NovelToon NovelToon
Dari Benci Jadi Suami

Dari Benci Jadi Suami

Status: tamat
Genre:Tamat / Berbaikan / Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.9k
Nilai: 5
Nama Author: nichi.raitaa

Tolong bantu support dan jangan lompat bab saat membaca ya, terima kasih 💗

Delilah Atmaja—seorang perempuan—yang sama sekali tak berkeinginan menikah, terpaksa menuruti kemauan sang ayah. Justru bertemu kembali dengan Ananda Dirgantara—musuh semasa SMA—dan justru berakhir di pelaminan. Tak berhenti sampai di sana, Rakanda Dirgantara—mantan cinta pertama Delilah—menjadi sang kakak ipar. Hadir juga hari dimana Raka menerima bantuan dari si jelita, Delilah. Membuat keruh hubungan rumah tangga Nanda dan Delilah yang telah menjadi seorang istri.

Dapatkah mereka akan melewati drama pernikahan dan pergulatan hati masing-masing? Akankah mereka berdamai dengan keadaan dan menemukan akhir yang bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nichi.raitaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 25

Keheningan menguasai pasangan dengan kepulan asap di kepala. Air mata masih meleleh di pipi si wanita jelita. Namun, kalimat jawaban Nanda berhasil menahan bongkahan emosi yang hendak meletup kembali. Dia sibuk mencerna jawaban sang suami yang selama ini tak pernah terbayangkan akan dia dengar.

Apa katanya tadi? Mencintaiku? hati Delilah menelisik.

Nanda masih berdiri diam dan sibuk mengatur napas. Delilah juga masih bergeming menatap sorot mata marah di depan tanpa suara. Hati saling sibuk beradu dengan isi kepala.

“Apa kau sadar jika kalimatmu sangat bertentangan dengan semua perlakuanmu padaku, hah?!” Delilah justru mencecar Nanda dengan sorot mata tajam, “kau selalu mengusik kedamaian di hidupku, sejak dulu. Kau ingat?” Delilah menunjuk Nanda di depan mata.

Nanda terus hening tak bersuara. Manik legam si pria menatap balik tanpa berkedip. Ruangan temaram tempat mereka berdiri makin dingin. Dinding berwarna krem dengan jendela besar dan kelambu berwarna kuning emas dan vitrage putih tipis melambai tertiup angin. Tak juga segera meredam api di hati si jelita.

“Apa kau lupa semua itu, Nanda Dirgantara? Kau adalah alasan mengapa hidupku semakin menderita!” Delilah berteriak lantang kemudian beranjak pergi menuju kamar.

BRAK! Pintu kamar ditutup dengan kasar oleh Delilah. Dia kemudian bersandar di balik dan memerosotkan diri ke lantai. Si wanita mendekap kedua lutut dan membiarkan air mata tumpah lagi. Bayangan Nanda masa remaja berkelebat di pikiran Delilah. Betapa si pemuda sungguh menyebalkan kala itu. Bahkan, hingga sekarang ternyata Nanda juga tak banyak berubah.

“Aku sangat membencimu, Nanda. Aku membencimu!” Delilah bergumam sendirian ditengah isakan.

Kenapa aku begitu bodoh! Akh! Hati Delilah menjerit.

Diluar sana, Nanda berjalan perlahan ke arah pintu kamar Delilah. Energi si dokter terserap habis, dia sudah meluapkan semua ganjalan di hati dan mengungkapkan kalimat yang selama ini tertahan. Kemudian dia menempelkan kening di balik pintu lalu mengetuk-ketukkannya pelan.

Delilah dengan jelas dapat merasakan ketukan dari sisi luar. Namun, tetap saja mereka hening di posisi masing-masing. Si jelita juga tak beranjak, tidak juga bersuara.

“Lihat, jika aku mengatakannya pun, kau tak mungkin percaya.” Nanda berbisik lemah pada pintu hening.

Delilah mendengar bisikan lirih sang suami, lalu menyahut dalam hati, bagaimana bisa aku percaya, ketika semua yang kulakukan selalu saja salah bagimu. Semua yang kau lakukan terus menyakitiku, Nanda.

Tak bisakah kita membaik setelah bersama pun? Dua hati dengan satu pertanyaan yang sama dalam hening malam.

