Warning 21+
Dosa tanggung sendiri jika melanggar😚😚
Jonathan, seorang penguasa pemilik Asian Grup, berusaha mencari cinta pertamanya yang bernama Keynara Anastasia, untuk membalas dendam atas pembullyan yang terjadi saat masa sekolah..
Setelah beberapa tahun mencari, keduanya di pertemukan di sebuah acara pernikahan. Jonathan tidak ingin kehilangan lagi, sehingga jeratan pernikahan langsung di lilitkan kuat pada leher Nara..
Setelah pernikahan terjadi, Jonathan baru menyadari jika Nara tidak seperti dulu. Dia bukan lagi Nara yang jahat dan penuh ambisi dan berubah menjadi Nara yang polos bahkan cenderung bodoh..
Namun di balik sikap polosnya, Nara menyembunyikan sisi gelap yang mungkin akan bisa bangkit kapan saja. Sisi yang tidak di ketahui oleh siapapun tidak terkecuali Ayahnya sendiri...
Cerita ini mengandung unsur dewasa💦 Kekerasan 💢dan bahasa yang sedikit fulgar...
Harap bijak dalam membaca...
Ini karya pertamaku...
Silahkan klik ♥️, like dan share sebanyak-banyaknya..
~Tere Liye
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TereLiye21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 24
Joy menerobos masuk saat Andra sudah membuka pintu ruangannya. Terbaca ketakutan dari wajah Della bercampur aduk dengan rasa khawatir.
"Apa yang terjadi?" Tanya Joy menatap tajam ke arah Della.
"Dia mengeluh lapar lalu perutnya sakit dan celananya berdarah seperti itu." Tanpa pikir panjang, Joy mengangkat tubuh Nara.
"Kita ke rumah sakit." Pinta Joy berjalan mendahului Andra.
"Aku ikut." Della merasa bersalah atas ini, juga khawatir dengan keadaan Nara yang sudah di anggap sebagai saudara baginya.
Di dalam perjalanan, Joy mencoba menepuk-nepuk pipi Nara namun Nara tidak juga bangun.
"Sepertinya Non Nara sedang tidur Tuan." Tutur Andra pelan.
"Ini bukan tidur!!!" Jawab Joy garang dan melupakan soal kebiasaan Nara jika sedang tidur. Nara tidak akan terbangun jika bukan atas kemauannya sendiri." Apa dia memiliki penyakit lain selain otaknya?" Tanya Joy pada Della.
"Tidak. Dia hanya sakit gangguan otak saja tidak ada penyakit lain. Mungkin saja ada yang menembaknya dari jauh." Joy dan Andra saling melihat. Mendengarkan kekonyolan ucapan Della.
"Omong kosong!!! Kaca kantor anti peluru." Andra menahan senyum meski dia juga merasa khawatir dengan Nara.
"Ya mungkin saja. Aku tadi berusaha meminta bantuan tapi dia sudah berdarah seperti itu." Della memijat kepalanya yang pusing karena gambaran darah berputar-putar di kepalanya.
"Sebaiknya kita tunggu jawaban dari dokter saja." Andra membelokkan mobilnya ke rumah sakit besar dan sudah pasti Nara segera di tangani oleh Dokter khusus atas permintaan Joy.
Hanya beberapa saat menunggu, Dokter keluar dari ruang IGD dengan raut wajah menahan senyum. Joy berjalan menghampiri di ikuti oleh Della.
"Apa yang terjadi dengan istri saya Pak?"
"Istri anda hanya sedang tidur karena terlalu lelah."
"Tidur? Kenapa berdarah?" Sahut Della binggung.
"Bukankah Anda juga pernah mengalaminya Nona."
"Saya?" Della menunjuk ke dadanya sendiri.
"Iya, bukankah setiap wanita selalu mendapatkan siklus datang bulan? Dan hal itu juga sedang terjadi pada Nona Nara." Andra menahan tawa, sementara Joy dan Della saling melihat. Mereka tidak menyangka jika Nara hanya sedang datang bulan.
"Jadi istri saya baik-baik saja?"
"Sangat baik Tuan, dia hanya kelelahan. Saya akan ke sini lagi nanti untuk menanyakan beberapa pertanyaan jika Nona Nara sudah bangun. Permisi.." Dokter pun tersenyum lalu pergi.
