Jiang Shen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, hidup di tengah kemiskinan bersama keluarganya yang kecil. Meski berbakat dalam jalan kultivasi, ia tidak pernah memiliki sumber daya ataupun dukungan untuk berkembang. Kehidupannya penuh tekanan, dihina karena status rendah, dan selalu dipandang remeh oleh para bangsawan muda.
Namun takdir mulai berubah ketika ia secara tak sengaja menemukan sebuah permata hijau misterius di kedalaman hutan. Benda itu ternyata menyimpan rahasia besar, membuka pintu menuju kekuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sejak saat itu, langkah Jiang Shen di jalan kultivasi dimulai—sebuah jalan yang terjal, berdarah, dan dipenuhi bahaya.
Di antara dendam, pertempuran, dan persaingan dengan para genius dari keluarga besar, Jiang Shen bertekad menapaki puncak kekuatan. Dari remaja miskin yang diremehkan, ia akan membuktikan bahwa dirinya mampu mengguncang dunia kultivasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Final
Arena seketika bergemuruh begitu gong tanda dimulainya pertarungan final dipukul. Jiang Shen dan Lin Xueyin langsung bergerak tanpa ragu.
CLANG! CLANG! CLANG!
Pedang mereka beradu dalam rentetan serangan yang begitu cepat hingga sebagian besar penonton hanya mampu melihat kilatan cahaya api dan es yang saling menelan satu sama lain.
Dari tubuh Jiang Shen, aura api membara keluar, panasnya membuat udara sekitar bergetar, seakan nyala matahari kecil hidup di panggung. Setiap tebasannya mengandung kekuatan menghancurkan. Namun, Lin Xueyin tidak gentar sedikitpun. Dari tubuhnya, hawa dingin yang menusuk tulang menyebar, dan setiap ayunan pedangnya meninggalkan jejak es tipis yang memantulkan cahaya hijau zamrud gaunnya.
Kecepatan keduanya benar-benar menakjubkan. Jiang Shen mengandalkan elemen petir untuk melesat lebih cepat dari mata bisa menangkap, tubuhnya bagai kilatan cahaya yang menyambar dari satu sisi ke sisi lain. Sedangkan Lin Xueyin, dengan tenang menggunakan elemen angin untuk meringankan tubuhnya, membuat langkahnya ringan seperti bayangan peri. Hasilnya, setiap gerakan mereka tampak seimbang, saling menutup celah, saling menguji.
“Luar biasa! Secepat itu … aku bahkan tak bisa melihat gerakan pedang mereka!” seru salah satu penonton dari tribun.
“Api melawan es, kecepatan melawan ketenangan … pertarungan ini benar-benar di luar nalar!” sahut yang lain dengan mata membelalak.
Gemerincing logam yang beradu menggema tanpa henti, iramanya keras, cepat, dan penuh ketegangan. Sesekali, dentuman dahsyat terdengar ketika api Jiang Shen bertubrukan langsung dengan es Lin Xueyin, membuat percikan menyilaukan yang menembus langit-langit arena.
Namun perlahan-lahan, tekanan mulai berpihak. Lin Xueyin, yang ternyata sudah berada di ranah Inti Emas level 2, menunjukkan keunggulannya. Sementara Jiang Shen, meski hanya di level 1, tetap bertahan dengan tekad keras dan teknik pedang matahari andalannya. Penonton semakin berdebat, sebagian yakin Jiang Shen akan runtuh dalam waktu dekat, sementara yang lain percaya ia bisa melakukan keajaiban lagi.
Sepuluh menit berlalu, dan pertempuran mencapai puncaknya. Pedang Jiang Shen yang hanya senjata biasa mulai menunjukkan kelemahannya. Setiap kali bertubrukan dengan pedang pusaka tingkat Awan milik Xueyin, getaran keras menjalar hingga ke lengan Jiang Shen. Retakan demi retakan muncul di sepanjang bilah pedangnya, suara logam patah mulai terdengar.
CRACK!
Retakan semakin jelas, pedang itu bergetar hebat.
“Pedangnya … tidak akan bertahan lama lagi!” seorang penonton berseru panik.
“Itu hanya senjata biasa! Mana mungkin bisa menahan pusaka tingkat Awan terus-menerus!” tambah yang lain.