***

Cahaya mentari mulai menyeruak di antara dedaunan taman, tetes embun masih membasahi dahan dan perlahan jatuh ke tanah. Delilah masih bersandar di pintu dengan lantai marmer putih yang dingin. Tak ada suara dari luar, entah kemana perginya Nanda semalam. Delilah tertidur setelah kelelahan menangis sendirian. Keadaan si wanita pasti lah sangat berantakan. Dia tak mungkin pergi ke tempat Raka dengan kondisi seperti sekarang.

Setelah mengirim pesan singkat pada Raka, Delilah beralih ke kasur dan merebahkan diri. Dia tak ingin keluar dari kamar. Akan tetapi, harum aroma masakan menggelitik perut kosong milik si jelita. Dia melirik jam di atas nakas dekat kasur. Nanda biasanya sudah berangkat pergi ke rumah sakit.

“Dia tidak berpamitan,” gumam Delilah sambil menatap langit-langit kamar, “tentu saja, kami sedang bertengkar.” Si jelita kini duduk di tepi ranjang.

Kemudian bangkit berdiri dan menyeret langkah ke arah pintu. Dia terpaksa keluar dari kamar, karena tidak menyimpan handuk di dalam. Lalu, perut yang terus berbunyi harus segera diisi. Langkah Delilah tertahan setelah membuka pintu, dia menengok ke kanan dan kiri. Memastikan Nanda benar-benar sudah tak berada di rumah.

Dia sudah pergi? hati Delilah berbisik.

Netra si jelita menangkap sosok simbok yang sedang sibuk di dapur seperti biasa. Delilah menghela dan menghembuskan napas lega karena tak berjumpa dengan sang suami setelah beradu semalam. Perlahan dia berjalan ke arah mbok Yem.

“Selamat pagi, Nyonya Dirgantara.” Suara simbok terdengar cerah, seperti hari yang terlihat.

Delilah tersenyum tipis, “selamat pagi, Mbok Yem.”

Sekilas simbok menangkap mata sembab Delilah yang masih menyisakan bengkak. Juga kondisi si jelita yang tak seperti biasa. Tadi pagi, dia juga masih sempat bertemu dengan Nanda yang tak kalah kacau. Namun, justru simbok mengulas senyum penuh arti. Saat Delilah melewati simbok untuk mengambil air putih. Mbok Yem mengambil napas dalam.

“Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin yang menerpa ya, Nyonya.” Simbok mengawali perbincangan pagi dengan sang Nyonya.

Delilah memiringkan kepala lalu meneguk air di gelas hingga tandas. Si wanita jelita tak begitu mengerti sepertinya, kemana arah pembicaraan yang simbok maksud. Dia meletakkan gelas kosong kemudian menatap kembali seorang ibu yang sedang memasak di dapur tersebut.

“Memang seperti itu hidup, tidak semua yang terlihat indah didapatkan dengan mudah.” Suara simbok kembali terdengar, “tidak semua yang terlihat hening, tidak sedang beradu di dalam kepala. Seperti … Mas Nanda.” Mbok Yem melirik wanita yang berdiri di sebelah.

Setelah mematikan kompor lalu menata masakan yang sedang diolah ke dalam piring saji. Simbok kembali menatap sang majikan perempuan. Dia membelai lembut lengan Delilah.

“Sabar, ya, Nyonya. Mas Nanda memang sangat usil. Nyonya dibikin nangis karena apa, sampai bengkak begini.” Simbok menyodorkan sendok makan yang telah didinginkan di dalam kulkas untuk mengompres mata bengkak Delilah.

“Ah, terima kasih, Mbok.” Delilah menerima sendok lalu meletakkan di mata kanan terlebih dahulu, “dia keterlaluan kali ini, perkara Fera malah diseret sampai Raka. Padahal mbok Yem tau, ‘kan? Saya menjaga amanat Feli, lagi pula saya tidak ada maksud lain. Ketimbang hanya diam dirumah dan tidak ada yang mengasuh Fera juga.”

Simbok Yem menuntun Delilah pelan-pelan duduk di sofa ruang tengah. Ruang dimana mereka sibuk beradu semalam. Mulai menghangat karena sinar matahari menerangi.

“Bagaimana menurut Anda, jika selalu dibandingkan dengan seseorang?” Mbok Yem bertanya sambil membantu Delilah mengompres.

