Tidak disangka, aku masuk ke dalam tubuh seorang figuran yang tak lama lagi akan mati tertabrak saat menyelamatkan pemeran utama. Bisakah aku mengubah takdir ini?
cerita tidak terlalu berat, karna kalo berat dilan yang nanggung...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayaa aull., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
Pagi itu, sekolah sudah mulai ramai dengan aktivitas siswa yang datang. Ara berjalan pelan di antara kerumunan, berusaha menenangkan kegelisahannya. Setelah semalam yang penuh dengan pikiran yang membebani, dia berusaha menghadapi hari dengan senyum.
Tiba-tiba, dia mendengar suara yang familiar meneriakkan namanya.
“ARA! ARA!” Suara itu semakin mendekat. “ARAAA! WOI, TUNGGUIN!” teriak Kia dari kejauhan, berlari mengejar Ara yang sudah berjalan cukup jauh dari tempatnya.
Ara menoleh, dan matanya bertemu dengan Kia yang sedang berlari ke arahnya. Senyum lebar muncul di wajahnya melihat sahabatnya itu.
“BUGH!” Kia langsung memeluk Ara erat, seolah tidak mau melepaskannya.
“Aaaaa, aku kangen banget sama kamu!” ucap Kia dengan penuh semangat, suaranya dipenuhi kegembiraan.
Ara tertawa kecil dan membalas pelukan Kia dengan hangat. “Aku juga kangen banget sama kamu, Kia,” katanya, merasakan kehangatan persahabatan mereka.
Setelah beberapa saat, mereka melepaskan pelukan dan Kia buru-buru memeriksa tangan Ara. “Tangan kamu udah sembuh, kan?” tanyanya, nada suaranya penuh perhatian.
“Iya, udah gak apa-apa kok. Jangan khawatir,” jawab Ara, memperlihatkan tangannya yang sudah membaik.
Kia menghela napas lega. “Syukurlah,” ucapnya, senyum lega terpancar di wajahnya. “Ayo, kita ke kelas. Aku pengen banget denger cerita tentang liburan kamu!”
Kia meraih pergelangan tangan Ara dengan lembut, tidak berani menggenggam telapak tangannya sepenuhnya, masih takut kalau-kalau menyakiti tangan Ara yang baru saja pulih. Mereka berjalan bersama menuju kelas, sambil terus berbincang tentang segala hal.
Di dalam kelas, Ara duduk di tempatnya dengan Kia di sebelahnya, antusias mendengarkan cerita Ara tentang liburan yang baru saja ia jalani. Ara bercerita tentang pantai yang indah, petualangan seru bersama orang tuanya, dan semua momen bahagia yang ia alami selama liburan.
“Liburanku benar-benar menyenangkan, Kia. Aku pergi ke pantai dengan mami dan daddy. Kami berenang, bermain pasir, dan menikmati matahari. Rasanya begitu menyegarkan dan menenangkan,” cerita Ara dengan mata yang berbinar-binar.
Kia mendengarkan dengan penuh perhatian, wajahnya menunjukkan rasa kagum dan kebahagiaan untuk sahabatnya. “Wah, itu terdengar luar biasa! Aku seneng banget denger kamu bahagia, Ara. Kamu benar-benar beruntung punya kesempatan seperti itu,” kata Kia.
Ara tersenyum, merasakan kehangatan persahabatan mereka. “Iya, aku benar-benar merasa beruntung punya kamu sebagai sahabat. Semoga kita bisa selalu bersama seperti ini,” ucapnya dalam hati, matanya menatap Kia dengan penuh rasa syukur.
...****************...
Hari ini, suasana kantin sekolah dipenuhi dengan keributan yang tak biasa. Ara sedang duduk di meja bersama Kia, menikmati makanan ringan mereka, ketika terdengar suara ribut-ribut dari arah lain kantin.
Dia menoleh dan melihat Ruby, yang tampak sedang terlibat dalam pertengkaran dengan seorang adik kelas. Adik kelas itu adalah gadis yang cantik, dengan rambut panjang yang tergerai dan mata yang lembut, tetapi wajahnya sekarang memucat melihat Ruby.
“Apa yang terjadi lagi kali ini?” gumam Ara, matanya menyipit mencoba memahami situasinya. Dia memperhatikan lebih seksama. “Apa Ruby merasa terancam karena kecantikan adik kelas itu?” pikirnya.
