Aneh Tapi Nyata. Nathan mengidap sebuah penyakit yang sangat aneh dan langka. Dia selalu bergantung pada Asi untuk menjaga kestabilan tubuhnya. Hampir setiap bulan sekali penyakitnya selalu kambuh sehingga Nathan membutuhkan Asi untuk mengembalikan tenaganya. Pada suatu ketika, stok ASI yang dia miliki benar-benar habis sementara penyakitnya sedang kambuh. Kedatangan Vivian, pelayan baru di kediaman Nathan mengubah segalanya. Mungkinkah Nathan bisa sembuh dari penyakit anehnya, atau dia harus terus bergantung pada Vivian? Hanya waktu yang mampu menjawab semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Kepulangan Vivian dan Nathan
Siang yang terik menyelimuti langit kota Beijing. Di antara hiruk pikuk jalanan yang sibuk, sebuah mobil mewah melaju dengan kecepatan tinggi, memotong arus lalu lintas yang padat. Di dalamnya, Nathan dan Vivian duduk dalam keheningan. Nathan dengan pandangan datarnya, sementara Vivian sesekali melirik suaminya, bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkannya.
Ketika mereka tiba di kediaman Xi, pintu gerbang otomatis terbuka, memperlihatkan taman yang luas dan megah. Mobil berhenti di depan pintu masuk utama, dan segera si kembar, Rio dan Henry, berlari menghampiri.
"Gege! Jie-Jie!" pekik Rio, wajahnya berseri-seri. Henry tidak jauh di belakangnya, sama bersemangatnya.
Nathan keluar dari mobil terlebih dahulu, diikuti oleh Vivian. "Kalian pulang juga akhirnya," Henry menyambut dengan senyum lebar.
Vivian tersenyum tipis, sementara Nathan hanya mengangguk singkat. "Hn," sahut Nathan tanpa basa-basi.
Sammy muncul dari dalam rumah, matanya berbinar-binar melihat kakaknya. "Jie-Jie, akhirnya kau pulang! Aku sangat merindukanmu," ujarnya sambil berlari dan memeluk Vivian erat.
"Aku juga merindukanmu, Sammy," balas Vivian, membalas pelukan adiknya dengan hangat.
"Kau kemana saja, Ge? Kenapa tidak ada kabar sama sekali selama seminggu," tanya Rio dengan nada penasaran.
Nathan menatap adiknya dengan dingin. "Ada urusan yang harus diselesaikan. Itu saja."
Henry mengerutkan kening. "Apa semua baik-baik saja, Ge?"
Nathan mengangguk. "Tidak ada yang perlu kalian khawatirkan. Semua sudah beres."
Rio dan Henry saling pandang, sedikit sepertinya Nathan menang tidak ingin membahas apapun. Dan, mereka tahu lebih baik untuk tidak mendesak lebih jauh.
Vivian, merasakan keheningan, mencoba mengalihkan topik. "Bagaimana keadaan di sini selama kami pergi?"
"Semua baik-baik saja, Jie," jawab Sammy. "Kami hanya khawatir karena tidak ada kabar dari kalian."
Vivian mengangguk. "Maafkan kami karena membuat kalian khawatir. Tapi sekarang kami sudah pulang, semuanya akan kembali normal."
Nathan melihat ke arah Max yang muncul dari sudut, menunggu instruksi lebih lanjut. "Max, pastikan semua dokumen sudah siap di ruang kerjaku. Aku ingin memeriksanya secepat mungkin."
"Baik, Tuan Muda," jawab Max sambil mengangguk.
Rio dan Henry mendekati Nathan. "Ge, kau butuh istirahat setelah perjalanan panjangmu."
"Aku akan istirahat setelah semua urusan selesai," jawab Nathan datar.
Vivian menatap suaminya dengan khawatir, namun dia tahu betapa keras kepala Nathan. Dia hanya bisa berharap Nathan akan meluangkan waktu untuk beristirahat.
"Sammy, bantu Jie-Jie membawa barang-barang ini ke kamar," kata Vivian, mencoba menghidupkan suasana.
"Tentu, Jie-Jie. Ayo, sini aku bantu," Sammy mengangguk antusias.
Nathan berjalan menuju ruang kerjanya, diikuti oleh Max. Rio dan Henry masih berdiri di tempat, menatap kepergian Nathan dengan perasaan campur aduk.
"Gege, memang selalu seperti itu," gumam Rio.
Henry mengangguk setuju. "Ya, tapi dia tetap Gege kita. Selama dia di sini, semuanya akan baik-baik saja."
Vivian, yang sudah menuju kamar bersama Sammy, mendengar percakapan tersebut dan tersenyum tipis. Dia tahu betapa sulitnya bagi Nathan untuk menunjukkan perasaannya, tetapi dia juga tahu bahwa di balik sikap dinginnya, Nathan sangat peduli pada keluarganya. Dan itu adalah hal yang membuatnya tetap kuat.
.
.
Sementara itu, Monica, yang melihat kepulangan Vivian dengan wajah tidak suka. Usahanya untuk menyingkirkan Sammy saja belum berhasil, dan kini Vivian malah sudah kembali. Ketidaksukaannya terhadap Vivian jelas terlihat dari tatapannya yang tajam dan raut wajahnya yang masam.
