kanya adalah seorang Corporate Lawyer muda yang ambisinya setinggi gedung pencakar langit Jakarta. Di usianya yang ke-28, fokus hidupnya hanya satu, meskipun itu berarti mengorbankan setiap malam pribadinya.
Namun, rencananya yang sempurna hancur ketika ia bertemu adrian, seorang investor misterius dengan aura kekuasaan yang mematikan. Pertemuan singkat di lantai 45 sebuah fine dining di tengah senja Jakarta itu bukan sekadar perkenalan, melainkan sebuah tantangan dan janji berbahaya. Adrian tidak hanya menawarkan Pinot Noir dan keintiman yang membuat Kanya merasakan hasrat yang asing, tetapi juga sebuah permainan yang akan mengubah segalanya.
Kanya segera menyadari bahwa Adrian adalah musuh profesionalnya, investor licik di balik gugatan terbesar yang mengancam klien firman tempatnya bekerja.
Novel ini adalah kisah tentang perang di ruang sidang dan pertempuran di kamar tidur
Untuk memenangkan kasusnya, Kanya terpaksa masuk ke dunia abu-abu Adrian, menukar informasi rahasia de
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FTA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian Dibawah Ancaman
Malam Hari, di Penthouse Adrian.
Adrian sedang berdiri di depan jendela penthouse, memandang kota yang berkelip, sebuah pemandangan yang selalu membuatnya tampak seperti dewa yang mengendalikan dunia di bawahnya. Kanya telah tiba, membawa serta ketegangan konfrontasi dengan Laksmana dan flash drive berisi bukti curian.
"Laksmana tahu kau masuk ke Lantai 42, Kanya," Adrian memecah keheningan, tanpa menoleh. "Dia pasti melihat misalignment pada kotak arsipnya. Atau yang lebih buruk, dia memiliki sensor atau pengawasan tersembunyi."
Kanya melempar tas tangannya ke sofa, rasa lelah dan marah akibat tekanan ganda Laksmana dan Adrian mulai menggerogoti perisainya. "Tentu saja dia tahu. Dia bukan Daniel. Dia seorang Partner di firma. Dia menanam jebakan. Dia memberiku berkas Dana Perwalian Global yang kotor, memaksaku untuk membawanya ke pengadilan agar aku ikut terkontaminasi."
Adrian akhirnya berbalik. Ekspresinya tidak menunjukkan rasa terima kasih karena Kanya telah mempertaruhkan karirnya, melainkan rasa tidak sabar. "Itu artinya kita harus lebih cepat. Bukti yang kau curi itu—memo dan sobekan kertas—adalah yang aku butuhkan untuk mencabut lisensi Laksmana."
Kanya melangkah maju, memaksakan interaksi yang lebih intim dan konfrontatif. "Mencabut lisensinya? Adrian, kau meminta aku untuk menusuk jantung firmaku sendiri! Jika aku menggunakan memo yang kau suruh curi, aku mengungkap bahwa aku masuk ke Lantai 42 tanpa izin. Itu kejahatan! Itu akan meruntuhkan karirku sebelum aku mencapai status Partner."
Adrian berjalan mendekat, menyematkan Kanya di antara sofa dan dirinya. Keintiman di ruangan itu tiba-tiba berubah menjadi manuver kekuasaan. "Kau ingin menjadi Partner? Kau sudah menjadi Partner-ku, Kanya. Dan mitra kerjaku berada dalam bahaya, yang berarti kau juga dalam bahaya."
"Bukan Partner setara. Aku hanya agen yang kau bayar dan kau ancam!" Kanya balas membentak. "Aku berhasil menunda kasus Maya. Itu memberimu waktu. Kenapa kau tidak menggunakan Dana Perwalianmu untuk menyerang Laksmana dari luar? Kenapa harus aku yang mempertaruhkan segalanya?"
Adrian menyentuh bekas luka di tulang selangkanya, membuat Kanya menahan napas. "Karena aku tidak bisa masuk ke sana. Dan karena Laksmana tidak akan menyentuhku. Dia mengincar Vanguard Group. Dia menggunakanmu sebagai umpan, Kanya. Jika kau tidak menyerang, dia akan membalikkan tuduhan pencurian arsip itu padamu. Laksmana akan menghancurkanmu sebelum aku bisa melindungimu."
Kanya menatap mata Adrian, mencari kebohongan, tetapi hanya menemukan ketegasan yang dingin. Dia menyadari, ancaman Laksmana jauh lebih nyata daripada yang Adrian gambarkan. Adrian tidak hanya ingin balas dendam; dia ingin Kanya menjadi perisai hidupnya di dalam firma.
"Baik," Kanya menyerah, suaranya pelan. "Aku akan menyerang Laksmana, tapi dengan caraku. Aku tidak akan menggunakan bukti curian itu di pengadilan. Aku akan menggunakannya untuk memaksa Laksmana mundur."