"Kenapa kamu tidak tahu hal seperti itu?" Tanya Joy berjalan masuk ke ruangan, di ikuti oleh Della dan Andra.
"Aku panik dan takut darah jadi aku tidak berfikir sejauh itu."
Jika datang bulan berarti hari ini tidak bisa? Ahhh menyiksa sekali, semoga tidak turun hujan...
Nara masih tertidur lelap dengan baju yang sudah bersih. Joy duduk di sampingnya sementara Della dan Andra menunggu di sofa.
"Hiks...Sakit sekali.." Gumam Nara memegang perutnya. Joy berdiri dan memeriksa.
"Apa yang sakit?"
"Perut..." Della berjalan mendekati tempat tidur Nara.
"Kau menakutiku Ra, aku fikir kau tertembak."
"Perutku sakit, sepertinya akan datang bulan."
"Kau tidak bicara begitu tadi."
"Kapan?"
"Apa selalu sakit jika datang bulan?" Tanya Joy ingin tahu agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
"Iya, Della juga tahu itu."
"Aku lupa karena panik." Jawab Della pelan.
"Agh ya sudah, tolong panggil dokter."
"Baik. Sebentar." Della berjalan keluar untuk memanggil dokter.
"Ku fikir terjadi sesuatu." Ucap Joy bernafas lega dan duduk di pinggiran tempat tidur.
"Perutku sakit." Rengek Nara membuat Andra merasa sungkan dan memilih bermain ponsel.
"Apa selalu seperti ini." Nara mengangguk, Joy mengusap lembut perut Nara dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya merangkul kedua pundak Nara erat.
Rasanya Tuanku sudah siap menjadi Ayah. Aku tidak menyangka jika Tuanku bisa bersikap manis seperti itu..
Pintu terbuka, Joy tidak beranjak dari posisinya meski dokter terlihat datang bersama Della.
"Sore Nona Nara." Sapa dokter ramah.
"Iya sore Dok."
"Permisi Tuan biar saya periksa." Dokter sudah memasang stetoskopnya namun Joy tidak juga menyingkirkan tangannya dari perut Nara yang masih berbalut baju rumah sakit." Maaf saya harus memeriksanya." Tangan dokter berniat akan menyikap baju Nara namun Joy menampisnya kasar.
"Mau apa?"
"Memeriksa Nona Nara."
"Kenapa harus di buka bajunya?"
"Bukan di buka Tuan tapi hanya di singkap sedikit."
"Jadi tadi kau melakukannya!!" Andra berdiri setelah melihat kemarahan dari Joy.
"Melakukan apa Tuan?" Tanya Si dokter terbata.
"Menyentuh istriku!!!" Della melongok juga binggung dengan sikap posesif Joy. Andra mendekatkan wajahnya dan berbisik.
"Tuan, dia dokter bukan lelaki sembarangan."
"Meskipun begitu dia lelaki!!! Apa kau tidak bisa jika memeriksa tanpa menyentuhnya!!" Si Dokter tidak tahu harus berkata apa. Dia melepaskan stetoskopnya dan memilih menuruti apa kata Joy.
"Baik Tuan saya akan berkonsultasi lewat lisan saja."
"Hadap sini." Joy menarik lembut tubuh Nara agar menghadap ke arahnya dan menutup rapat tubuh Nara dengan selimut.
Ah... Meskipun aku mencintai istriku tapi aku tidak pernah berlaku seperti ini padanya. Tuan Joy sangat posesif. Si Dokter malah memikirkan sikap Joy yang di rasa berlebihan. Dia hanya diam seraya memperhatikan tubuh Nara yang sudah tertutupi selimut tebal rumah sakit.
"Kau lihat apa sialan!!!" Teriak Joy meraih fas bunga dan berniat melemparkannya pada si Dokter. Untung saja Andra sigap untuk menghalangi.
"Sabar Tuan.." Sahut Andra berusaha melembutkan hati Joy.
"Kau lihat sendiri dia menatap tubuh istriku seperti itu!!! Akan ku congkel matamu jika kau lakukan itu lagi!!"
