Ariana selalu percaya bahwa hidup adalah tentang menjalani hari sebaik mungkin. Namun, apa yang terjadi jika waktu yang dimiliki tak lagi panjang? Dia bukan takut mati—dia hanya takut dilupakan, takut meninggalkan dunia tanpa jejak yang berarti.
Dewa tidak pernah berpikir akan jatuh cinta di tempat seperti ini, rumah sakit. Baginya, cinta harusnya penuh petualangan dan kebebasan. Namun, Ariana mengubah segalanya. Dalam tatapan matanya, Dewa melihat dunia yang lebih indah, lebih tulus, meski dipenuhi keterbatasan.
Dan di sinilah kisah mereka dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azra amalina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia yang Terungkap: Ariana Memiliki Saudara Kembar
Malam itu, setelah Ariana puas bermain hujan-hujanan dan kembali ke kamar perawatan untuk berganti pakaian, Dewa dan Bang Ardan duduk berdua di bangku taman rumah sakit. Udara masih terasa dingin, dan aroma tanah basah bercampur dengan kesunyian yang melingkupi mereka.
Bang Ardan menatap langit yang masih sedikit gerimis, lalu menarik napas panjang. Raut wajahnya terlihat serius, seolah ada sesuatu yang selama ini ia simpan rapat-rapat.
"Dewa, ada sesuatu yang harus kamu tahu."
Dewa menoleh, alisnya sedikit berkerut. “Apa itu, Bang?”
Bang Ardan menghela napas, lalu menatap Dewa dengan tatapan yang sulit diartikan. “Ariana… dia punya saudara kembar.”
Dewa terdiam seketika. “Apa?”
Bang Ardan mengangguk pelan. "Dia punya kembaran. Perempuan. Tapi…" Bang Ardan menggigit bibirnya sejenak sebelum melanjutkan, "Waktu mereka lahir, orang tua kami nggak sanggup merawat keduanya. Kami bukan keluarga yang berkecukupan, dan keadaan waktu itu benar-benar sulit. Akhirnya, salah satu dari mereka… diberikan untuk diadopsi oleh keluarga kaya raya."
Dewa masih berusaha mencerna informasi itu. “Jadi… Ariana nggak tahu kalau dia punya saudara kembar?”
Bang Ardan menggeleng. “Nggak. Sejak kecil, dia hanya tahu dirinya anak bungsu di keluarga ini. Aku juga baru tahu beberapa tahun yang lalu dari Ibu, tapi kami semua sepakat untuk nggak memberitahu Ariana, takut dia nggak siap.”
Dewa menyandarkan punggungnya ke bangku, pikirannya berkecamuk. Ariana memiliki saudara kembar? Seorang perempuan yang entah di mana sekarang, dibesarkan dalam kehidupan yang jauh berbeda?
“Lalu… kamu tahu di mana dia sekarang?” tanya Dewa akhirnya.
Bang Ardan mengangguk pelan. “Iya, aku tahu siapa orang tua angkatnya. Mereka keluarga terpandang, tinggal di luar negeri. Tapi… aku nggak pernah mencoba menghubungi mereka.”
Dewa menghela napas panjang. “Kenapa?”
Bang Ardan tersenyum tipis, tapi penuh kepedihan. “Karena aku nggak yakin. Aku nggak tahu apakah itu keputusan yang benar. Ariana sudah cukup menderita dengan kondisinya sekarang. Apa dia benar-benar perlu tahu bahwa dia punya saudara kembar yang hidup jauh lebih baik darinya?”
Dewa terdiam. Ia bisa memahami kebimbangan Bang Ardan, tapi di sisi lain, ia juga tahu Ariana berhak mengetahui kebenaran tentang dirinya.
Setelah beberapa saat hening, Dewa berkata pelan, “Mungkin suatu hari nanti… kita bisa mencari tahu lebih jauh. Bukan untuk menyakiti Ariana, tapi untuk memberinya bagian dari hidupnya yang selama ini hilang.”
Bang Ardan menatapnya lama, lalu mengangguk. “Mungkin kamu benar.”
Malam itu, rahasia besar yang selama ini tersembunyi mulai terungkap. Dan Dewa tahu, ini baru awal dari sebuah cerita yang lebih besar.
...***************...
Hujan mulai mereda, hanya menyisakan tetesan air yang masih mengalir di dedaunan dan aspal basah. Ariana masih berdiri di tengah halaman kecil rumah sakit, menikmati momen terakhirnya di bawah langit malam yang dingin.
Bang Ardan yang sejak tadi memperhatikan akhirnya melangkah mendekat. “Ariana, udah cukup. Sekarang waktunya istirahat.”
Ariana menoleh dengan senyum kecil. “Sebentar lagi, Bang… Aku masih ingin di sini.”
Bang Ardan menggeleng. “Kamu baru pulih, nggak boleh memaksakan diri.” Ia lalu menatap Dewa, meminta bantuannya untuk meyakinkan Ariana.
Dewa tersenyum kecil, lalu berkata lembut, “Ariana, besok masih ada hujan. Kamu bisa menikmatinya lagi kalau kamu sehat. Sekarang kita masuk, ya?”
Ariana akhirnya menghela napas pelan, lalu mengangguk. “Iya… aku ngerti.”
Bang Ardan membantu Ariana berjalan menuju kamar perawatannya, memastikan langkahnya tetap stabil. Saat mereka tiba di depan pintu kamar, Dewa menghentikan langkahnya dan menatap Ariana dengan lembut.
“Ariana, aku pulang dulu, ya.”
Ariana langsung menoleh, sedikit terkejut. “Sekarang?”
Dewa mengangguk. “Udah malam, aku juga harus istirahat.”
Ariana terdiam sejenak, lalu berkata pelan, “Besok kamu datang lagi, kan?”
Dewa tersenyum, menepuk puncak kepalanya dengan lembut. “Tentu. Aku pasti datang lagi.”
Ariana akhirnya tersenyum kecil dan mengangguk. “Baiklah… hati-hati di jalan.”
Dewa menatapnya sebentar sebelum berpamitan kepada Bang Ardan, lalu melangkah pergi. Sementara itu, Bang Ardan membawa Ariana masuk ke dalam kamar, memastikan adiknya beristirahat dengan tenang.
Di luar, hujan telah berhenti sepenuhnya, meninggalkan udara yang sejuk—dan hati yang sedikit lebih hangat.
...****************...