✍🏻 Spin-off Dearest Mr Vallian 👇🏻
Cinta itu buta, tapi bagaimana jika kau menemukan cinta saat kau memang benar-benar buta? Itulah yang di alami Claire, gadis berusia 25 tahun itu menemukan tambatan hatinya meskipun dengan kekurangannya.
Jalinan cinta Claire berjalan dengan baik, Grey adalah pria pertama yang mampu menyentuh hati Claire. Namun kenyataan pahit datang ketika Claire kembali mendapatkan penglihatannya. Karena di saat itu juga, Claire kehilangan cintanya.
"Aku gagal melupakanmu, aku gagal menghapus bayang-bayangmu, aku tidak bisa berhenti merindukanmu. Datanglah padaku, temuinaku sekali saja dan katakan jika kau tidak menginginkanku lagi." Claire memejamkan matanya mencoba merasakan kembali kehadiran kekasih hatinya yang tiba-tiba menghilang entah kemana.
📝Novel ini alurnya maju mundur ya, harap perhatikan setiap tanda baca yang author sematkan disetiap paragraf 🙂
Bantu support dengan cara like, subscribe, vote, dan komen.
Follow FB author : Maria U Mudjiono
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24
"Ada apa?" tanya Sara setelah Nick baru saja menerima sebuah panggilan telepon.
"Besok akan ada orang dari pemerintahan datang kesini," Sara mengerutkan keningnya. Tidak biasanya orang pemerintahan datang ke mansion, biasanya mereka akan bertemu di luar atau di kantor Nick.
"Apa di perusahaan sedang ada masalah?" Nick menggeleng. Perusahaan pusat memang stabil, hanya beberapa cabang yang bermasalah, salah satunya cabang yang berada di New York. Tapi Sera sudah mengirim Sky untuk menanganinya, meskipun dengan sedikit perdebatan.
"Ini sedikit aneh, karena mereka meminta semua anggota keluarga berkumpul." kata Nick menatap Sara.
"Sebelumnya tidak pernah seperti ini," Nick mengangguk setuju. Biasanya hanya Nick atau Sera yang bertemu dengan orang pemerintah, tapi kali ini pejabat pemerintah itu ingin semua anggota keluarga Chevalier berkumpul.
"Dimana Sera?"
"Di kamarnya," wajah wanita paruh baya itu terlihat sendu saat mengingat putrinya.
"Aku hanya kehilangan Sora, tapi aku merasa kehilangan keduanya." ucap Sara. Nick langsung menggenggam tangan istrinya.
"Kita sudah melakukan yang terbaik, mencari Sora tanpa mengabaikan Sera. Kita selalu menyayangi dan tidak pernah menyalahkan nya. Mereka putri kesayangan kita, tanpa membeda-bedakan." Nick mengingatkan Sara jika mereka sebagai orang tua sudah melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya. Hanya saja Sera masih terjebak dengan penyesalan dan rasa bersalahnya.
"Aku tahu, tapi aku ingin Sera keluar dari bayang-bayang tragedi itu. Hidup putriku lebih menyedihkan dari pada hidupku dulu." mata biru itu sudah mulai berkaca-kaca. "Dulu aku hanya terkurung ditengah hutan, tapi jiwaku bebas tanpa beban meskipun aku kesepian. Tapi Sera..." Nick langsung menarik Sara dalam pelukannya.
Sebagai seorang kepala keluarga, Nick sangat merasa gagal karena tawa putrinya hilang sekian tahun. Belum lagi tangis sang istri yang tiba-tiba pecah ketika mengingat putrinya, tapi Nick hanya bisa menelan pil pahit itu sendirian. Nick harus terlihat kuat karena dialah kekuatan dan pelindung bagi istri dan anak-anaknya.
"Semua pasti akan berlalu, ini hanya tentang waktu." Nick menenangkan Sara yang menangis dalam pelukannya. Tanpa mereka sadari, jika orang yang menjadi objek pembicaraan mendengar semuanya dari balik tembok.
"Maaf, karena aku kalian semua menderita," bisik Sera dengan air mata yang sudah membasahi pipi mulusnya. "Aku memang egois, hanya memikirkan diri sendiri." lagi-lagi Sera menyalahkan dirinya sendiri.
....
"Kita naik helikopter?" tanya Claire bingung saat disuruh naik helikopter.
"Ya, kita tidak bisa membuang-buang waktu lagi, Nona." kata Josef.
"Baiklah kalau begitu," Claire masuk dalam helikopter disusul Josef dan Jobs yang sebenarnya tidak ingin ikut
"Tuhan, ini kedua kalinya aku menyebutnya namamu. Percayalah padaku," batin Jobs menutup matanya saat helikopter itu mulai terbang.
Perjalanan yang seharusnya memakan waktu hampir tiga jam itu kini menjadi tiga puluh menit. Helikopter itu siap mendarat di helipad mansion Chevalier, disana sudah ada Paman Garry yang menyambut kedatangan mereka.
"Mari, Nona." Josef mengulurkan tangannya membantu Claire turun dari helikopter.
"Terimakasih," ucap Claire tersenyum. Namun senyum itu tidak terlihat karena tertutup syal yang ada di lehernya.
"Silahkan, Tuan." ucap paman Gerry membawa mereka masuk dalam mansion.
Claire hanya diam dan mengikuti Josef dari belakang, sedangkan Jobs berjalan di belakang Claire, membuat Josef mengumpat dalam hati, namun tidak bisa melakukan apa-apa.