Vivian dan Sammy menuju kamar untuk menyimpan barang-barang Vivian dan Nathan. Mereka berjalan melalui lorong panjang yang dipenuhi oleh lukisan-lukisan keluarga Xi. Sesampainya di kamar, Vivian mulai membuka kopernya, dibantu oleh Sammy yang antusias.
"Aku senang sekali kau sudah pulang, Jie-Jie. Semuanya terasa sepi tanpamu," kata Sammy sambil mengeluarkan pakaian dari koper.
"Aku juga senang bisa kembali, Sammy," jawab Vivian, tersenyum. "Kau baik-baik saja selama aku pergi, kan?"
Sammy mengangguk. "Ya, tapi wanita itu selalu saja mencari-cari kesalahanku. Dia tidak suka padaku."
Vivian berhenti sejenak, lalu menatap adiknya dengan lembut. "Jangan khawatir tentang Monica. Aku tidak akan membiarkan wanita itu menindasmu lagi. Ayo keluar, Nathan, tidak suka jika seseorang memasuki kamarnya sembarangan." Ucap Vivian dan dibalas anggukan oleh Sammy.
"Vivian, untuk apa kau kembali?" pertanyaan itu menghentikan langkah Vivian dan Sammy yang sedang menuruni tangga.
"Memangnya apa urusannya denganmu? Kau bukan siapa-siapa di rumah ini, jadi jangan bersikap sok berkuasa." timpal Vivian dengan nada tajam.
Monica mendecih. "Jangan mentang-mentang Tuan Muda memanjakanmu, maka kau bisa bersikap seenaknya, Vivian. Aku hanya berharap tidak ada yang membuat keributan di rumah ini," katanya, melirik Sammy dengan tajam.
"Keributan tidak akan terjadi jika semua orang bisa bersikap profesional dan menghormati satu sama lain," jawab Vivian dengan sinis, mencoba melindungi adiknya.
Monica mendengus lagi, lalu berbalik dan meninggalkan mereka berdua dengan langkah cepat. Setelah dia pergi, Sammy menarik napas lega.
"Terima kasih, Jie-Jie. Kau selalu tau cara menghadapi Monster mengerikan seperti dia," kata Sammy.
Vivian tersenyum. "Itu bukan masalah yang sulit, Sammy, kita hanya memerlukan keberanian untuk hal itu. Dan kau, sebagai seorang laki-laki tidak seharusnya bersiap lemah. Jie-Jie, mau melihat kakak iparmu dulu." Ucapnya dan dibalas anggukan oleh Sammy.
.
.
Nathan duduk di kursinya, mencengkeram mata kanannya yang tiba-tiba berdenyut sakit. Saat itu, Vivian masuk ke dalam ruangan. Dia terkejut melihat darah mengalir dari sela-sela jari Nathan.
"Nathan, apa yang terjadi?" tanyanya panik, berlari menghampiri suaminya.
"Sepertinya jahitannya terbuka. Ambilkan obat pereda nyeri dan kotak P3K setelah itu periksa jahitannya. Bukankah kau pernah belajar medis? Aku yakin kau bisa mengatasinya," ucap Nathan dengan nada tenang.
Vivian mengangguk dan segera bergegas mengambil apa yang diperlukan. Sementara itu, darah terus mengalir dari mata kanan Nathan. Dia membuka eyepatch-nya dan meletakkannya di atas meja kerjanya, lalu menekan mata kanannya dengan sapu tangan untuk mencoba menghentikan pendarahan.
Tak lama kemudian, Vivian kembali dengan kotak P3K dan obat pereda nyeri di tangannya. "Nathan, tahan sebentar. Aku akan mengatasinya," katanya dengan nada cemas.
Nathan mengangguk. "Kunci dulu pintunya. Aku tidak ingin ada yang masuk."
Vivian mengangguk paham dan segera mengunci pintu. Setelah itu, dia kembali ke sisi Nathan dan mulai memeriksa luka di mata kanannya dengan teliti.
"Jahitannya memang ada yang lepas," kata Vivian setelah memeriksa luka tersebut. "Aku akan membersihkan lukanya dan membetulkan jahitannya yang lepas."
Dengan tangan yang cekatan, Vivian membersihkan luka Nathan dan mulai membalutnya dengan perban yang tebal. Selama proses tersebut, Nathan tetap tenang, meski rasa sakit jelas terlihat di wajahnya.
"Jangan khawatir, aku baik-baik saja," ujar Nathan, mencoba meyakinkan Vivian yang masih terlihat panik.
Setelah selesai memasang perban, Vivian menatap Nathan dengan mata berkaca-kaca. "Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padamu," katanya sambil menahan air mata.
Nathan tersenyum tipis, menarik Vivian lebih dekat. "Aku akan baik-baik saja," bisiknya untuk kesekian kalinya lalu mencium bibir Vivian dengan lembut. Dia menghapus air mata yang menetes di pipi Vivian. "Tidak perlu cemas lagi."
***
Bersambung
Riders tercinta. Ditunggu like komentarnya ya 🙏🙏🙏 Tolong tinggalkan jejak biar Authornya tambah semangat 🤧🤧🤧