"Bagaimana?" Adrian menantang.
"Laksmana tahu aku punya bukti memo dan tulisan tangan yang menghubungkannya dengan R.V. dan kecelakaanmu. Aku akan memberinya ultimatum: Mundur dari firma S.K.P. dan Rekan, atau aku serahkan bukti ini ke Dewan Etik Firma, menuduhnya melakukan pelanggaran berat dan skema pemerasan." Kanya menjelaskan rencananya. "Dewan Etik tidak bisa mengabaikan tuduhan yang melibatkan Partner Senior dan bukti otentik, bahkan jika bukti itu didapatkan secara ilegal."
Adrian menyeringai. Itu bukan senyum penuh kasih sayang, melainkan senyum puas seorang strategis. "Aku menyukai rencana ini, Kanya. Berbahaya, tetapi efektif. Kau benar-benar belajar dariku."
"Aku belajar untuk tidak mempercayai siapa pun," balas Kanya, nadanya getir. "Dan aku butuh kepastian darimu, Adrian. Setelah Laksmana mundur, kau harus mengakhiri keterlibatanku dengan Vanguard Group. Aku ingin kembali menjadi pengacara normal, membersihkan namaku, dan melupakan semua ini."
Adrian mencondongkan tubuh, tatapannya menembus Kanya. Ini adalah momen perjanjian yang gelap. "Aku berjanji, Kanya. Kau keluarkan Laksmana dari firmamu, dan aku akan mengeluarkanmu dari permainanku. Kau akan mendapatkan promosi yang kau inginkan, reputasi yang cemerlang, dan aku akan menutup semua jejak."
Untuk menyegel perjanjian itu, Adrian mendekat, tetapi Kanya menghentikannya. "Tidak," kata Kanya, memegang lengannya. "Tidak ada keintiman sampai Laksmana pergi. Aku tidak bisa berpikir jernih saat kau ada di dekatku. Aku butuh fokus."
Adrian terkejut. Kanya baru saja menolak senjata andalannya. "Kau berani menolakku, Kanya?"
"Aku hanya mengambil kembali kendali, Adrian. Aku butuh pikiran pengacara, bukan emosi kekasih," jawab Kanya tegas. "Dan aku punya satu permintaan lagi: Aku butuh informasi tentang Dara."
"Dara?" Adrian mengerutkan kening. "Kenapa Dara?"
"Karena aku menggunakan posisiku untuk menunda kasus Maya, dan itu membuat Daniel dan Maya panik. Mereka mungkin menyerang Dara untuk mendapatkan informasi, atau untuk menekan Daniel. Aku butuh tahu semua yang kau ketahui tentang Dara dan Daniel," Kanya menuntut.
Adrian menghela napas panjang, kekecewaannya karena penolakan Kanya jelas terlihat, tetapi dia menghormati permintaan Kanya. Ini adalah kali pertama Kanya memprioritaskan orang lain selain dirinya sendiri di tengah badai ini.
"Dara tidak terlibat," Adrian menjelaskan. "Dia hanya tahu Daniel mencintai Maya dan membenci Vanguard Group. Tapi Daniel sedang terpojok. Dia sedang mencari siapa yang membocorkan informasi Cipta Graha Mandiri. Jika dia curiga itu Dara, dia akan melakukan sesuatu."
"Aku ingin kau memberikan perlindungan padanya," pinta Kanya. "Secara rahasia. Aku tidak ingin dia tahu. Tapi aku tidak bisa kehilangan dia karena kesalahan yang aku buat untukmu."
"Permintaan yang sentimentil, tetapi wajar," Adrian setuju. "Baik. Aku akan menugaskan dua pengawal di sekitar Dara, memastikan dia aman. Kau fokus pada Laksmana. Kau punya waktu 48 jam untuk memaksanya mundur sebelum aku mengambil alih dan mungkin menggunakan cara yang lebih... permanen."
Kanya mengangguk. 48 jam. Ini adalah batas waktu yang Adrian berikan, dan kegagalan berarti kehancuran profesional baginya, atau yang lebih buruk, metode 'permanen' Adrian.
"Baiklah. Aku akan menemuinya besok pagi. Aku akan menjebaknya di firmanya sendiri," kata Kanya. Dia tahu dia tidak bisa tidur malam itu. Dia harus merencanakan setiap kalimat, setiap gerakan. Dia akan membawa memo curian itu sebagai peluru, tetapi dia harus memastikan peluru itu mengenai target tanpa mengenai dirinya sendiri.
Kanya mengambil koper arsipnya. Dia tidak tidur di penthouse malam itu. Dia butuh ruang, jarak dari Adrian, untuk mempersiapkan konfrontasi yang bisa mengakhiri karirnya, atau justru membawanya ke puncak kekuasaan di firma.
Pilihan Kanya kini bukan antara benar dan salah, tetapi antara kehancuran cepat (oleh Laksmana) atau kehancuran lambat (oleh Adrian).