Haha astaga Joy... Batin Della melihat sikap arogan Joy yang ditunjukkannya sekarang.
"Saya tidak bermaksud begitu."
"Lalu katakan apa maksudmu!!!"
"Dia hanya mau memeriksa sayang." Sahut Nara lemah. Perutnya terasa menyiksa apalagi darah yang keluar begitu banyak.
"Tidak perlu menyentuh dan melihat!!"
"Baik Tuan." Dokter itu tertunduk juga suster yang tengah berada di belakangnya.
"Rumah sakit sialan!!! Apa tidak ada dokter wanita dan perawat wanita!! Mereka menempatkan orang cabul pada satu tempat!!!" Andra m*ndesah lembut, lalu memberikan pengertian untuk si Dokter.
"Sayang sudahlah..." Joy melihat raut wajah pucat Nara dan itu membuatnya lemah.
"Cepat periksa!!!" Pinta Joy masih tidak menginginkan Nara disentuh oleh siapapun.
Si dokter hanya melontarkan beberapa pertanyaan dan si perawat mencatatnya, keduanya pergi setelah Nara menjawab pertanyaan tersebut.
"Bagaimana.." Joy masih mengusap lembut perut Nara dengan menelusupkan tangannya. Della memilih ikut Andra daripada harus jadi penonton kebucinan antara Joy dan Nara.
"Biasanya tidak sesakit ini."
"Setelah Andra mengurus administrasi, kita pulang."
"Aku lapar dan belum makan, belikan sesuatu yang hangat dan pedas." Pinta Nara berusaha duduk di bantu oleh Joy.
"Apa itu?"
"Bakso sayang, tapi aku tidak mau dingin."
"Kita ke sana nanti."
"Makan di rumah saja, tapi aku tidak mau dingin." Jawab Nara menegaskan.
"Oke, kita fikirkan caranya nanti."
Setibanya di rumah, Andra harus kembali ke kantor untuk mengurus beberapa hal bersama Della. Sementara Joy mengangkat tubuh Nara menaiki anak tangga.
"Sayang aku lapar." Pinta Nara lagi.
"Biar ku belikan baksonya, Andra sedang sibuk." Joy membaringkan tubuh Nara namun Nara enggan melepaskan kalungan tangannya sehingga membuat tubuh Joy menunduk cukup lama.
"Tidak. Aku tidak mau sendiri."
"Lalu bagaimana sayang."
"Aku juga tidak mau di belikan, itu akan dingin nanti."
"Lepaskan dulu."
"Nanti kamu pergi."
"Tidak akan." Perlahan, Nara melepaskan tangannya dan Joy duduk di sampingnya.
Joy mengambil ponsel dan menghubungi Andra untuk membicarakan keinginan Nara. Meskipun anak buah Joy sangat banyak, tapi untuk hal seperti ini hanya Andra yang bisa di andalkan. Apalagi Joy sangat nyaman bersama Andra mengingat sudah sejak lama Andra menemaninya.
"Tunggu sebentar oke."
"Sebentar sampai kapan?"
"Aku berjanji hanya sebentar sayang."
"Paling lama satu jam."
"Iya oke."
Beberapa saat kemudian, dua orang datang dengan membawa sebuah box. Mereka memperkenalkan diri sebagai penjual bakso pemilik depot di kota itu. Penjaga rumah tidak ingin di persalahkan dan meminta izin pada Joy sebelum mempersilahkannya masuk.
"Katanya di suruh Pak Andra Tuan."
"Suruh masuk dan persilahkan mereka ke dapur."
Ternyata Andra menyuruh penjual bakso itu datang ke rumah agar Nara bisa menikmati bakso sesuai seleranya. Awalnya mereka menolak karena kesibukan di depot. Tapi saat Andra memberikan tarif sangat mahal membuat penjual itu lebih memilih menutup depot sebentar untuk melayani Nara.
"Enak sekali Pak." Puji Nara tersenyum menikmati satu mangkuk besar bakso di hadapannya. Joy ikut bahagia mendengar itu bahkan ikut menikmatinya.
"Kami siap melayani Nona."
Sering-sering saja Nona ini memanggil, bayarannya bahkan lebih besar dari pendapatan ku berdagang selama satu bulan..
