LANJUTAN OH MY JASSON. HARAP BACA OH MY JASSON TERLEBIH DULU
Kimmy mencoba berusaha melupakan Jasson, laki-laki yang sudah ia sukai sejak dari kecil. Ia memilih fokus dengan pendidikannya untuk menjadi calon dokter.
Setelah tiga tahun, Kimmy kembali menjadi wanita dewasa dan mendapat gelar sebagai seorang dokter muda. Namun pertemuannya kembali dengan Jasson, pria yang memiliki sikap dingin itu justru malah membuat usahanya selama ini menjadi sia-sia.
Sebuah jebakan memerangkap mereka berdua dalam sebuah ikatan pernikahan. Namun pernikahan mereka berdua semata hanya tertulis di atas kertas dan di depan keluarga saja. Perjanjian demi perjanjian mereka sepakati bersama. Meskipun dalam hubungan ini Kimmy yang paling banyak menderita karna memendam perasaannya.
Banyak sekali wanita yang ingin mendapatkan hati Jasson, tak terkecuali teman sekaligus sekretaris pribadinya. Lantas, akankah Kimmy mampu meluluhkan hati laki-laki yang ia sukai sejak kecil itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona lancaster, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membiarkan Tersiksa
Jasson melajukan mobilnya meninggalkan klinik untuk menemui Mark yang ia ketahui keberadaannya saat itu di rumah sakit. Ya, kebetulan laki-laki itu sedang bertugas malam. Setibanya di rumah sakit, Jasson turun dari mobil yang baru saja ia parkirkan di lahan parkiran yang tersedia. Dengan langkah Panjang, Jasson masuk ke dalam rumah sakit dan bertanya kepada petugas rumah sakit tentang keberadaan Mark di sana.
“Dokter Mark sedang berada di ruangannya di lantai dua.” Begitulah kata seorang perawat wanita yang baru saja Jasson tanyai saat berpapasan dengannya.
“Terimakasih.” Jasson melanjutkan kembali langkahnya mendekati lift. Merasa tidak sabar menunggu pintu lift terbuka hingga akhirnya ia lebih memilih menggunakan tangga darurat yang ada di sisi lift tersebut untuk bisa mencapi ke lantai dua. Langkah kakinya yang tegas kini menggema saat dirinya menelusuri lorong. Pandangannya ia edarkan ke seluruh ruangan yang sangat luas dan nampak sepi.
Dan kebetulan sekali, saat itu juga Mark terlihat keluar dari salah satu ruangan. Tak banyak bicara, Jasson berjalan mendekati laki-laki itu dan menarik kemeja putih yang membalut tubuhnya. Tubuh Mark seketika terguncang—nyaris terhempas menyentuh lantai. Ia pun terkesiap saat melihat Jasson di sana.
“Kau?” Kening Mark berkerut dalam. Kini alis kedua laki-laki itu saling bertautan.
“Kau tiba-tiba datang dan mendorongku seperti ini? Apa kau sudah kehilangan akal?” Mark beranjak berdiri dan merapikan kemeja yang ia kenakan. Rasanya ingin sekali memaki laki-laki yang ada di hadapannya saat ini, atau jika bisa menghajarnya sekalian. Namun, itu tidaklah mungkin. Dirinya seorang dokter dan harus menjaga sikap di lingkungan kerjanya. Ia hanya bisa menatap Jasson dengan penuh amarah.
“Iya, aku sudah kehilangan akal!” Jasson rasanya juga ingin sekali menghajar lelaki yang menyebabkan istrinya terluka, tetapi ia berusaha mengendalikan emosinya karena ini rumah sakit.
“Aku sudah bilang berulang kali kepadamu, jauhi istriku tetapi kau tidak tau diri! Gara-gara kau Kimmy terluka!” Tenggorokan Jasson berguncang, menahan teriakannya yang nyaris kelepasan.
Raut wajah Mark yang penuh emosi perlahan menyurut. Ia gagal mencerna perkataan Jasson. “Kimmy terluka?”
“Iya, dia terluka bahkan nyawanya hampir terancam, dan penyebabnya adalah kau!” Jasson mengguncang kembali kedua bahu Mark dengan sangat keras. Tangannya terkepal menyalurkan emosinya yang meledak-ledak.
“Apa kau sehat? Kau tiba-tiba datang mendorongku, dan sekarang kau bilang Kimmy terluka gara-gara aku?”
“Kau benar-benar laki-laki tidak tau diri!”
“Kau yang tidak tau diri! Kau seperti orang kurang waras!”
“Aku memang kurang waras!” seru Jasson. “Laki-laki macam apa kau ini? Kau sudah mengubur harapan seorang wanita hingga membuatnya meninggal. Dan akibat ulahmu, istriku yang menanggungnya!” Suara adu mulut mereka menggema di ruangan tersebut.
“Bisakah kau mengecilkan suaramu?! Ini rumah sakit. Bukan lapangan!” tegur Mark. “Siapa yang kaumaksud? Aku tidak mengerti!”
