21+🔥🔥🔥
Ben Alberto Adiwangsa, seorang laki-laki dewasa berumur 29 tahun, yang memiliki wajah tampan dengan hidung runcing, alis tebal, rahang yang kokoh, serta memiliki tubuh tinggi tegap, sosok sempurna yang mampu membuat gadis manapun tak akan mampu menolak pesonanya.
Namun siapa sangka, seorang Ben memiliki kisah yang begitu rumit, sebuah kisah cinta pahitnya di masa lalu, yang membuat Ben sampai kini enggan untuk memulai kembali hubungan serius dengan gadis manapun.
4tahun yang lalu tepatnya 2 hari menjelang pertunangannya dengan Sandra kekasihnya, ia tak sengaja memeregoki gadis yang dicintainya itu tengah berduaan dengan seorang laki-laki dalam keadaan yang begitu intim, di dalam Apartemen milik kekasihnya.
Hingga suatu hari ia harus menerima kenyataan, bahwa dirinya dipaksa menikahi gadis cacat yang telah ia tabrak, akibat dari keteledorannya saat berkendara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawarjingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lepaskan Putri
"Kenapa harus Ben Om, kenapa harus Ben yang menjadi suami Putri, lagi pula apa sih, kenapa Om menikahkan Putri secepat itu, bukankah usia Putri masih muda Om."
"Dan kenapa saya sampai nggak tahu soal ini?"
Terlihat Arfan menyentak nafasnya kasar, menyenderkan tubuhnya kesandaran sofa.
"Panjang ceritanya Za, jelas kamu nggak tahu, karena saat itu kamu sedang berada di Surabaya kan, mengajari adik kamu untuk mengelola perusahaan papa kamu."
"Tapi kenapa Om, saya pikir Om tidak akan menikahkan Putri secepat itu."
"Saat itu keadaannya serba kurang baik Za, Putri mengalami kecelakaan yang mengakibatkan lumpuh di kedua kakinya, dan tante Yani tidak sanggup merawat keadaan Putri yang seperti itu, dan Om tidak punya pilihan lain, selain mengikuti sarannya untuk menikahkan Putri dengan Ben, yang akan menjamin kehidupannya."
"Tapi kenapa harus Ben Om, kenapa saat itu Om tidak menyuruh saya aja yang menikahi Putri."
"Karena kecelakaan yang dialami Putri itu terjadi karena Ben."
"Tapi saya bersedia jika saat itu harus menikahi Putri."
"Za, itu tidak mungkin! lagi pula selama ini kan kamu hanya menganggap dia seperti adik kamu sendiri."
"Om salah, saya menganggap Putri seperti adik karena saya pikir dia belum cukup dewasa untuk menikah, saya sebenarnya sangat mencintai Putri Om, dan saya menunggu dia untuk dewasa dulu, karena saya tidak mau hanya sekedar memiliki status memacari atau berpacaran, saya akan langsung menikahi dia."
Deg!
"Tapi Za, sekarang semuanya sudah terlambat, Putri sudah menikah!"
"Tapi pernikahan itu di lakukan karena terpaksa Om, jadi saya yakin mereka tidak saling mencintai."
"Za, dengar Om! bagaimanapun keadaannya mereka sudah menikah, Om tidak memiliki hak lagi untuk mengambil Putri kembali Za, Om harap kamu bisa mengerti."
"Saya butuh waktu untuk bisa mengerti Om, saya pamit!" ujar Rezza yang langsung pergi begitu saja dari hadapan Arfan.
*
*
"Tuan Ben tidak bekerja?" ujar Putri ketika melihat suaminya pagi ini masih memakai pakaian santainya, sembari mengetikan sesuatu di layar pintarnya.
"Ini hari sabtu Ri, jelas aku libur!"
Sejak kapan dia libur di hari sabtu, yang bahkan hari minggu pun tak ia sisakan batin Putri penuh tanya.
Melihat kebingungan Putri, Ben pun beranjak dari duduknya, "Apa yang kau pikirkan sayang, hm?" mengelus pipi Putri menggunakan punggung tangannya.
"Euhmz bukannya biasanya tuan tidak pernah libur?" balas Putri ambigu.
"Kata siapa, aku selalu libur sayang, hanya saja tidak pernah diam dirumah."
"K-kenapa?"
"Kamu mau tahu alasannya?"
"Hmmm."
"Yakin, mau tahu alasannya?" ulang Ben, dengan gaya menggoda.
"Alasannya, karena aku takut semakin jatuh cinta padamu." bisik Ben yang membuat tubuh Putri meremang, lalu Ben membalikan tubuhnya menghadap keluar kaca.
"Aku sudah berusaha mengalihkan pikiranku dengan setumpuk pekerjaanku, tapi nyatanya aku tak bisa menghilangkan mu dari pikiranku, aku sendiri tidak percaya bahwa aku bisa segila ini."
"Maafkan aku telah menyakitimu selama ini sayang, kau boleh memberikan aku hukuman apapun, asal jangan pernah meninggalkanku." lanjut Ben yang kini kembali kehadapan Putri seraya memegangi kedua bahunya.
"Beri aku kesempatan sayang."
"Lalu bagaimana dengan wanita itu, bukankah tuan sangat mencintainya."
"Wanita, wanita mana yang kau maksud?" seru Ben dengan dahi berkerut.
"Sandra."
"Dia masa laluku, dan aku tidak pernah lagi berhubungan dengannya asal kau tahu."
