahan Ikhsan lagi.
"Mas Ikhsan, udah. Jangan berdebat lagi. Apa yang pak satpam katakan itu ada benarnya. Jadi, tidak perlu mempermasalahkan perkataan pak satpam lagi. Lagipula, aku gak keberatan dan tidak sedikitpun merasa tersinggung dengan apa yang ia ucapkan."
"Noh, lihat dan dengarkan apa yang nona mu katakan. Dia aja gak keberatan, masa kamu yang berisik sih." Rian berucap dengan nada kesal.
"Bicara dengan mas Rian gak akan ada ujungnya."
"Nona Kania, sebaiknya tinggalkan saja tempat ini. Ayo ikut saya ke suatu tempat!"
Kania mengikuti langkah Ikhsan tanpa banyak bicara. Ia tidak ingin menjadi penyebab permasalahan dan kegaduhan di tempat ini. Karena ia hanyalah penghuni baru yang harus menjaga hubungan baik dengan penghuni lama vila ini.
"Pergi sana! Pergi! Jangan kembali ke sini lagi," ucap Rian sedikit berteriak saat melihat Kania mengikuti langkah Ikhsan.
Ikhsan ingin berhenti dan kembali memperingati Rian. Tapi, Kania dengan cepat melarang niat Ikhsan dengan menggelengkan kepala sebagai isyarat jangan. Ikhsan yang sangat menghormati Kania sebagai majikan barunya, mendengarkan apa yang Kania inginkan. Merekapun kembali melanjutkan langkah menuju samping vila, di mana taman berada.
"Kita ini mau ke mana sih sebenarnya, Mas Ikhsan?" tanya Kania saat mereka melewati taman. Ia merasa penasaran karena awalnya, ia berpikir kalau Ikhsan akan mengajaknya ke taman. Tapi, mereka malah melewati taman tersebut.
"Kita akan pergi ke suatu tempat yang menurut saya sangat indah, nona Kania. Semoga saja, tempat ini mampu mengembalikan perasaan baik dalam hati nona."
"Tempat indah? Tempat apa itu? Apakah masih jauh?"
"Tidak, sebentar lagi kita akan sampai."
Mereka pun berjalan beberapa langkah lagi sampai ke sisi belakang vila Camar tersebut. Sampai di taman belakang yang ternyata memang sangat indah, langkah kaki Ikhsan terhenti.
"Kita sudah sampai?" tanya Kania sambil melihat sekeliling.
"Iya. Kita sudah sampai nona Kania. Bagaimana? Apa ini indah?"
"Indah. Sangat amat indah."
"Benarkah? Apakah ini sudah sangat cukup indah bagi nona Kania?"
"Mmm ... maksudnya apa nih? Apa ada yang lebih indah lagi?" tanya Kania penasaran.
"Tentu saja."
Ikhsan pun menyingkapkan tumbuhan merambat yang ada di sampingnya. Saat tumbuhan rambat itu tersingkap, pemandangan yang sangat luar biasa pun terlihat.
Kania takjub sampai tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa menutup mulutnya yang terbuka lebar akibat takjub dengan apa yang matanya lihat.
Di hadapan Kania saat ini ada sebuah kolam yang airnya sangat bening. Kolam alami dengan tumbuhan liar yang sangat asri untuk di nikmati. Beberapa pohon kayu liar menambah kesal ke asrian tempat tersebut.
"Silahkan nona! Jika ingin menikmati suasana yang lebih indah dan segar, nona bisa berada di pinggiran kolam."
Kata-kata Ikhsan barusan menyadarkan Kania akan kekagumannya sejak tadi. Ia melihat Ikhsan dengan tatapan minta penjelasan atas ucapan Ikhsan barusan.
Ikhsan yang memahami tatapan itu, langsung tersenyum dan bicara. "Tenang saja, Nona. Tidak perlu takut jatuh. Kolam ini gak dalam kok. Kolam ini kolam dangkal yang ke ********** hanya sampai dada orang dewasa. Jadi, gak perlu takut tenggelam."
"Be--benarkah?"
"Tentu saja. Ayo silahkan!"
Kania berjalan melewati tumbuhan merambat yang lebat. Ia pun tersenyum saat matanya benar-benar melihat sekeliling kolam tersebut.
Kania menarik napas panjang, lalu melepas napas tersebut perlahan.
"Indah sekali tempat ini mas Ikhsan. Vila Camar ini ternyata, vila yang sangat indah. Oh ya, apakah kolam ini tercipta secara alami?" Kania tidak bisa menahan bibirnya untuk tidak bertanya, karena hatinya merasa sangat penasaran dengan semua pemandangan yang berada di vila ini.
"Mmm ... tidak, nona Kania. Kolam ini tercipta atas permintaan tuan muda."
"Tuan muda sangat suka dengan suasana yang astri dan alami. Ia membeli vila camar yang sangat luar hanya untuk tinggal di tempat yang menurutnya alami dan tenang."
"Oh, aku pikir, kolam ini memang terjadi sendiri. Alias, susah ada kapan tahun sebelum vila ini di beli oleh tuan muda."
"Enggak." Ikhsan berucap sambil menggelengkan kepalanya dan tersenyum.
"Vila ini tuan muda beli sejak umurnya baru menginjak dua belas tahun. Awalnya, hanya lahan kosong yang tidak terurus saja. Tuan muda beli, lalu dirikan vila di atas lahan kosong ini."
AKU SUKA TOKOH UTAMA BAIK TOKOH WANITA ATAU LAKI2, TOKOH YG KUAT.. BKN TOKOH YG SLLU TRTINDAS..