“Wynie ….” Satu kata itu membuat raut wajah Mark memucat. “Dia kekasihmu, bukan?”
Mark terdiam membiarkan suasana hening sejenak, lalu ia mengalihkan pandangannya dari Jasson. “Dia sudah meninggal!” ucapnya dengan suara berat saat mengingat-ingat nama itu. Ada sedikit penyesalan yang tertangkap.
“Dan kau penyebabnya!” seru Jasson.
“Dia meninggal karena bunuh diri, bukan karena aku!” seru Mark.
“Dia bunuh diri karena kau telah mengubur hidup-hidup harapannya! Aku sudah tau semuanya, dan kau masih menyangkal seolah-olah kau tidak bersalah akan kematian Wynie?!”
Mark mengedarkan pandangannya ke sekitar. Ada sedikit kecemasan yang Jasson tangkap dari sorot manik mata berwarna coklat bak kacang kenari milik laki-laki itu.
“Ikut aku masuk ke dalam ruanganku,” ajak Mark seraya membuka pintu ruangannya yang tadi sempat ia tutup.
“Aku di sini bukan untuk bertamu!” seru Jasson. Ia semakin merasa kesal dengan laki-laki itu.
“Ini rumah sakit. Jangan membuat keributan di sini! Kita berbicara di dalam.” Meskipun sebenarnya enggan, mau tidak mau Jasson terpaksa menuruti permintaan Mark untuk berbicara di dalam ruangannya.
“Kimy terluka, siapa yang melukainya? Dan … apa hubungannya dengan Wynie?” tanya Mark sesaat setelah menutup pintu ruangannya dengan rapat supaya tidak ada orang lain yang mendengarnya. “Lalu bagaimana kau bisa mengenal Wynie?”
“Kau mungkin akan terkejut.”
“Jangan berbelit-belit!”
“Paman Alert ….”
Kening Mark berkerut. “Paman Alert? Dia sopir pribadinya, Kimmy, bukan? Kenapa dengan Paman Alert?”
“Paman Alert yang melukai Kimmy.”
“Paman Alert melukai Kimmy?” Mark begitu terkesiap.
“Iya! Dan ini semua gara-gara dirimu!” Emosi Jasson yang kembali tersulut saat mengingat kejadian beberapa jam lalu pun meluapkannya dengan cara mendorong tubuh Mark hingga tubuh laki-laki itu terbentur mengenai meja.
“Bisakah kau tidak menggunakan emosi?” teriak Mark.
“Tidak bisa! Karena ini menyangkut istriku!” Suara Jasson tak kalah memenuhi ruangan tersebut.
Mark membenahkan posisi tubuhnya supaya berdiri tegap. Kini ia kembali berjalan menghampiri Jasson. “Aku masih tidak mengerti apa hubungannya dengan Wynie? Dan, kenapa Paman Alert melukai Kimmy?”
“Paman Alert mengira Kimmy dan kau memiliki hubungan khusus. Hingga putrinya bunuh diri karena kekasihnya menggagalkan pertunangan mereka!” seru Jasson.
Tenggorokan Mark mendadak gersang. Matanya membeliak. Ia sudah menemukan jawaban dari pertanyaannya meskipun ragu. “Ma-maksdumu, Wynie—"
“Ya, Wynie adalah putri kandung Paman Alert!”
“Ba-bagaimana mungkin? Aku mengenal kedua orang tua Wynie.”
“Orang tua Wynie yang kaukenal adalah orang tua angkatnya yang merawatnya sejak dari kecil.”
Selama beberapa menit, Jasson dan Mark memperdebatkan masalah Alert dan Wynie karena Mark berulang kali menyangkal bahwa Wynie meninggal bunuh diri bukan karena dirinya. Mark juga membantah dengan adanya kabar kehamilan maupun pernikahan yang sengaja ia batalkan. Karena rasa penasarannya, Mark meminta Jasson untuk ikut menemui Alert yang kala itu ada di bow street untuk menanyakan semuanya.
***
Kimmy baru saja tiba di rumah di antarkan oleh Ken dan juga Papa Gio, yang sebelumnya terlebih dulu mengantarkan Jesslyn dan juga Mama Merry untuk pulang ke rumah. Raut wajah wanita itu sedari tadi terlihat masam. Tidak ada senyuman maupun keceriaan yang terpancar seperti biasanya.
“Banyak istirahatlah, ya, Nak,” tutur Gio seraya membantu Kimmy untuk naik ke atas tempat tidur.
“Terimakasih banyak, Pa. Maaf Kimmy jadi merepotkan Papa dan Kakak Ken.”
“Sama sekali tidak merepotkan.” Ken mengusap kepala Kimmy sembari menyematkan senyuman di bibirnya. “Kau jangan terlalu memikirkan masalah ini. Nanti Kakak akan menyelesaikan semuanya. Termasuk … Jasson.”