Di menit terakhir bentrokan, saat keduanya sama-sama mengerahkan tenaga penuh, pedang Jiang Shen akhirnya tidak mampu lagi menahan beban. Bilahnya hancur berkeping-keping di udara, potongan logam berkilauan memantul sinar matahari sebelum jatuh berserakan di arena. Yang tersisa hanyalah gagang pedang di tangan Jiang Shen.
Arena mendadak sunyi. Semua penonton terperangah melihat pemandangan itu.
“Pedangnya … hancur!?”
“Bagaimana dia bisa melawan tanpa pedang!?”
Keheningan itu hanya bertahan sesaat, lalu riuh heboh langsung meledak. Semua orang membicarakan nasib Jiang Shen—apakah ini akhir perjalanannya, atau justru awal kebangkitan lain yang tak terduga.
Di tengah semua kegaduhan, Jiang Shen hanya menatap gagang pedangnya. Wajahnya tetap tenang, matanya tajam, seakan kehancuran senjata itu bukanlah akhir, melainkan telah ia duga sebelumnya.
Lin Xueyin berdiri di hadapannya dengan anggun. Hawa dingin dari tubuhnya membuat udara sekitarnya berembun tipis, wajahnya begitu tenang namun sorot matanya tajam menusuk. Ia menatap gagang pedang di tangan Jiang Shen lalu berkata dengan suara yang dingin namun sedikit mengandung nada kecewa,
“Apakah kau benar-benar akan mengecewakan ku seperti ini?”
Suara itu menggema di seluruh arena, membuat penonton terdiam. Pertanyaan itu terdengar seperti sebuah penghakiman, tapi juga ujian—seolah Xueyin ingin melihat sejauh mana Jiang Shen mampu berdiri.
Namun Jiang Shen tidak menunjukkan sedikitpun kegugupan. Sebaliknya, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. Dengan tatapan tenang, ia menjawab,
“Tenang saja … aku sudah mengantisipasi hal ini.”
Kata-katanya membuat orang-orang mengerutkan dahi bingung. Tapi sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, Jiang Shen mengangkat tangan kirinya. Dari cincin ruang di jarinya, cahaya ungu berkilau keluar, dan perlahan membentuk wujud sebuah pedang baru.
Saat cahaya itu padam, pedang sepanjang setengah meter kini berada di genggamannya. Bilahnya berwarna ungu gelap, berkilau seperti cahaya malam, dengan alur tipis menyerupai kilatan petir yang mengalir di sepanjang pedang. Setiap orang yang melihatnya bisa merasakan aura tajam dan berat yang jauh berbeda dari senjata biasa.
“Pusaka tingkat Bumi!” seru seseorang dari tribun dengan nada terkejut.
“Benar-benar … dia menyembunyikan kartu trufnya!” sahut yang lain.
Jiang Shen menggenggam pedang itu erat-erat, lalu dengan santai mengayunkannya sekali di udara. Srett! Suara bilah pedang membelah angin terdengar jernih, aura ungunya berdenyut kuat, membuat tanah di bawah kakinya sedikit bergetar.
Ternyata, malam sebelum pertandingan, Jiang Shen sudah memeriksa pedang lamanya dan menyadari bahwa senjata itu tidak akan mampu bertahan dalam bentrokan besar melawan pusaka Lin Xueyin. Karena itu, ia diam-diam membeli pedang baru sebagai persiapan—dan bukan sembarang pedang, melainkan sebuah pusaka tingkat Bumi. Walau hanya satu tingkat di bawah pusaka Awan milik Xueyin, kekuatan pedang ini sudah cukup baginya untuk bertarung dengan keyakinan penuh.
Jiang Shen menatap Xueyin lagi, kali ini dengan mata yang menyala penuh semangat. Senyumnya tidak memudar, justru semakin dalam.
“Pedang ini sudah cukup. Mari kita lihat … apakah aku benar-benar akan mengecewakanmu.”
Aura ungu pedang barunya bergetar, membelah udara dengan tekanan tajam. Penonton serentak berdiri, bersiap menyaksikan babak baru dari duel yang bahkan lebih panas daripada sebelumnya.
MC nya belom mengenal luas nya dunia karena belom berpetualang keluar tempat asal nya,hanya tinggal dikota itu saja
Jangan buat cerita MC nya mudah tergoda pada setiap wanita yg di temui seperti kebanyakan novel2 pada umum nya,cukup 1 wanita.