Ruby, seperti biasanya, memainkan perannya sebagai korban dengan sempurna. Dia mulai menangis, air mata mengalir di pipinya, sementara beberapa siswa di sekitarnya mulai berbisik-bisik dan memandang dengan campuran simpati dan ketidakpedulian. Namun, suara tangisan Ruby kali ini benar-benar menarik perhatian semua orang.
Di antara kerumunan, Ara menangkap pandangan Kairi, seorang siswa yang jarang terlihat di sekitar sekolah kecuali untuk acara penting. Kairi berdiri di sudut kantin, menyaksikan pertunjukan itu dengan ekspresi yang sulit ditebak. Mata dinginnya memindai kerumunan, kemudian beralih ke Ruby yang terus menangis histeris.
“Cukup!” Suara Kairi memecah keheningan kantin yang diisi oleh tangisan Ruby. Dengan suara rendah namun penuh otoritas, dia melangkah maju. “Bisa tidak kamu diam, Ruby? Berhenti membuat drama di sini. Telinga semua orang sudah lelah mendengarmu menangis.”
Ruby terdiam sejenak, terkejut oleh keberanian Kairi. Tangisannya pun mereda menjadi isakan pelan. Semua mata kini tertuju pada Kairi, termasuk mata Ara yang membelalak melihat tindakan yang tak terduga ini.
“Apa yang kamu pikirkan, Kairi?” bisik Kia di sebelah Ara, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Entahlah,” jawab Ara sambil terus memperhatikan Kairi yang kini berjalan keluar dari kantin dengan langkah mantap. “Dia memang selalu menjadi misteri. Anak dari keluarga terkaya di kota ini, dingin, dan sangat jarang terlibat dengan urusan sekolah. Tapi entah mengapa, sejak Ruby dan Arya mulai sering terlihat bersama, Kairi tampaknya muncul lebih sering.”
Ara mencoba mengingat kembali semua interaksi yang melibatkan Kairi. Seperti dalam banyak cerita yang pernah ia baca, dia tampak sebagai sosok yang berpotensi menjadi antagonis. Ciri-ciri itu begitu mirip dengan karakter antagonis pria dalam cerita-cerita: dingin, penuh misteri, dan memiliki kekuatan serta pengaruh yang besar.
“Apakah dia benar-benar antagonisnya?” pikir Ara dalam hati. “Atau mungkin dia punya motif lain yang aku belum tahu?”
Tapi ada satu hal yang jelas bagi Ara: dia harus waspada. Jika Kairi memang menyukai Ruby, itu berarti dia benar antagonisnya. Ara harus memastikan bahwa cerita tetap berjalan sesuai dengan rencana yang dia bayangkan.
“Aku harus mengawasi Kairi,” pikir Ara. “Jika dia mulai menyukai Ruby, dia akan memberi pelajaran kepada orang yang telah menyakiti ruby dan itu akan sangat merepotkan. Aku harus siap untuk apapun yang mungkin terjadi.”
Namun, tanpa disadari oleh Ara, Kairi sebenarnya telah memandangnya beberapa kali. Di balik sikap dingin dan tatapan tajamnya, ada sesuatu yang mulai tumbuh di hatinya. Sesuatu yang lembut dan tak terduga. Dia tidak menyukai Ruby. Perhatiannya sebenarnya tertuju pada Ara.
“Ara...,” gumam Kairi dalam hati saat dia melangkah keluar dari kantin. “Kenapa kamu selalu terlihat begitu bahagia dan penuh cahaya? Apa yang membuatmu begitu berbeda?”
Di dalam pikirannya, Ara masih berusaha mencari perannya dalam kisah yang rumit ini. Dia galau karena belum menemukan tempatnya yang tepat. Sementara itu, dia bertekad untuk terus mengamati dan memastikan bahwa cerita ini berakhir dengan kebahagiaan yang dia impikan untuk Raina.
“Apapun yang terjadi, aku harus memastikan bahwa semua tetap aman dan mereka akan menemukan kebahagiaan masing-masing,” tekad Ara, mengunci pandangannya pada Ruby yang kini dikerumuni oleh beberapa teman yang mencoba menenangkannya.
...****************...
Hii teman teman, maaf baru update lagi..
Karna aku sangattt banyak pekerjaaan dan baru bisa sekarang...
Semoga kalian suka dengan ini....
Dan bila ada sesuatu yang kurang tolong beritahu aku karna aku akan merevisinya kembali
Terimakasih karna sudah membaca ceritaku..