“Tentu tidak menyenangkan, kenapa harus dibandingkan? Setiap manusia memiliki alasan dan nilai tersendiri dalam suatu kehidupan.” Delilah menggembungkan pipi saat menjelaskan.

“Begitu pula yang terjadi pada Mas Raka yang menjadi pusat rotasi dari keluarga Dirgantara, sedangkan Mas Nanda terus saja harus mengikutinya. Karena hanya dua, mau tak mau rela juga dibandingkan.” Mbok Yem menjeda kalimat, dia memindahkan sendok ke mata kiri Delilah, “jadi, memang Fera yang Nyonya perhatikan. Saya tentu saja paham, tapi untuk Mas Nanda yang baru pulang kerja tanpa sambutan hangat sang istri. Mungkin sedikit menyakitkan, karena lagi-lagi Mas Raka yang mendapat sambutan, Nyonya.”

Delilah diam, dia tak bisa menyangkal kesalahan yang dia lakukan tanpa sadar. Ternyata, bukan hanya dia yang terluka. Komunikasi mereka adalah penyebab segalanya. Waktu yang terus berputar bukan memangkas, justru menjadikan hari berlalu dengan cepat dan hubungan mereka kian merenggang.

“Mas Nanda, memang sulit menyampaikan suara. Karena selalu menjadi nomor dua dan sering tertolak, saya harap Nyonya mau bersabar. Dia selalu menahan semua sendirian.” Mbok Yem mengambil sendok yang tertempel di mata kiri Delilah dengan senyuman.

Netra si jelita mengerjap dan berusaha fokus menatap simbok. Dia mengulas senyum tipis membalas senyuman simbok. Lalu memilih mendekap erat tubuh gempal mbok Yem dengan erat. Entah aliran hangat menjalar di hati si jelita berkat kalimat barusan.

“Mbok, terima kasih. Sudah berada di sisi Nanda selama ini.” Delilah mengucapkan dengan tulus, “terima kasih juga sudah mengingatkan.” Delilah menjeda kalimat lalu melonggarkan dekapan dan menatap mbok Yem, “jika makhluk menyebalkan itu juga perlu di cubit sesekali agar berteriak dan mengeluarkan suara.” Mereka terkikik bersama.

***

BRUK!

***

Mau author update lebih banyak? Jangan lupa support like dan tinggalkan minimal 4 komentar deh! See you next part 💗

1
Ripah Ajha
sungguh keren kata2mu Thor, aku jadi terhura eh terharu maksutnya🥰
nichi.raitaa: aw, terima kasih ya kakak juga sudah baca sampai akhir ... aku meleyot nihh 🫣🫠😘
total 1 replies
Krismargianti Andrean
lanjut thor nunggu nih ampe tambah es teh jumbo 5kali
nichi.raitaa: waduh kak ... apa nggak kembung 🤧 btw timamaciw sdh mampir, nih aku kasih 2 hati akuh 💗💗🫦
total 1 replies
Zee✨
hay kak nicki, aku mampir hehe semangattttt💪💪
nichi.raitaa: nyehehhee okidoki kak 💗 aku telhalu loh😵‍💫🫠
Zee✨: sama², nanti ye mau ngepel dulu😂😂
total 3 replies
Zee✨
dih kepedean amat bang😏
Zee✨: pantesan aku cari² nggak kelihatan, taunya di sana toh🤭
nichi.raitaa: 🤧😶‍🌫️ aku ampe ngumpet dibalik awan kakk
total 2 replies
Ripah Ajha
like Thor, tetep semangat update ya🥰
nichi.raitaa: terima kasih supportnya kak, wait ya 💗😘
total 1 replies
Ripah Ajha
gitu tu, kalok oasangan suami istri blom prnah mp, bawaannya emosi teros🤣
nichi.raitaa: aw ... si kk tau ajah 🤧🫣
total 1 replies
Ripah Ajha
keren karyamu thor
nichi.raitaa: terima kasih sdh membaca kak, semoga betah ya 💗
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Kisahnya bikin baper, jadi terlarut sama ceritanya.
nichi.raitaa: terima kasih sudah membaca, Kak 💗 teruskan lagi yuk kakk 🥰
total 1 replies
Sandy
Seru banget, gak bisa berhenti baca😍
nichi.raitaa: terima kasih, sudah membaca kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!