Karena perjodohan, Rania bisa menikah dengan Adrian, pria yang menjadi cinta pertamanya. Namun sayang, pernikahan impian Rania jauh dari pernikahan yang saat ini dia jalani.
Setelah melewati dua tahun pernikahan, kekasih Adrian yang bernama Alexa kembali dari luar negeri. Itu berarti sudah tiba waktunya Rania untuk melepaskan Adrian dengan bercerai dari pria itu.
Bagaimana kehidupan Rania setelah dua tahun menikah?
Apakah dia rela melepaskan Adrian? Atau Adrian yang justru tidak rela melepaskan Rania?
Yuk ikuti ceritanya di Dua Tahun Setelah Menikah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Kedatangan Ibu Saras
Setelah melakukan persiapan yang matang, proyek perumahan yang akan Rania bangun hari ini dimulai. Sebelum para pekerja melakukan pekerjaan mereka. Rania mengajak orang-orang terdekatnya dan juga para pekerja untuk melakukan doa bersama. Meminta diberikan kelancaran, agar proses pembangunan perumahan yang menjadi mimpi Rania sejak dulu itu bisa berjalan dengan lancar.
Lalu doa bersama itu di akhiri dengan makan bersama. Disinilah mereka semua berada. Dibawah tenda sederhana tempat para pekerja beristirahat. Duduk bersama sambil menikmati makanan yang Rania pesan khusus dari restoran Ansel, untuk mereka semua.
"Selamat Rania." ucap Karla mendekati sahabatnya itu.
"Mimpi masa kecil kamu kini bisa jadi kenyataan." timpal Winda yang sejak tadi berada di samping Rania.
Rania tersenyum pada kedua sahabatnya, "Terima kasih. Aku bisa berada di titik ini karena ada kalian." balas Rania sambil merentangkan tangannya untuk memeluk kedua sahabatnya itu.
Ketiga sahabat itu berpelukan. Hanya sebentar karena Harsa datang dan mengganggu mereka yang sedang berbagi kebahagiaan.
"Apa boleh bergabung?" ucap Harsa menggoda.
"Abang senang banget sih gangguin kita!" seru Karla kesal setelah mengurai pelukanya.
"Teletubbies itu berpelukan empat orang. Kalian hanya bertiga. Abang gabung biar pas." jawab Harsa sambil merentangkan tangannya.
"Ck, emang kita teletubbies?" balas Karla dan Winda bersamaan. Harsa terkekeh lalu kabur.
"Jangan kabur Bang!" seru Karla sambil mengejar kakaknya, diikuti Winda di belakangnya.
Rania hanya bisa tertawa melihat kelakuan Karla dan Winda yang terkadang masih seperti anak kecil di usia mereka yang bukan lagi remaja. Dulu Rania juga sering mengejar Harsa, setiap kali pria itu berbuat jahil padanya. Yang berakhir Rania berada dalam pelukan Harsa karena menangis.
"Besok sidang putusan?" ucap Ansel setelah dia menghampiri Rania yang mengenang masa lalu.
Rania menoleh pada kakaknya, "Iya." Jawab Rania.
"Semoga berjalan lancar." ucap Ansel lagi.
"Apa ada yang Kakak khawatirkan?" tanya Rania begitu melihat sorot mata Ansel yang tidak bersinar seperti biasanya. Sorot mata yang selalu optimis setiap menghadapi masalah.
Hampir setiap hari bertemu Ansel, membuat Rania mulai memahami karakter dan apa saja yang menjadi kebiasaan pria itu. Sedikit banyak memiliki kesamaan dengan dirinya. Menurut mbok Asih, kebiasaan Ansel dan Rania itu sama seperti Naura, ibu mereka.
Dan yang paling mirip dari mereka berdua adalah mata dan hidung keduanya. Selebihnya berbeda. Rania sembilan puluh persen seperti saudara kembar dengan ibunya. Sementara Ansel tujuh puluh lima persen mirip dengan tuan Bryan.