"Tuan, mereka sudah datang." ucap paman Gerry. Nick dan Sara yang berada di ruang tamu menyambut kedatangan mereka.
"Selamat datang di kediaman kami, Tuan Josef." Nick mengulurkan tangannya.
"Terimakasih, Tuan Chevalier." Josef menyambut ukuran tangan Nick. Lalu mereka berenam duduk di ruangan itu.
"Sebelumnya, saya akan memperkenalkan diri." Josef menelan ludahnya. "Saya Josef Bretton, saya bekerja di kedutaan besar Prancis yang berada di Stockholm Swedia. Dan dia rekan kerja saya Jobs Luther, dia bekerja di kota Loire Valley." kata Josef terkesan bertele-tele, namun sukses membuatnya berkeringat dingin meskipun diluar salju menggunung.
"Lalu?" Nick mengedikkan dagunya kearah Claire yang hanya terlihat matanya, wajahnya tertutup syal dan capuchon yang ada di kepalanya.
"Nona ini Claire Burnet," kata Josef bingung harus memulai darimana.
"Nona Claire adalah seorang warga negara Prancis yang di adopsi oleh keluarga asal Swedia." Nick dan Sara terlihat bingung. "Namun mereka menggunakan cara ilegal saat proses adopsi itu," sambung Josef membuat Tuan rumah semakin bingung.
"Tapi Tuan Josef, kami tidak pernah berurusan dengan proses adopsi seseorang." kata Nick dengan nada rendah.
"Saya tahu. Keluarga Burnet bertemu dengan Nona Claire 18 tahun yang lalu di hutan dan..." Josef menatap Nick dan Sara. "Da-dalam kondisi kecelakaan parah, bahkan Nona Claire mengalami kebutaan." tak ayal penjelasan Josef membuat jantung Nick dan Sara berpacu lebih cepat.
"Katakan dengan jelas!" suara Nick terdengar mengintimidasi.
"Tuan, kami ingin memastikan apakah...."
"Sora," Sera langsung memeluk Claire. "Kau putriku," tangannya membuka syal dan capuchon Claire hingga air matanya tidak dapat terbendung lagi.
"Nick, dia Sora! Putriku." teriak Sara kembali memeluk Claire yang hanya diam saja.
Meskipun Claire sama sekali tidak ingat Sara, namun hatinya menghangat dan ada perasaan rindu membuncah yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
"Kenapa lama sekali meninggalkan Mommy, humm..." Sara mengecup seluruh wajah Claire hingga basah kerena air matanya.
"Putri Mommy sudah kembali," Sara kini meraih kedua tangan Claire. Tangan kecil dan mungil yang dulu selalu di cium nya kini sudah sebesar tangannya.
"Sora," suara Nick yang biasanya terdengar tegas kini menjadi parau.
Josef dan Jobs yang tadinya duduk mengapit Claire kini berdiri dan menyaksikan suasana mengharu biru itu. Nick menciumi puncak kepala Claire menyalurkan rindu yang sudah menggunung.
"Putri kecil Daddy akhirnya kembali," tanpa malu Nick meneteskan air matanya. Didepan sang istri, jika biasanya Nick akan menangis dalam diam dan sembunyi-sembunyi saat merindukan Sora. Kini Nick seolah melepaskan semuanya karena sudah terlalu lama menahan sendirian.
"Katakan sesuatu sayang, jangan diam saja." ucap Sara karena Claire masih membisu.
"Apa aku benar-benar putri kalian?" tanya Claire menatap Nick dan Sara.
"Tentu saja, kau putri kami." kata Nick. Sedangkan Sara hanya bisa menangis dan menciumi tangan Claire.
"Apa kalian tidak perlu melakukan semacam tes DNA?" tanya Claire dengan polosnya membuat tangis Sara semakin tergugu.
"Kami tidak akan salah mengenali darah daging kami. Dan kami tidak memerlukan tes itu." kata Nick. Karena tanpa tes DNA, Nick sangat yakin jika Claire adalah Sora, sebab wajahnya sama seperti Sera.
"Apa kau benar-benar tidak ingat Mommy?" Sara mengusap wajah cantik Claire. Sedangkan Claire menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa jika kau tidak ingat Mommy. Tapi kenyataan jika kau putri Mommy tidak akan berubah, dunia bisa sangat kejam memisahkan ibu dan anak, tapi iktakan darah tidak bisa di ubah." Sara menggenggam erat tangan Claire, seolah menegaskan jika Claire benar-benar putrinya.
"Mommy," ucap Claire pelan. Hatinya bergetar saat menyebut kata Mommy, hingga tanpa terasa air matanya ikut menetes.
"Ya ini Mommy, sayang. Mommy ada disini, jangan tinggalkan Mommy lagi." Sara memeluk erat tubuh Claire seolah tidak ingin di lepaskan.
"Thank God, kali ini aku benar-benar berterimakasih padamu." batin Nick mengusap air matanya.
*
*
*
*
*
TBC
Author ngetik episode ini juga sambil nangis, karena author membayangkan jika saja mamak author tiba-tiba kembali seperti Sora. Tapi itu sangat tidak mungkin karena kematian adalah pemenangnya 😔
Maaf ya, author jadi curhat, semoga emosinya sampai pada para readers 🥹 🥹 🥹
Harry merasa tak bisa menempatkan diri, padahal Nick sudah menganggap Harry seperti sahabatnya. Gua rasa Sara Dan Nick bs menerima nya..