Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 25
Hasan mengantarkan Luna pulang.
"Jadi cita citamu jadi dokter anastesi?"
"Ya."
Senyap.
"Kamu memang mau jadi pengusha dari dulu?"
"Aku harus meneruskan usaha abi, sekaligus mengurus pesantren. Jadi tidak bisa punya keinginan lain," sahut Hasan ringan.
"Oooh....." Luna melirik Hasan yang tetap tenang.
"Adikku juga begitu. Dia lebih muda dua tahun."
"Laki laki juga?" tanya luna.
"Iya."
Hening.
"Adikku bisa menggantikan aku menjadi pimpinan pondok."
Keduanya saling tatap. Luna merasa bersalah kalo itu terjadi.
Hasan melakukan itu karen dia, kan?
"Tenang. Adikku juga pasti ngga nolak, kok." Hasan tersenyum lembut. Tatapnya teduh.
Luna tersenyum samar, kemudian mengalihkan tatap ke.luar jendela mobil. Jantungnya ngga tenang kalo lama.lama membalas tatapan teduh Hasan.
Tidak ada lagi pembicaraan hingga mobil Hasan tiba di rumah megah Luna.
"Mau mampir?" tanya Luna ketika melepas seatbeltnya. Dia yakin orang tuanya ada di rumah.
"Boleh?" Hasan menatap jam tangannya, membuat Luna baru tersadar.
"Itu.... jam yang kuberikan dulu?" tanya Luna kaget. Jam itu masih tampak bagus.
Awet banget, batinnya.
"Aku ngga pernah beli jam," senyum Hasan membuat Luna ikut tersenyum. Dalam hati senang karena Hasan masih menyimpan pemberiannya.
"Kenapa?" Tetap saja Luna nyeplos bertanya karena kepo. Hasan bisa jadi membeli yang model baru karena modelnya sudah tidak update lagi.
"Karena ini dari kamu."
DEG DEG DEG
Laki laki ini selalu bisa membuat kakinya tidak menjejak bumi.
Luna mengalihkan tatapnya, menyembunyikan rona merah di pipinya dan dan membuka pintu mobil.
"Lebih baik kamu pulang aja," usir Luna membuat Hasan tergelak pelan.
"Baiklah. Tapi besok kamu sibuk?" tanya Hasan ketika Luna baru saja mengeluarkan sebelah kakinya keluar dari dalam mobil.
"Sore?" tanya Luna sambil mengingat jadwalnya. Sepertinya besok dia akan bebas jadwal operasi. Tapi dia tidak yakin, karena sesekali ada jadwal tidak terduga. Tergantung keadaan pasien dan ketersediaan dokter anastesi seperti dirinya.
"Aku mau mengenalkanmu dengan umi."
Tubuh Luna kaku lagi.
Ternyata dia benar benar serius.
Luna jadi maju mundur. Takut, itu yang dia rasakan.
"Nanti umimu malah terkejut melihatku."
Hasan dapat melihat wajah Luna yang mulai meragu lagi.
"Tentu umi akan sangat terkejut."
"Tuh, kan, lebih baik ngga usah," tolak Luna makin ngga percaya diri.
Hasan tersenyum lembut.
"Umi dan santri di tempatku akan mengira ada artis yabg datang berkunjung."
Luna terpana mendengarnya.
"Karena .... kamu cantik sekali," lanjutnya lagi tanpa nada merayu.
Luna bisa merasakannya. Tapi dia selalu denial.
Dua kali di hari ini Luna sudah mendengar Hasan memujinya cantik. Dan efeknya sama, selalu membuat hatinya melayang.
Hanya Hasan yang bisa membuatnya begitu.
Setelah bisa menenangkan diri, Luna perlahan turun dari dalam mobil, Luna menatap Hasan sebelum menahan pintu mobilnya untuk dia tutup.
"Thank's," ucapnya dengan pipi meronanya.
Hasan hanya tersenyum, tapi tatapnya sangat dalam.
"Ohya, Hasan, hari ini kamu belum cek tensi," lanjut Luna berusaha ngga terpengaruh dengan pujian Hasan.
