John adalah seorang CEO yang memiliki perusahaan yang sukses dalam sejarah negara Rusia, Keeyara menikah dengan John karena perjodohan orang tua mereka. Pernikahan mereka hanya jadi bumerang bagi Keeyara, John sangat kasar kepada Keeyara dan dia sering menjadi pelampiasan amarahnya ketika John sedang kesal. John juga memiliki kekasih dan diam-diam menikahi kekasihnya itu, Arriel Dealova.
Istri kedua John seringkali cemburu kepada Keeyara karena ia memiliki julukan sebagai 'Bunga Lilac' karena memiliki wajah yang cantik yang selalu menarik perhatian para pemuda. Bulan demi bulan berlalu dan Keeyara mulai kehilangan emosi dan bahkan tidak merasakan apapun saat melihat John dan Arriel sedang menggendong bayi mereka di depan wajahnya. Hingga, beberapa deretan kejadian dan permasalahan membuat Keeyara mengalami kecelakaan yang sangat berat dan menyebabkan Keeyara meninggal dunia. Tetapi anehnya, dia kembali bangun pada tanggal 20 April 2022, tepat dihari pernikahan John bersama kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakestrawby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
07
Dua hari berlalu sejak John membawa Ariel ke dalam rumah besarnya, dan Keeyara terus memperlakukannya seperti seorang pelayan. Meskipun terkadang John merasa iba terhadap istri keduanya, dia merasa tak berdaya menghadapi keras kepala Keeyara. Dalam situasi ini, dia hanya bisa memilih untuk diam.
Hari ini, Keeyara sedang fokus memindai laporan-laporan perusahaan melalui email, sementara William duduk santai di sofa di sebelahnya. Ketika Ariel berlutut di depan Keeyara untuk membersihkan kulit kacang yang berserakan di lantai, Keeyara dengan sengaja meletakkan kaki panjangnya di paha Ariel. Melihat tindakan itu, William tidak bisa menahan tawa, menyaksikan permainan kekuasaan yang berlangsung di antara mereka.
"Apa maksudmu?"
"Apakah perlu aku jelaskan? pijat kakiku." jawab Keeyara sambil tersenyum manis, mengabaikan ekspresi kesal dari wajah Ariel.
"William, kau ingin minum apa? Tidak usah malu-malu, katakan saja... biar wanita ini yang menyiapkannya untukmu." Keeyara kembali bersuara setelah beberapa menit terdiam.
Sementara itu, William meletakan laptopnya sejenak dan memegang dagunya untuk berpura-pura berpikir. "Hari ini sangat panas sekali, Nona. Saya ingin soda saja, tolong?" pintanya dengan sedikit ejekan saat menatap Ariel yang kini tengah mengepalkan telapak tangannya erat-erat.
"Kau dengar itu? Pergilah ke dapur untuk mengambil soda, lalu kembali kesini untuk melanjutkan pijatannya." titah Keeyara, Ariel pun segera bangkit, sambil cemberut ia berjalan menuju dapur. Disisi lain, William tidak kuasa menahan tawanya, dia menatap Keeyara dengan penuh kagum, bagaimana wanita itu bisa menunjukan dominasinya sendiri di rumah besar itu.
"Nona... Itu pilihan yang terbaik!" pujinya.
"Tentu saja, aku harus memanfaatkan situasi bukan? John membawanya sendiri kesini." seru Keeyara di susuli dengan tawaan kecilnya.
John yang saat itu baru saja keluar dari kamar, mengerutkan sedikit keningnya begitu menyadari kehadiran William di rumah ini, tatapannya beralih kearah Keeyara yang sedang memakan kacang dan bagaimana wanita itu membuang kulit kacangnya ke lantai. Tanpa berpikir panjang dia melangkah mendekatinya, suaranya tegas saat berbicara.
"Apa yang salah denganmu? Kenapa akhir-akhir ini kau bertindak seperti itu?"
"Bisakah kau pergi meninggalkanku? sudah aku katakan untuk tidak menunjukan wajahmu di depanku, itu akan membuat selera makanku hilang," jawab Keeyara tanpa menoleh kearahnya.
John menggertakan giginya, amarahnya memuncak dengan setiap kata yang di ucapkan oleh Keeyara. John tidak percaya jika istri pertamanya itu akan berubah menjadi menuntut dan keras kepala, kontras dengan sikapnya yang biasanya selalu penurut dan pendiam.
"Kau benar-benar berpikir kau punya kekuatan untuk membuat ancaman seperti itu?" John melangkah lebih dekat ke arah Keeyara, kedua matanya menyipit saat menatap wanita itu.
"Kau pikir aku akan berlutut di hadapanmu dan menuruti tuntutanmu?"
Keeyara menghela nafas, bersandar dengan santai di punggung sofa. Dia meletakan kedua kakinya di atas meja kopi, bersikap seolah-olah dia adalah bos disana.
