"Apa kurang dari ku, Mas? Kamu dengan tega nya berselingkuh dengan Winda" teriak Mora dengan penuh air mata.
"Kau tidak kurang apapun, sayang" lirih Aron dengan menatap manik mata Mora dengan sendu.
"Kau yang membawa ku kemari , kau yang berjanji akan memberi ku banyak kebahagian, tapi apa Mas? Kau mengkhianati ku dengan teman ku sendiri" tegas Mora.
"Pergilah dan ceraikan aku secepat nya" ucap Mora dengan penuh ketegasan.
DEG.
Aron langsung saja menatap Mora dengan tidak percaya. Wanita yang sangat di cintai nya kini tersakiti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hnislstiwti., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Selama di perjalanan menuju ke butiq milik Nyonya Hesti yamg ada disana, mereka terus saja membahas pekerjaan dan peresmian Resort yang akan di gelar oleh Aron.
"Di pesta pertunangan mu nanti, Ayah akan mengumumkan bahwa kau adalah pewaris Ayah" ucap Tuan Darma.
"Terserah Ayah saja, aku hanya akan menjalankannya sebaik mungkin" balas Mora lembut.
Ya, selama 3 bulan ini Tuan Darma menyerahkan semua tugas perusahaan pada Mora, dan hasil nya sangat memuaskan bahkan perusahaan mereka semakin berkembang pesat.
Tak lama kemudian, mobil mereka sampai juga di butiq terbesar di Kota J tersebut.
"Ayo masuk Nak, nanti kalian coba baju yang sudah Mama buat ya" ucap Nyonya Hesti dengan antusias.
"Baiklah, Ma. Aku ingin nanti gaun pernikahan ku pun Mama yang merancangnya" ucap Mora dengan tersenyum.
"Syukurlah, sedikit demi sedikit kau bisa menerima ku, Mora" batin Wildan dengan bahagia.
Mereka ber empat lalu masuk ke dalam, disana mereka di sambut langsung oleh tangan kanan Mama nya Mora.
"Selamat datang Nyonya, Tuan , Nona muda, Tuan muda" sapa para karyawan butiq tersebut.
"Terikamasih Mbak" balas Mora dengan ramah.
Nyonya Hesti lalu menyuruh mereka kembali bekerja lagi, setelah itu mereka langsung di bawa ke ruangan Nyonya Hesti sendiri.
"Buatkan kami minuman dan ambillah makanan kecil, Susi" ucap Nyonya Hesti pada anak buah nya.
"Sebentar Nyonya" balas Susi patuh.
Lalu Nyonya Hesti membuka lemari yang ada disana, di dalam nya sudah tergantung dengan indah gaun panjang dengan kerudung dan jas yang senada dengan gaun tersebut.
"Ma, itu indah sekali" ucap Mora menghampiri Mama nya.
"Ini adalah gaun yang akan kau pakai besok, sayang. Apa kamu suka?" tanya Nyonya Hesti.
"Sangat suka, tidak berlebihan tetapi sangat berkelas" jawab Mora dengan pujian yang ia ucapkan untuk sang Mama.
"Ya, sama seperti mu. Walaupun sederhana tetapi kau adalah berlian yang sangat mahal" timpal Wildan dengan tulus.
Mora tersenyum dengan ucapan Wildan, bahkan pipi nya sudah merona karena malu.
"Dan hanya pria yang bodoh saja yang membuang mu, sayang" ucap Tuan Darma dengan lembut.
"Terimakasih, kalian sudah menjadi semangat Mora saat Mora benar-benar terpuruk" ucap Mora dengan wajah sendu.
"Kapanpun, dimanapun, kami akan selalu ada untuk mu" balas Tuan Darma tegas.
"Ayo coba dulu, sayang" ucap Nyonya Hesti mengalihkan pembicaraan.
Lalu Nyonya Hesti membantu memakaikan gaun tersebut pada Mora di kamar ganti.
Sedangkan Wildan, ia berganti pakaian di ruangan yang lainnya.
"Ya Tuhan, ini sangat indah sayang" ucap Nyonya Hesti dengan berbinar bahagia.
"Dan keindahan ini Mama yang sudah menciptakannya lewat jari Mama" balas Mora dengan tersenyum.
Mereka berdua lalu keluar dari kamar ganti, Mora menunduk karena malu.
Tuan Darma, Wildan dan Susi di buat menganga dengan keindahan yang ada di depannya.
Mora berdiri dengan balutan gaun yang sangat indah walaupun tidak terlalu pas, karena memang itu keinginannya.
"Cantik, cantik sekali" batin Wildan dengan tersenyum kecil.
"Sudah jangan lama-lama ya, ayo ganti lagi sayang" ucap Nyonya Hesti tertawa kecil.
Mereka langsung saja tersadar dan ikut tertawa kecil.
Setelah selesai, Mora dan yang lainnya langsung saja ke toko perhiasan milik Afnan untuk mengambil cincin pesanan dari Wildan.
Bahkan Cincin tersebut di desain langsung oleh Afnan sendiri untuk sang sahabat, Mora.
"Ayah, bisakah menunjukan dimana makam Putra ku?" tanya Mora dengan sendu.
Tuan Darma langsung menatap Putri nya yang sudah berkaca-kaca.
"Pinggirkan mobil nya, Wil" ucap Tuan Darma.