“Kimmy ... kalau begitu Papa dan Kakak Ken pulang dulu,” pamit Gio. Kimmy menganggukan kepalanya. Gio berjalan mendahului Ken untuk meninggalkan kamar Kimmy.
“Kakak Ken ….” Salah satu tangan Kimmy yang tidak terluka menarik pergelangan tangan Ken hingga langkah laki-laki yang nyaris pergi meninggalkan kamarnya itu terhenti.
“Ada apa, Kimmy?” tanyanya setelah berbalik badan.
“Kak, tolong jangan marahi Jasson.” Tatapan mata Kimmy yang kuyu dan sendu penuh dengan kekhawatiran terhadap suaminya.
Permintaan Kimmy membuat Ken sejenak membisu. “Dia sudah lalai dengan tanggung jawabnya. Kau seperti ini gara-gara dia.”
“Ini bukan kesalahan Jasson, Kak.”
“Dia tetap saja salah. Kakak sudah memarahinya tadi.”
“Tolong jangan memarahi dia lagi, Kak.” Tatapan mata Kimmy memelas dan penuh harap. "Cukup Kimmy saja yang marah kepadanya. Kasihan Jasson jika semua orang ikut memarahinya."
“Ini sudah malam, lebih baik istirahatlah. Kakak akan pulang. Besok Kakak akan kemari lagi bersama Alana.” Ken melepas tangan Kimmy dari pergelangan tangannya.
“Kakak Ken, tolong jangan marahi Jasson lagi. Tolong jangan marahi dia.” Kimmy merampas kembali pergelengan tangan kakak iparnya. Ia begitu keras kepala berulang kali meminta Ken supaya tidak memarahai suaminya.
Ken tak langsung menjawab. Ia bergeming, membiarkan keheningan terjeda di dalam sana.
"Kakak Ken ...."
“Iya … Kakak tidak akan memarahinya lagi. Cepat istirahatlah.” Mendengar ucapan Ken, Kimmy pun merasa sedikit lega. Ken pun berlalu pergi menyusul Papa Gio yang sudah dari tadi menunggunya di luar.
Kimmy perlahan merebahkan tubuhnya saat semua orang meninggalkan dirinya sendirian di dalam kamar. Kedua manik mata kelabu terang yang berkilat-kilat itu menatap langit-langit kamarnya dengan hati yang masih sakit dan gelisah. Sedari tadi yang terkumpul di kepalanya hanyalah Jasson, dan … kekecewaannya yang masih tak kunjung menyurut.
“Rasanya, aku ingin tidur dan tidak akan pernah bangun lagi.” Kimmy memejamkan mata hingga cairan bening mengalir deras membasahi kedua sudut matanya.
***
Jam 00.23 Jasson kembali dari bow street setelah dirinya mengantarkan Mark bertemu dengan Alert. Emosi Jasson sempat terpancing karena Alert yang sama sekali tidak merasa bersalah sudah melukai Kimmy. Ia sempat menghajar laki-laki itu di sana, tetapi seorang polisi datang dan segera menghentikan. Saat Alert menjalankan serangkaian proses pemriksaan, ternyata kejiwaan Alert sedikit terganggu, dan itu benar-benar mengejutkan Jasson.
Papa Louis yang sudah pulang sejak sebelum Jasson dan Mark datang pun juga sudah mengetahui tentang kondisi Alert. Papa Louis yang tidak terima dengan kejadian yang telah menimpa putri semata wayangnya. Menuntut Alert supaya mendapatkan hukuman yang setimpal.
Malam itu, Jasson tak langsung pulang. Ia memilih pergi ke rumah Papa Louis. Mobilnya yang telah melakukan perjalanan cukup jauh, kini berhenti di pelataran rumah mertuanya. Lampu-lampu terlihat redup. Mungkin semua penghuni yang ada di dalam rumah itu termasuk Kimmy, sudah tidur.
Jasson tak meninggalkan mobilnya. Ia memilih menetap di dalam sana sembari menatap jendela kamar Kimmy dari kejauhan.
"Kimmyku ...." Semburat sendu nampak dari kedua bola mata peraknya yang pucat.
Rasanya Jasson ingin sekali masuk ke dalam rumah, memeluk erat tubuh Kimmy, dan menciumnya sebanyak mungkin seperti malam-malam sebelumnya saat dirinya melepas rindu ketika seharian tidak bertemu dengan wanita itu—wanita yang sangat ia cintai. Namun, itu tidaklah mungkin. Jasson sangat menghargai keputusan Kimmy yang tidak mau bertemu dengannya untuk sementara waktu meskipun hatinya saat ini benar-benar tersiksa akibat luka yang ia buat sendiri.
.
.
.
Maaf, ya, Nona lagi buntu. Jadi ngga bisa maksain buat nulis banyak, takut ntar malah kacau. Jika kalian suka dengan Oh My Kimmy, jangan lupa dukungan like dan votenya, ya, terimakasih ^_^