"Besok saja. Ngga usah khawatir, aku rutin makan obatnya."
"Syukurlah."
Luna menutup pintu mobilnya dan Hasan menurunkan kaca jendela mobil tempat Luna berada.
"Hati hati pulangnya." Luna mundur selangkah.
"Ya, sampai jumpa besok."
Luna ngga menjawab, tapi dia menatap mobil Hasan yang melaju pelan meninggalkan rumahnya.
Setelah mobil itu keluar dari gerbang rumahnya, Luna menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Panik kini yang dia rasakan.
Apa reaksi uminya Hasan saat melihat penampilannya, ya?
*
*
*
Laila yang gusar setelah mendapatkan foto foto Hasan yang berduaan dengan Luna langsung menelpon uminya Hasan. Selama ini uminya Hasan juga sudah menganggapnya sebagai calon istri Hasan.
Laila lega uminya Hasan menerima telponnya di dering pertama.
Salamnya pun dijawab dengan ramah dan lembut oleh uminya Hasan.
"Ada apa, Laila?"
"Em.... Maaf, umi..... Hasan belum pulang?" tanya Laila pelan. Dia berharap, setelah mendapat telponnya, uminya Hasan langsung menelpon laki laki itu hingga bisa cepat pulang.
"Belum, laila."
Hening....
Laila mengatur nafasnya perlahan.
"Umi......, Laila tadi diberitau teman Laila kalo Hasan sedang bersama Luna."
Sunyi sesaat.
"Ooh..... Iya. Tadi sore Hasan sudah pamit dengan umi, sedang menemui Luma di rumah sakit." Suara Umi terdengar serba salah.
Hati Laila merasa dicubit dengan keras..
Umi sudah merestui hubungan keduanya? Hatinya terasa sakit. Tapi dia ngga akan menyerahkan Hasan begitu saja dengan Luna.
"Oooh, umi sudah tau, ya...."
"Iya, Laila."
Hening.
"Umi..... bolehkan kalo Laila tetap bersama Hasan. Laila ikhlas kalo nanti Hasan menikahi Luna. Laila tidak apa apa umi...., dipoligami." Bibirnya agak bergetar saat mengucapkannya.
Poligami? Tidak pernah ada dalam tujuan hidupnya awalnya. Tapi dari pada ditinggalkan Hasan, lebih baik dia merelakan Hasan juga menikahi Luna.
Sampai beberapa detik berlalu, belum ada jawaban dari uminya Hasan.
"Umi.... Karena Luna kurang paham soal agama, aku nantinya yang akan menghandle masalah itu. Umi tau, kan, aku ngga pernah mengecewakan saat ikut serta di acara keagamaan."
Masih hening.
"Baiklah, nanti akan umi bicarakan dengan Hasan dan abinya."
"Terimakasih, umi."
Luna, jangan mimpi langkahmu akan mulus untuk mendapatkan Hasan, serapahnya dalam hati.
*
*
*
Umi menutup telponnya dengan perasaan bingung. Suaminya menatap lekat.
"Laila bilang apa?"
Siti Azizah menghela nafas panjang.
"Temannya melihat keberadaan putra kita dengan Luna."
ALi Wahab menghela nafas panjang.
"Cepat atau lambat pasti akan ada yang melihat."
Siti Azizah menghembuskan nafas dengan ganjalan yang bertumpuk di dalam rongga dadanya.
"Ada lagi, bi."
"Apa lagi?" Ali Wahab menatap istrinya lembut.
"Laila tetap mau menikah dengan Hasan...... Dia juga mau dipoligami."
Ali Wahhab mematung.
Dia yakin putranya tidak akan pernah setuju dengan ide poligami itu.
"Bagaimana ini abi?" Suara istrinya terdengar panik dan wajahnya tampak sangat resah.
"Nanti kita bicarakan lagi kalo Hasan sudah pulang," putus Ali Wahab berusaha menenangkan istrinya.
Istrinya hanya bisa mengangguk pelan. Tapi tatap panik itu tetap terlihat di sepasang mata uminya Hasan.
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