Sabila. seorang menantu yang acap kali menerima kekerasan dan penghinaan dari keluarga suaminya.
Selalu dihina miskin dan kampungan. mereka tidak tau, selama ini Sabila menutupi jati dirinya.
Hingga Sabila menjadi korban pelecehan karena adik iparnya, bahkan suaminya pun menyalahkannya karena tidak bisa menjaga diri. Hingga keluar kara talak dari mulut Hendra suami sabila.
yuk,, simak lanjutan ceritanya.
dukungan kalian adalah pemacu semangat author dalam berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25.
"Tetaplah menjadi wanita kuat, Sabila." Gumamnya dalam hati.
*** ***
Kembali Ke Kediaman Sanjaya
"Pa, Ma!" Panggil Ervan pada kedua orangtuanya.
Keduanya menoleh. Melihat anak kesayangannya datang, Mama Mira tersenyum lebar.
"Ervan! Sini sayang!" Mama Mira merentangkan tangan untuk menyambut putranya.
Melihat istrinya siap memeluk Ervan, dengan sengaja Papa Sanjaya memeluk istrinya duluan.
"Papa! Mama tuh pengen meluk Ervan. Kenapa papa yang nemplok?" Mama Mira kesal melihat tingkah suaminya yang kekanakan.
"Biarkan saja, dia sudah besar tidak perlu dipeluk-peluk lagi."
Melihat kejahilan Papa nya, Ervan balik menjahilinya. "Antara kita berdua, sepertinya tua an papa deh. Sudah beruban, perutnya mulai buncit, jadi wajar mama peluk yang lebih muda." Ervan tidak mau kalah dari papanya. Sedangkan papa Ervan sudah siap memukul Ervan karena dikatai buncit.
"Kamu ini...!! Ervan!" Tangan Papa Sanjaya sudah siap mendarat di bahu anaknya, tapi segera dihentikan oleh Mama Mira.
"Sudah sudah! Gak malu itu dilihat Mama Lena dan Maid." Ucapnya membuat Ervan dan Papa Sanjaya menghentikan tingkah konyol mereka.
"Kebetulan Mama Lena disini, ada yang ingin aku bicarakan pada kalian." Kata Ervan.
Mama Lena yang sudah mengganti pakaiannya dengan yang lebih sopan pergi ke gazebo.
"Nico! Mana anak itu?"
Nico masuk bersama dengan 2 orang yang memegangi tangan Edward.
Mama Lena yang melihat anaknya diperlakukan tidak baik, seketika marah pada Ervan.
"Apa ini, Ervan? Edward itu adik kamu, apa pantas diperlakukan seperti ini?" Mama Lena ingin menolong anaknya, tapi dicegah oleh Ervan.
"Sebaiknya Mama duduk saja! Sebelum tau apa masalahnya, lebih baik jangan terburu-buru menyimpulkan."
Mama Lena kembali mendudukkan pantatnya di gazebo. Jika Ervan sudah dalam mode serius, maka tidak ada jalan lain selain menurutinya. Ervan lebih berkuasa dari Papa Sanjaya.
"Kak!"
"Siapa yang mengizinkan mu memberikan nomor kamar ku pada orang lain?" Kata Ervan langsung ke intinya.
Edward geleng kepala, "Apa maksud kakak?" Dia masih belum ingat perbuatannya di club.
"Club Brother!" Kata Ervan datar.
Deg
"A aku hanya menyebut asal, Kak! Tidak ada maksud lainnya." Jawab Edward gugup, dia kini sadar sudah melakukan kesalahan fatal.
"Menyebut asal, kau bilang. Hanya karena tak ingin diganggu saat meluapkan nafsu bejatmu, kau memberikan nomor kamar ku pada orang lain." Bentak Ervan.
"Maaf, kak. Itu spontan terucap."
"Baiklah! Untung saja wanita yang datang malam itu, orang baik-baik. Kalau tidak, pasti aku akan beri kamu pelajaran." Ucap Ervan sembari mengambil sebuah map merah, yang sebelumnya disiapkan Nico.
"Papa, Mama Lena, malam ini kita akan pergi ke rumah calon istri Edward." Semua orang disana kaget mendengar ucapan Ervan.
Deg
Mama Lena tidak mengerti dengan apa yang baru saja dikatakan Ervan. Calon istri! Edward saja tidak pernah membahas hal ini dengannya.
Mama Lena selalu menginginkan Ervan yang menikah terlebih dahulu, sehingga kasih sayang suaminya bisa tercurah pada Edward. Kenapa sekarang Ervan ingin mengatur pernikahan anaknya.
"Tidak! Calon istri! Edward belum siap untuk menikah. Dia masih harus menyelesaikan kuliahnya." Mama Lena menolak ajakan Ervan.