Kemiripan itu membuat Rania yakin Ansel adalah kakaknya. Terutama kemiripan pada mata mereka. Selain itu ada surat keterangan dari laboratorium yang selama ini di simpan oleh mbok Asih atas permintaan Naura. Surat yang menyatakan bahwa benar ibu Naura mendonorkan sel telurnya dan diberikan pada nyonya Alana. Yang semakin membuat Rania yakin adalah hasil tes DNA mereka yang baru beberapa hari yang lalu keluar hasilnya.
"Kakak kemarin menemui tuan Adnan," ucap Ansel.
"Bukankah dia...."
"Kakek kita." sahut Ansel menyambung perkataan Rania.
"Kakak memperkenalkan diri pada beliau?" tanya Rania penasaran. Untuk apa Ansel menemui kakek mereka itu?
"Apa Kakakmu ini sebodoh itu?" tanya Ansel.
"Kakak hanya penasaran saja dengan sosok beliau. Dengan bertemu secara langsung, Kakak bisa tahu seperti apa dia." ucap Ansel yang mengerti apa yang adiknya itu pikirkan.
"Seperti apa dia?" tanya Rania penasaran.
"Seperti orang tua pada umumnya. Terlihat bijak tapi tampak jelas memiliki banyak masalah dan rencana." Jawab Ansel.
"Rencana apa? Apa ada hubungannya dengan Ara?"
Belum sempat Ansel menjawab, Aryan menghampiri mereka. Memberitahu Rania bahwa ada ibu Saras datang mencari Rania.
"Ibu? Dari mana dia tahu Ara ada di sini?" tanya Rania heran.
"Kamu tanyakan saja langsung, bagaimana dia bisa tahu kamu ada di sini." sahut Aryan.
"Kakaaak!" seru Rania.
Aryan terkekeh, " Ayo kita temui dia." ucap Aryan sambil merangkul Rania.
Ditemani Aryan dan Ansel, Rania menemui ibu Saras. "Bu?" panggil Rania.
Ibu Saras berbalik menghadap Rania, Aryan dan Ansel. "Jadi benar kamu di sini seperti yang Ibu dengar." ucap ibu Saras.
"Ibu tahu dari siapa?" tanya Rania.
"Itu tidak penting." sahut ibu Saras.
"Ada apa ibu mencari Ara?"
Saras menatap Rania dalam, "Apa kamu pikir Ibumu ini bisa tenang setelah mendengar kabar tentang perceraian kamu." jawab ibu Saras.
"Maaf Ara tidak ingin merepotkan Ibu," jawab Rania beralasan. Yang sebenarnya Rania tidak ingin diatur begini dan begitu oleh ibu sambungnya itu, walau dia tahu maksud ibu Saras itu terkadang baik.
"Kenapa memilih bercerai? Bukankah kamu mencintai Adrian sejak kalian masih remaja? Apa karena anak?" tanya ibu Saras beruntun. Lalu wanita paruh baya itu memperhatikan Ansel.
"Dia siapa? Apa karena dia, kamu berani meninggalkan Adrian?" tanya ibu Saras.
"Dia putra teman bunda Naura." Jawab Rania yang tentu saja tidak akan memberitahu siapa Ansel sebenarnya.
"Kamu jangan percaya begitu saja dengan orang baru Ara!" ucap ibu Saras mengingatkan.
"Kamu juga Aryan! Kamu itu pelindung Ara, jangan biarkan dia dekat dengan sembarang orang. Bisa saja orang-orang yang ingin berbuat buruk pada Ara. Mengaku- gaku mengenal Naura sebagai sahabatnya." ucap ibu Saras.
"Apa sebenarnya yang ingin Ibu sampaikan?" tanya Rania.
Ibu Saras menghela napas. "Ayo kita cari tempat yang nyaman untuk bicara." ucapnya.
***
Satu hari ini sangat melelahkan bagi Rania. Bukan hanya lelah fisik, dia juga lelah dengan segala teka teki dalam kehidupannya.
Rania ingin kehidupannya kembali normal seperti masa lalu. Tidak ada musuh dan tidak ada rahasia apapun. Sayangnya Rania tidak bisa kembali ke masa lalu. Dia harus menerima kenyataan untuk menghadapi masa kini dan masa yang akan datang.
Tiba di kediaman miliknya, Rania menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Menatap lurus ke layar televisi yang tengah menyala. Namun pikirannya bukan pada tanyangan televisi tersebut. Melainkan pada pembicaraannya dengan Saras.