"Benarkah, tapi saya sudah beberapa kali melihat anda sedang bersama wanita itu?" balas Putri yang menatap kelain arah.
Ben menyunggingkan senyumnya, "Kau cemburu?"
"T-tidak."
"Untuk apa saya cemburu." balas Putri ketus, yang membuat Ben menunduk lemah, "Baiklah!" lanjutnya yang terdengar putus asa.
"Bersiaplah, kita akan kerumah mama hari ini, mama sangat merindukanmu."
"Tapi Tuan?"
"Bisakah kau tidak memanggilku Tuan sayang, please!" ujar Ben dengan nada yang terdengar sangat memohon.
"Apa kak Alby ada disana juga."
Deg!
Tak menjawab, Ben memilih melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya dengan rahang mengeras, tak terima jika istri yang dicintainya menanyakan laki-laki lain yang bahkan kakaknya sendiri, dan lebih parahnya ia adalah mantan kekasihnya.
"Kak tunggu,"
"Kak Ben tunggu!" ulang Putri, saat laki-laki itu tak kunjung menghentikan langkahnya, membuat Ben benar-benar berhenti, diam tak bergerak, tidak juga menoleh kearahnya.
"Saya hanya tidak ingin kejadian malam itu terulang lagi, kalian berantem dan saling menyakiti."
Deg!
Ben membalikan tubuhnya seketika, "Malam itu,? apakah malam itu kau ada disana, jadi benar aku tidak salah lihat waktu itu." Ben mengayunkan kakinya melangkah mendekati Putri, mengikis jarak diantara mereka.
"S-saya?"
"Jadi benar, tangan ini adalah tangan yang sama, yang menggenggam ku waktu itu?" sambung Ben, yang kini menggenggam lembut tangan mungil Putri.
"Kau peduli padaku, kau takut aku terluka?"
"Siapapun yang mengalaminya, saya pasti akan melakukan hal yang sama."
"Benarkah?" bisik Ben dengan jarak yang hanya beberapa Centi dari wajah Putri.
"Termasuk menggenggamnya seperti ini." mengacungkan sepasang tangan yang bertaut itu tepat didepan kedua bola mata Putri.
"Kak?"
"Kau tahu sayang, bahwa selama ini aku begitu tersiksa?"
"Aku tersiksa dengan perasaan ini, perasaan yang seharusnya tak kumiliki." lanjut Ben dengan kedua sudut mata yang mengeluarkan cairan bening, yang membuat Putri semakin kebingungan.
"Kak,?"
"Beri aku kesempatan sayang, sekali lagi!"
"Kak,?"
"Aku mohon."
Tak punya pilihan lain, Putri pun hanya mengangguk pasrah, pasalnya laki-laki yang berwajah angkuh itu tak biasanya terlihat begitu rapuh seperti sekarang ini.
******
"Putri, yaampun menantu kesayangan mama!" teriak Maura yang begitu antusias menyambut kedatangannya.
"Kok kurusan sih nak, si Ben nggak bikin kamu bahagia ya?" lanjut Maura yang membuat Ben mendengus, lalu melangkahkan kakinya kedalam rumah.
"Nggak kok ma, kak Ben baik kok orangnya." balas Putri seraya memaksakan senyumnya.
"Masa sih?"
"Iya ma!"
"Yaudah yuk kita kedalem, cobain kue buatan si Alby."
"kak A-alby ma?"
"Iya sayang Alby, kakaknya Ben kamu kenal?"
Deg!
Maura tergelak, "Kok jadi tegang gitu sih mukanya, udah yuk ah kedalem, Alby nggak ada kok, dia lagi ikut papanya mancing."
Dengan perasaan canggung Putri pun mengikuti langkah Maura hingga kedalam.
"Sayang, ini kuenya di makan ya, mama mau ngobrol sebentar sama Ben," melirik Ben yang memasang wajah datarnya.
"Sebentar ya sayang, ayo Ben?" melangkah terlebih dahulu menuju ke lantai atas.
"Jadi gimana Ben, kamu bersedia?" ujar Maura yang kini tengah mengunci pintu ruang kerja suaminya, sedangkan Ben melangkah menuju jendela kaca, berdiri dengan tangan bersidakep menatap lurus kedepan.
"Ma, mama pernah berpikir sedikit saja nggak, tentang perasaan ku ma." ucap Ben kemudian, seraya menunduk dalam.
"Maksud kamu apa sih Ben, bukankah kamu tidak mencintai Putri, lalu perasaan mana yang harus mama mengerti dari kamu."
"Kenapa mama nggak tanya sekali lagi mengenai perasaan Ben ke Putri yang sekarang."
"Maksud kamu apa sih Ben, bicara yang benar, jangan membuat mama bingung dong."
"Aku mencintai Putri ma!"
Deg!
"Ben, kamu_"
"Ben mencintai Putri ma, sangat mencintainya." balas Ben yang kemudian membalikan tubuhnya memperlihatkan wajah sendunya di hadapan sang mama.
"Ben, mama tahu kamu nggak semudah itu jatuh cinta dengan seorang perempuan, please Ben, jangan gunakan Putri untuk kamu jadikan alat balas dendam terhadap Alby, kakakmu."
"Ma_"
"Lepaskan Putri, biarkan dia bahagia bersama kakakmu."
"Ma_"
"Seandainya mama tahu dari awal, bahwa Putri adalah gadis yang Alby maksud, mungkin saja mama sudah menikahkannya dari dulu."
"Ma_"
"Mereka saling mencintai Ben."
.
.
cakep putri triple kills wkwkwkwkwk