Dilain sisi Edward bingung, siapa wanita yang dimaksud kakak nya? Pengaruh kebanyakan cewek Geis.
"Calon istri untuk ku! Siapa?" Gumamnya dalam hati.
"Apa aku bilang, mama Lena boleh menolak? Anak mama sudah meniduri begitu banyak wanita, terakhir dia merenggut kesucian seorang wanita dan dengan teganya dia mengatakan tidak boleh menuntut tanggung jawab!" Jelas Ervan.
"Kalau mama diposisi wanita itu, mama pasti tidak terima, kan? Mama pasti menuntut tanggung jawab, kan?"
Semua terdiam, apa yang dikatakan Ervan benar. Walau dalam keadaan sadar, suka sama suka, seorang pria sejati akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Siapa wanita itu, Van?" Papa Sanjaya akhirnya membuka suara setelah lama mereka terdiam.
"Namanya Risma, Pa. Dia teman kampus Edward." Saat Ervan menyebut nama Risma, Edward seketika membulatkan matanya.
"Tidak kak, aku gak mau menikah sama dia." Kata Edward.
Ervan menyeringai, "Kenapa? Apa karena kau sudah menggaulinya bersama teman-teman mu? Saat wanita itu tidak sadar, seenaknya kau meminta teman-teman mu menikmati tubuhnya." Ervan tidak mengatakannya langsung, dia hanya berucap dalam hati. Adiknya harus diberi pelajaran agar bisa menghargai wanita.
"A ku tidak mencintainya!" jawab Edward gugup.
"Enak sekali bilang tidak mencintai. Kau sudah menidurinya! Bagaimana kalau hamil?" Sudut bibir Ervan terangkat, pelajaran untuk Edward baru akan dimulai. Mama Lena pun tidak akan bisa menolongnya.
...****************...
Kediaman Bu Wati
Hendra dan Risma baru saja pulang dari kantor polisi, mengunjungi Ibu dan kakak nya.
Dering handphone Risma terdengar, wanita itupun segera menerima panggilan yang entah dari siapa karen nomor baru.
"Halo!"
"Malam ini Tuan Edward dan keluarganya akan datang ke rumah anda untuk membicarakan pernikahan. Tolong bersiap-siap."
"I iya." Panggilan pun diakhiri sepihak oleh penelpon.
Risma syok mendengar keluarga Edward akan datang ke rumahnya. Hendra yang melihat adiknya terdiam cukup lama setelah menerima panggilan telepon, segera bertanya.
"Ada apa Risma? Siapa yang menelpon?" Tanyanya.
"Mas! Malam ini ada orang yang mau datang ke rumah. Kita diminta untuk bersiap-siap." Risma tidak berani mengatakan siapa yang akan datang, biarlah kakaknya tahu saat tamunya sudah sampai di rumah mereka.
"Siapa? Apa ada yang kamu sembunyikan dari Mas, Risma?" Hendra mencium aroma ketakutan dari cara Risma menyampaikan kabar.
"Mas akan tau nanti, saat mereka sudah tiba. Aku mau siapkan minuman dan beberapa cemilan untuk tamu kita nanti." Setelahnya Risma meninggalkan Hendra dengan rasa penasarannya.
Cukup lama Hendra duduk di ruang tamu, memikirkan siapa orang yang akan datang ke rumahnya. Hendra memikirkan jangan sampai orang yang datang adalah orang yang menuntut ibu dan kakaknya, karena sampai sekarang belum ada pengacara yang bersedia mendampingi keluarganya di persidangan.
Tengah asik dengan pikirannya, Burhan tiba-tiba masuk ke rumah. Penampilannya sangat berantakan. Hendra yang melihatnya tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
"Mas Burhan, baru pulang!" Tanyanya.
"Memangnya kamu gak liat aku baru datang." Jawabannya sangat ketus. Sejak Mbak Riska ditahan sikapnya langsung berubah. Bahkan tadi mereka bersamaan masuk kantor, tapi Mas Burhan tidak langsung menuju ke Divisinya, justru pergi ke arah lain.
"Tadi Mas Burhan kemana? Aku cari ke ruangan mas tapi gak ada." Kata Hendra.
"Kenapa kamu harus cari aku kesana sih, Hen? Kamu kan bisa nelpon!" Kesal Burhan.
Hendra sudah mendengar banyak cerita dari beberapa orang tentang Burhan yang sekarang menjadi seorang OB.
"Apa benar Mas Burhan sekarang jadi OB?" Pertanyaan Hendra membuat Burhan semakin kesal.
"Apa sekarang kamu sedang menyombongkan diri, Hendra? Kalau bukan karena rekomendasi dariku kamu gak bakalan bisa sampai seperti ini." Burhan meninggalkan Hendra dengan perasaan dongkol. Dia mengira Hendra menghinanya, padahal hanya sebatas bertanya.
lanjut .....