"Syukurlah jika kamu puas." Joy tersenyum melihat wajah bahagia Nara.
"Aku juga mau makan malam dengan ini."
"Ini sudah saya siapkan Nona, nanti tinggal di hangatkan."
"Iya Non, nanti Bibik siapkan."
"Hm iya..." Nara tersenyum dan mengangguk. Menikmati semangkuk bakso membuat perutnya sedikit membaik. Seusai makan, Nara kembali ke kamarnya untuk mengganti pembalut. Joy hanya memperhatikan gerak geriknya seraya sesekali melihat televisi. Beberapa kali tarikan nafas berhembus, Joy tahu jika harus berpuasa beberapa hari ini.
Padahal sedang panas-panasnya tapi malah tidak bisa di pakai. Eluhnya dalam hati. Ada rasa kecewa namun dia tidak ingin Nara membaca kekecewaannya itu.
Setelah selesai mengganti pembalut, Nara duduk di samping Joy dan ikut menonton acara televisi seraya sesekali menyeringai saat rasa nyeri kembali datang.
"Sayang..."
"Hm ya kenapa?" Joy merangkul kedua pundak Nara dan merengkuhnya erat.
"Pembalut ku habis, aku tidak mengerti kenapa sederas ini." Pembalut yang Nara pakai adalah, pembalut yang sudah di belinya bulan lalu saat belum bersama Joy. Dia selalu membawa itu di dalam tas kecilnya untuk berjaga-jaga." Perutku tidak pernah sesakit ini." Nara bersandar pada pundak Joy lalu mengusap-usap perutnya sendiri.
"Ya sudah kita beli saja yang banyak."
"Aku malas keluar, rasanya sangat tidak nyaman. Ini deras sekali dan terus mengalir." Joy tersenyum sebab istrinya benar-benar tidak memiliki rasa malu dengannya. Tapi jujur saja, jika Joy suka wanita yang seperti itu. Dia tidak berselera pada wanita yang malu-malu padanya, karena menurutnya itu memuakkan.
"Apa yang terus mengalir?"
"Darah.. Apalagi." Nara mengerucutkan bibirnya membaca raut wajah Joy yang seolah mengejek." Kamu tidak serius menanggapiku!" Nara mendorong tubuh Joy agar menjauh namun Joy tidak membiarkan itu.
"Aku selalu serius menanggapimu." Joy menunduk sebentar lalu mengecup bibir Nara sebentar.
"Lalu, belikan." Rengek Nara.
"Akan ku suruh Andra membelikannya." Joy akan meraih ponsel namun Nara mencegahnya.
"Tidak. Aku malu jika Andra yang membelikan!" Sahut Nara tegas.
"Kenapa begitu sayang? Apa bedanya?"
"Berarti suamiku Andra bukan kamu?" Tatap Nara tajam.
"Hei kenapa berkata seperti itu?" Hanya dengan ucapan seperti itu, sudah membuat Joy merasa tidak terima dan cemburu.
"Setiap kali ku suruh pasti kamu menyuruh Andra. Aku tidak mau! Aku malu!" Nada bicara Nara cenderung meninggi, hatinya sangat sensitif jika sedang datang bulan seperti sekarang. Namun Joy tidak memahami hal itu dan menganggap jika Nara tengah kesal pada kebiasaannya untuk bergantung pada Andra.
"Meskipun begitu, jangan sebut dia sebagai suamimu. Suami Nara hanya Jonathan!"
"Belikan jika begitu!" Joy terdiam. Seumur hidup, dia tidak pernah membeli barang itu. Jangankan menyentuh, melihat saja dia tidak pernah. Dan hal itu membuatnya merasa keberatan melakukan perintah Nara sekarang.
"Aku antarkan sayang. Jika kamu malas berjalan, nanti ku gendong." Rajuk Joy berharap Nara mau membeli itu bersamanya.
"Aku malas keluar. Ini tidak nyaman sayang..."
"Please sayang, kamu boleh memukulku atau memarahiku tapi untuk membeli itu." Joy menarik nafas panjang lalu menghembuskan." Aku tidak tahu hal semacam itu, sama sekali tidak tahu." Imbuh Joy menjelaskan.