Ya, memang Wildan yang membawa mobil nya sekarang dan Hari sudah pergi ke Hotel kembali.
"Pergilah bersama Wildan kesana, biarkan yang mengambil cincin itu Ayah dan Mama saja" ucap Tuan Darma pada Mora.
"Anak buah Ayah yang akan mengantarkan kalian, jangan menangis" ucap nya lagi dengan lembut.
Mora menyeka air mata nya, ia lalu menganggukan kepala nya pada sang Ayah.
"Pergilah, itu anak buah Ayah" ucap Tuan Darma dengan menunjukan mobil yang tepat ada di depan mobil nya.
Nyonya Hesti mengusap lembut lengan tangan Putri nya, lalu ia memeluk nya sebentar.
"Pergilah, Nak" ucap Nyonya Hesti.
Mora menganggukan kepala nya, ia memeluk Mama nya sebentar dan pergi keluar dari sana bersama dengan Wildan.
Dan yang menggantikan Wildan menyopiri mobil tersebut adalah anak buah nya, Tuan Darma.
Wildan rasanya ingin sekali menenangkan Mora dengan pelukan, ia sungguh tidak tega dengan semua ini.
"Tenanglah" ucap Wildan dengan lembut.
Mora hanya membalasnya dengan anggukan, ia rasanya sudah tidak bisa menjawab apapun lagi.
Lalu mereka berdua masuk ke dalam mobil tersebut, setelah itu sang sopir langsung melajukan mobil nya.
"*Bunda datang, sayang" batin Mora dengan menatap nanar ke arah jalanan.
"Maafkan Bunda yang telat mengunjungi mu ya, hiks" batin Mora kembali dengan air mata yang sudah mentes kembali*.
Mora menyeka air mata nya dengan lembut, tetapi tetap saja air mata tersebut keluar dengan sendiri nya.
"Mora, bolehkah aku meminta sesuatu padamu?" tanya Wildan dengan menatap Mora yang sedang sibuk menyeka air mata.
"Boleh" jawab Mora dengan suara serak nya.
Wildan mengusap lembut pucuk kepala Mora, ia sungguh tidak tega melihat wanita yang sangat di cintai nya menangis begini.
"Bisakah kita menikah setelah 1 minggu peresmian itu?" ucap Wildan dengan tatapan tulus dan juga memohon.
"Bismillah" batin Mora.
"Bisa, aku pun ingin kita segera menikah agar tidak ada fitnah" jawab Mora dengan tegas.
Wildan langsung tersenyum senang, bahkan tanpa sadar ia memeluk Mora dengan erat.
"Hangat, Nyaman" batin Mora memejamkan mata nya sebentar.
Ehh.
Wildan langsung melepaskan pelukannya setelah sadar apa yang dilakukannya salah, begitupun dengan Mora ia langsung memalingkan wajah nya salah tingkah.
"Maafkan aku" ucap Wildan dengan gugup.
"Tidak apa, Mas" balas Mora yang sama gugup nya.
Hingga mereka sampailah di pemakaman keluarga Widiatma.
"Tuan, Nona, mari kita sudah sampai" ucap anak buah Tuan Darma.
Mora menarik nafas dalam lalu di keluarkan dengan perlahan, ia lalu keluar dari dalam mobil yang sudah di buka kan oleh Wildan.
Lalu mereka berdua masuk ke dalam pemakaman tersebut dengan mengikuti langkah sang anak buah Tuan Darma.
Hingga mereka terhenti di makam yang kecil dengan nisan yang betuliskan 'Mikael Putra Widiatma'.
"Ini Nona makam Tuan kecil, dan Tuan Besar sendiri yang memberi nya nama" ucap anak buah itu.
Setelah itu, ia berpamitan untuk menunggu di pos bersama rekannya.
Bruk.
Mora langsung terduduk dengan air mata yang sudah mengalir, ia bahkan sampai mengeluarkan isak tangisnya.
"Assalamualaikum, Nak. Maafkan Bunda yang baru saja kesini ya, Hiks" ucap Mora dengan terisak pilu.
Bahkan Mora sampai memegang dada nya karena merasa sangat sesak, Bayi yang selalu ia jaga dengan sepenuh hati nya kini telah tiada.
"Nak, maafkan Bunda yang tak bisa menjaga mu sayang. Bunda sudah semaksimal mungkin menjaga mu, tetapi Allah lebih sayang sama kamu" ucap Mora dengan isak tangis yang terus saja menderu.
"Maafkan Bunda sayang, Maafkan Bunda" gumam Mora.
Akhirnya, tangis menyesakkan itu pecah. Tangis yang selama ini Mora tahan, ia sudah tidak sanggup lagi dengan kenyataan bahwa Putra telah tiada.
Mora, selalu menguatkan diri agar cepat sembuh bahkan ia sudah menguatkan hati nya agar tidak menangis saat ke makam Putra nya.
Tetapi apa, ia bahkan sampai sesegukan di atas pusara Putra nya.
Dengan gerakan lembut, Wildan membawa Mora ke dalam pelukannya.
Ia tidak peduli bahwa Mora akan mengamuk atau apapun, yang penting sekarang ia menenangkan Mora dengan sebuah pelukan hangat.
.
.
.
Mu itu untuk Sang Pencipta.
mu itu untuk orang
Nya itu untuk Sang Pencipta.
nya itu untuk ciptaanNya