"Karena kau membahasnya, kenapa kau tidak melakukannya?" tanya Keeyara yang membuat pria itu terdiam karena marah, William yang memperhatikan itu hanya bisa tersenyum tipis.
Dari arah dapur, Ariel datang sambil membawakan dua botol soda. Dia memberikannya kepada William dan juga Keeyara, John memperhatikannya, dia tidak percaya Keeyara akan bertindak terlalu jauh terhadapnya dan juga istri keduanya.
"Bersihkan itu," perintah Keeyara sambil menunjuk ke kulit kacang-kacangan yang berserakan di lantai. Ariel menatap kekacauan yang ditinggalkan oleh wanita itu, mendesah dalam hati. Dengan enggan, ia membungkuk kembali untuk mengambil bungkus makanan dan kulit kacang dari lantai, merasakan beban tuntutan Keeyara yang semakin berat.
"Aku tanya apa yang salah denganmu?! Apakah kamu pikir kamu bangsawan atau semacamnya?" bentak John dengan kesal, sorot matanya berkilat penuh amarah saat menatap Keeyara.
"Jika kamu berbicara seperti itu, mungkin ada benarnya. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan di masa lalu sehingga bisa di perlakukan seperti ini sekarang." Keeyara melirik Ariel dan memandangnya dengan tatapan meremehkan. John yang mendengarnya merasa terkejut, ia terbiasa melihat Keeyara sebagai sosok yang pendiam dan polos, bukan sebagai wanita yang berlidah tajam.
"Kamu tidak berhak membicarakannya seperti itu!" dia membalasnya, wajahnya di penuhi amarah dan kekesalan, dia tidak mengerti dari mana datangnya perubahan mendadak dalam perilaku Keeyara saat ini.
"Kau terlalu berisik sekali. Apakah aku perlu mempertimbangkan untuk menarik semua investasi sahamku di perusahaanmu? Atau mungkin aku harus membatalkan rencanaku untuk mengangkatmu sebagai manajer umum di perusahaanku?"
Mata John terbelalak mendengar ancaman itu. Ia menyadari betapa pentingnya dukungan Keeyara bagi kelangsungan perusahaannya. Fushion Group adalah pilar utama bagi bisnisnya, dan kehilangan investasi itu akan menjadi bencana. Dengan cepat, John menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri dan mencari cara untuk meredakan situasi yang semakin memanas itu.
"Baiklah, baiklah... Aku tidak akan bersuara, tenang saja. Kita akan membicarakan masalah ini seperti orang dewasa." John tahu bahwa dirinya harus melangkah lebih hati-hati, ia tidak mampu membuat kesalahan lagi, apalagi jika Keeyara mengancam masa depan perusahaannya, rencananya akan hancur total.
"Tapi apakah kamu harus bersikap begitu kejam kepadanya?" tanya John sambil menunjuk kearah Ariel yang kini tengah memijati kaki Keeyara.
"Mungkin bagimu dia adalah istri keduamu di rumah ini, tetapi bagiku, dia hanyalah seorang pembantu yang kau bawa sendiri untuk melayaniku."
Dia tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulut Keeyara. "Kamu tidak bisa memperlakukannya seperti pembantu! Dia istri keduaku. Dia punya harga diri dan haknya sendiri di rumah ini, aku menikahinya untuk membahagiakannya." John tahu bahwa dia harus membela istri keduanya, meskipun dia tahu itu mungkin hanya akan membuat Keeyara semakin marah.
Kau melarangnya untuk melakukan semua hal tentang pekerjaan rumah, tapi kau bahkan tidak perduli kepadaku yang menyiapkan makanan untukmu setiap hari, bahkan untuk rekan-rekan kerjamu... Dan Ariel lah yang kau banggakan di depan mereka di bandingkan diriku. Dan kau bilang kau menikahinya untuk membahagiakannya? Lalu bagaimana denganku yang selalu kau sakiti, John?
Keeyara mengedipkan matanya beberapa kali, menolak menjatuhkan air matanya. Dia mengangkat bahunya acuh tak acuh, menatap John dengan tajam seolah-olah memberinya peringatan secara halus.
"Apa kau lupa aku sudah menyuruhmu untuk pergi dan tidak menunjukkan wajahmu di hadapanku, bajingan?"
John menggertakkan giginya, merasakan kemarahan yang memuncak dalam dirinya. Namun, dia tahu dia harus mengendalikan diri, setidaknya untuk saat ini. "Baiklah, aku pergi," katanya sambil menggertakkan gigi sebelum berbalik dan berjalan kembali memasuki kamarnya.
Keeyara memandangi hujan yang turun dari balik jendela cafe, suara musik lembut mengalun menenangkan, menambah suasana klasik yang hangat di tempat tersebut. Di atas meja, terdapat satu cangkir cokelat panas dan juga kue kesukaannya yang telah dia pesan beberapa menit yang lalu.