"Di sana ada pegawai tokonya sayang. Jika tidak tahu, kamu tinggal tanya."
"Bagaimana jika Bik Yanti saja yang membeli."
"Tidak. Aku akan membelinya sendiri tapi setelah itu, aku mau pulang saja ke rumah Ayah!!" Nara berdiri di ikuti oleh Joy.
"Oke Baby, apapun ku lakukan untukmu. Akan ku belikan." Nara menjinjit kemudian mencium pipi Joy.
"Sebentar." Nara berjalan masuk ke dalam kamar mandi dan keluar dengan membawa bungkus pembalut." Ini contohnya." Nara memberikan bekas bungkus pembalut pada Joy.
"Ahhh tidak." Eluh Joy mengusap kasar rambutnya seraya menerima bungkus bekas tersebut.
"I love you, dear.." Ucap Nara tersenyum menatap Joy penuh cinta.
"I love you so much Baby. Aku melakukan ini karena aku sangat mencintaimu..."
"Cepat berangkat sayang, nanti hujan."
"Oke sayang tunggu sebentar." Joy memasukkan bungkus bekas pada saku celananya. Dia berjalan keluar dan tiba-tiba menemukan sebuah ide. Ku suruh saja Andra membelinya, dia tidak akan tahu kan..
Joy bergegas menuruni tangga seraya mengambil ponselnya dan menghubungi Andra yang ternyata sudah pulang dan tengah berjalan ke arahnya.
"Kebetulan sekali." Joy merasa sangat bahagia seolah Andra adalah sosok penolong baginya.
"Ada apa Tuan."
"Tolong belikan...."
"Sayang...." Joy mendesis lembut mendengar suara tersebut.
Ahhh dia tahu...
"Iya sayang." Joy berbalik badan seraya tersenyum aneh melihat ke arah Nara yang berdiri di pembatas lantai dua.
"Lakukan. Aku tidak mau bertemu denganmu!!"
"Oke. Aku berangkat." Seharusnya tadi aku mengunci pintu dahulu...
Umpat Joy berjalan keluar sementara Andra tersenyum melihatnya
"Andra sini." Panggil Nara melambai. Andra menaiki anak tangga dan berdiri di hadapan Nara.
"Iya Nona."
"Satu bulan kamu libur berapa hari?"
"Jika Tuan tidak menyuruh berarti saya bisa libur Nona. Hidup saya sudah di beli oleh Tuan Joy dengan kontrak kerja yang sejak awal sudah saya setujui."
"Berarti kamu tidak pernah libur?" Andra menggeleng seraya tersenyum." Jahat sekali!!" Gumam Nara.
"Saya tidak masalah untuk ini Nona, sebab Tuan Joy sudah memberikan gaji yang sepadan."
"Kamu boleh libur satu Minggu." Kata Nara asal bicara.
"Tidak bisa Nona. Jika saya libur perusahaan tidak ada yang mengawasi."
"Memangnya jika di perusahaan harus berkerja sampai malam?"
"Hanya sampai sore."
"Sepulang dari perusahaan, kamu istirahat dan jangan pedulikan ucapan Tuan Joy."
"Tapi Nona saya..."
"Sudahlah, itu peraturan baru. Kamu bisa pergi sepulang kerja dan libur pada akhir pekan. Jika Tuan marah, suruh dia marah padaku." Nara pergi begitu saja sementara Andra tersenyum mendengar itu. Dia sangat ingin Joy bisa memberikannya sedikit waktu untuk menjalani hidup normal. Namun karena keterikatan kontrak, Andra tidak bisa pergi kemanapun hingga dia tidak pernah merasakan apa itu jatuh cinta. Andra tidak berani memulai sebab dia yakin tidak akan ada wanita yang mau dengannya mengingat kesibukannya yang mengikat.
Dan ucapan konyol Nara, membuatnya memiliki sedikit harapan untuk bisa hidup normal seperti lelaki muda lain.
Aku harap Nona Nara serius berkata itu. Dan aku mendoakan semoga mereka bisa menua bersama...
~Tere Liye
itu joy naranya dijaga benar benar jangan disia sia in kasian dia🥰🥰
korban selanjutnya....