"Ayah kamu bukan korban kecelakaan Ra." ucap Saras.
"Maksud Ibu?"
"Dia korban pembunuhan." jawab ibu Saras.
"Dari mana ibu bisa menyimpulkan ayah sebagai korban pembunuhan?" tanya Rania.
"Ini surat hasil otopsi ayah kamu yang dikeluarkan rumah sakit." ucap ibu Saras memberikan hasil pemeriksaan otopsi ayah Rahadi.
"Dan ini hasil otopsi yang kita terima dari pihak penyelidik. Hasilnya berbeda." ucap ibu Saras.
"Darimana ibu dapat surat ini?" tanya Rania sambil menunjuk surat yang dikeluarkan rumah sakit.
"Dari dokter otopsi yang memeriksa ayah kamu. Ibu bertemu dia setelah mengantar kamu tes kehamilan tempo hari. Dia bertanya apa pelaku rekayasa kecelakaan ayah sudah tertangkap?" jawab ibu Saras, dan itu membuat Rania terkejut.
"Ibu ceritakan hasil pemeriksaan ayah yang diberikan penyelidik pada kita. Surat keterangan bahwa ayah kamu kecelakaan tunggal karena mengkonsumsi alkohol." ucap ibu Saras.
"Dokter itu terkejut. Lalu dia mengajak ibu keruangannya dan memberikan surat ini." ucap ibu Saras lagi.
Dan satu hari ini Rania terus memikirkan teka teki kematian ayahnya. Mengapa penyelidik tidak ingin mengusut pelaku pembunuhan ayahnya. Siapa orang tersebut?
Rania tidak percaya jika pelakunya adalah tuan Widodo seperti yang ibu Saras sampaikan. Jika benar tuan Widodo yang melakukannya karena ingin menguasai Pradipta Group. Mengapa pria tua itu memperkenalkan dirinya pada semua pemegang saham sebagai pewaris Pradipta? Teka teki yang harus Rania selidiki.
"Non," ucap mbok Asih memanggil Rania.
"Iya Mbok," balas Rania.
"Apa yang sedang Non pikirkan?" tanya mbok Asih.
"Menurut mbok Asih, apakah ada yang aneh dengan kecelakaan tunggal yang ayah alami?" tanya Rania.
Mbok Asih diam. Dia tahu ada yang tidak beres dengan kematian tuannya. Tapi mbok Asih tidak bisa bicara karena dia tidak punya bukti apapun.
"Mbok tidak tahu Non. Yang Mbok tahu, tuan tidak pernah menyentuh alkohol." jawab mbok Asih.
"Benar, alkohol itu kata kuncinya." sahut Rania.
Rania lalu mengambil berkas yang tadi diberikan oleh ibu Saras. Pelan-pelan dia membaca laporan hasil otopsi ayahnya.
"Tidak di temukan kandungan alkohol." ucap Rania membaca hasil otopsi.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Rania melajukan kendaraannya menuju kediaman Aryan dan Cinta. Lalu dia bertanya pendapat Aryan tentang kematian ayahnya.
"Paman memang korban pembunuhan." ucap Aryan.
"Kakak tahu ini. Kenapa Kakak diam saja? Apa karena pelakunya kakek Widodo?" tanya Rania.
"Kakak sedang mengumpulkan bukti. Setelah cukup baru Kakak akan melaporkan kasus kecelakaan paman bukan kecelakaan, tapi pembunuhan berencana." jawab Aryan.
"Pelakunya bukan kakek Widodo." ucap Aryan lagi.
"Lalu siapa?"
"Angel."
...☆☆☆...
sebab bab atas ada bagi salam
tidur satu bilik???
walaupun sakit itu bukan alasan tidur berduaan dgn lelaki
d tnggu crta slnjtnya.....ttp smngtttt.....
sehat selalu author
btw,rena ush mlai brubah kya'ny... jd lbih baik lnjutin aja prnikahan klian,sma2 bljr dr kslhan msa lalu....
bkannya bhgia,tp mlah mkan ati tiap hri....
adrian ko bs sih pnya istri ky gt????
Btw....slmt y rania....yg ni pst baby gir....