"Keeyara..." suara lembut itu mengalihkan perhatian Keeyara, membuat wanita itu menoleh ke kiri dan mendapati sahabat masa kecilnya yang sudah tidak lama ia jumpai ada di sana, di hadapannya, menatapnya dengan tatapan yang sulit di kenali lagi oleh Keeyara.
"Kai, duduklah." kata Keeyara sambil tersenyum tipis, laki-laki itu pun segera duduk di kursi kosong yang ada di depannya.
Hening. Keeyara terfokus pada perubahan drastis yang terjadi pada Kai. Laki-laki itu kini lebih tinggi dua kaki darinya, dengan rahang yang tegas dan rambut tertata rapi, poni menutupi dahinya. Tanpa bisa dipungkiri, Kai sangat tampan, hingga membuatnya sejenak melupakan tujuannya di tempat itu.
Suara batuk pelan tiba-tiba memecah keheningan, menyadarkan Keeyara dari lamunannya. Keeyara berkedip beberapa kali, merasakan rona merah di pipinya. Ia sedikit menggeser posisinya di kursi, berusaha mencari kenyamanan.
"Sudah lama, kau tampak berbeda." ucap Keeyara memulai pembicaraan, ya... memang sudah 15 tahun bagi Keeyara sejak laki-laki itu pergi meninggalkannya, saking beratnya hidup yang dia jalani, bahkan Keeyara hampir melupakan Kai.
"Ya... sudah lama."
Keeyara kembali terdiam, ucapan William beberapa jam yang lalu kembali terngiang dalam benaknya. Haruskah dia melakukannya? tapi apakah laki-laki yang ada di depannya ini akan menyetujuinya? mengingat hubungan keduanya yang tidak dekat seperti dulu.
"Apakah kau baik-baik saja?" suara Kai kembali menyadarkannya, membuat wanita itu menatapnya dengan pandangan bertanya.
"Aku melihat semuanya, suamimu... di acara amal itu," lanjut Kai mencoba menjelaskan.
Keeyara tersenyum getir, ia mulai memainkan jari-jarinya di bawah meja sana. "Menurutmu? apakah aku akan baik-baik saja saat melihat suamiku sendiri menikah lagi? walaupun hubunganku dengannya sangat rumit, tapi aku tidak menyangkal bahwa aku mencintainya."
Sakit, Kai merasakan denyut yang begitu menyakiti hatinya saat mendengar ungkapan wanita itu. Bagaimana bisa, wanita secantik dan sehebat Keeyara di sia-siakan?
"Jadi apa yang membuatmu mengundangku kesini?" tanya Kai sambil mengangkat sebelah alisnya, penasaran mengapa wanita yang ada di depannya ini tiba-tiba saja menghubunginya dan mengajaknya untuk bertemu.
Setelah menyesap minuman cokelatnya, Keeyara melirik Kai dan kembali tersenyum tipis. Matanya berbinar-binar karena antisipasi, antara takut dan penasaran berkecamuk di dalam dirinya.
"Kenapa? Kau tidak merindukanku sama sekali setelah bertahun-tahun tidak bertemu?" nadanya main-main, mencoba mencairkan susana yang menegangkan di antara mereka berdua, namun Keeyara segera menghela nafas kecil saat melihat wajah Kai yang terlihat acuh tak acuh.
"Baiklah, aku akan langsung pada intinya. Aku tidak akan mengulanginya dua kali jadi dengarkan baik-baik, okay?" Kai mengangguk, mempersiapkan kedua telinganya. Seringai kecil dapat terlihat saat wanita itu mulai mencondongkan tubuhnya ke depan, ia menatap wajah Kai dengan seksama, mencoba mencari reaksi dari laki-laki itu.
"Apakah kamu pernah terpikirkan untuk menikah kontrak?" pertanyaan Keeyara seketika membuat alisnya terangkat, senyuman tipis yang tidak dapat di lihat dengan jelas terbentuk di ujung bibirnya, merasa tertarik dengan pembicaraan Keeyara saat ini.
"Pernikahan kontrak?" ulangnya, otaknya dengan cepat mencoba memproses makna dari kata-kata wanita itu, dia pun kembali duduk tegak.
"Aku tahu ini terdengar agak konyol, tapi... maukah kamu menikah kontrak denganku?"
Mata Kai membelalak karena terkejut, dia tentu tidak akan menyangka jika Keeyara akan menawarinya hal seperti itu. Dia menatapnya, mencoba melihat keseriusan di wajahnya sebelum kembali bersandar di kursinya sambil mendesah pelan.
"Kamu ingin menikahi ku untuk alasan apa?"
🤦🏻🤦🏻🤦🏻🤦🏻