NovelToon NovelToon
Where Are You?

Where Are You?

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Agnettasybilla

Kalea Ludovica—murid paling keras kepala seantro SMA Bintang dan salah satu murid yang masuk dalam daftar jajaran murid paling disegani disekolah. Masa lalunya yang buruk karena sering dikucilkan keluarga sampai kematian sang adik membuatnya diusir dari rumah ketika masih berusia tujuh tahun.
Tuduhan yang ia terima membuat dirinya begitu sangat dibenci ibunya sendiri. Hingga suatu ketika, seseorang yang menjadi pemimpin sebuah geng terkenal di sekolahnya mendadak menyatakan perasaan padanya, namun tidak berlangsung lama ia justru kembali dikecewakan.

Pahitnya hidup dan selalu bertarung dengan sebuah rasa sakit membuat sebuah dendam tumbuh dalam hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 25

Ruangan serba putih dan bau obat-obatan mulai menggangu penciuman Kalea. Ia perlahan membuka kelopak mata dan mengedarkan pandangannya dan mendapati Letta dan Ana duduk di sebelah ranjangnya.

Mereka berdua sebelumnya sudah mendapat izin dari guru di jam terakhir siang ini untuk menjaga Kalea di uks. Kalea perlahan mendudukkan tubuhnya kemudian bergeser sedikit dengan kedua kaki menggantung di tepi ranjang.

"Kalea? Lo udah sadar? Apa ada yang sakit?" tukas Letta menyentuh lengan gadis itu. Mengamati wajah Kalea yang sudah kembali cerah, tidak sepucat saat ia di gendongan Gabriel.

"Gue gak papa kok. Gue baik-baik ajah," jawab Kalea dengan senyum mengembang. Letta duduk di sisi ranjang sementara Ana duduk di kursi seraya menggenggam tangan Kalea.

"Kok bisa sih lo pingsan di toilet? Jangan bilang lo ngelihat penunggu kamar mandi di sana?" tutur Letta membuat Kalea menggeleng pelan.

"Bukan An, gue juga gak tau kenapa tiba-tiba ajah lampu toilet di sana mendadak mati terus gue dikunci dari luar."

"Ada yang gak beres kalau gitu. Pasti ada orang yang usili lo saat di toilet. Siapa lagi kalau bukan tukang bully di sekolah ini."

"Pas kita nyariin lo, kita gak sengaja lihat nenek lampir si Kiara ketawa-ketawa gitu sama dayang-dayangnya. Pasti ini ulahnya mereka."

"Jangan menghakimi Ana. Dia gak pernah punya masalah sama gue, gitu juga sebaliknya," sela Letta.

"Mungkin ajah kan secara dia juga ikut jahilin lo saat Clara belum berubah seperti saat ini. Gue ajah gak percaya kalau itu anak bakalan baik benaran sama lo."

Kalea turun dari ranjangnya kemudian berkaca merapikan anak rambutnya yang berantakan.

"Udah ayok kita pergi," ajak Kalea pada keduanya.

***

Cowok berbadan tegap seraya tangan memegang kepala dengan ponsel di dekat telinga sedang berdiri ditembok samping kelasnya. Siapa lagi kalau bukan Zion, cowok paling heboh ketika mendengar adiknya kenapa-kenapa.

Zion sendiri tidak tahu menahu dari mana pria tua itu dapat kabar tentang Kalea pingsan di sekolah. Ia yakin pasti ada dalang dibalik setiap informasi yang Papanya dapatkan.

Papa 📞 : Bawa Kalea pulang secepatnya. Kakak macam apa kamu tidak becus jagain adik sendiri.

Belum sempat ia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, sambungan telepon sudah diputus sepihak oleh Papanya.

Zion menghela napas berat, lagi-lagi ia kena ceramah. Ia pun bergerak dari tempat itu dan mulai berjalan menuju kelas Kalea di lantai tiga. Disana ia melihat Kalea pergi meninggalkan kelas bersama kedua sahabatnya.

"Lo bareng kakak pulang, Papa tadi nelpon." Kalea memutar badannya saat telinganya tidak salah dengar dengan suara yang berasal dari belakangnya.

Zion dengan wajah datarnya membuat Kalea sadar kalau cowok itu baru saja mendapat kabar buruk.

"Papa marah lagi?" tanya Kalea dengan dahi yang mengerut.

"Menurut lo," balas Zion jengkel.

Kalea tau kakaknya sedang tidak ingin membahas hal ini lebih jauh lagi. Ia pun menoleh pada Letta dan Ana.

"Gue pulang duluan ya, hati-hati kalian." Kalea melambaikan tangannya lalu meraih lengan Zion berjalan di koridor yang mulai sepi.

Berhubung sekolah sudah tidak seramai tadi, Kalea lebih leluasa mengeratkan pegangannya di lengan kakaknya. Namun, sebelum mereka menuju mobil yang diparkiran, Kalea mendengar Adit meneriaki nama kakaknya tapi cowok itu menghiraukan panggilannya.

"ZION!!"

Adit yang melihat itu merasa aneh saat cowok itu sama sekali tidak menjawab panggilannya. Begitu juga dengan Gabriel, Haris dan Bobby masih duduk santai di atas motor mereka masing-masing.

"Kenapa sih itu anak? gak biasanya gak nyahut teriakan gue."

"Jangan bilang itu anak udah tau soal kemarin yang dihalte sekolah," ujar Adit. "Gawat..."

"Bisa juga, tapi mungkin ajah karena Kalea pingsan ditoilet tadi siang. Lo tahu kan gimana bokapnya, Om Bagas, segalanya pasti tau kalau berhubungan sama Kalea," timpal Bobby.

Karena saat Zion keluar dari kelas ia sempat mendengar obrolan cowok itu dengan seseorang dari balik tembok kelas. Zion memang tidak tau kalau Bobby mengupingnya.

"Gue ajah yang punya adik cowok gak gitu bangat jagain nya. Bokap gue ajah jarang nanyain kita udah makan atau semacamnya,"

"Jelaslah lo sama adik lo kan cowok, beda lagi sama Kalea yang notabennya cewek," sahut Bobby.

"Gue ajah kalau punya adik cewek, gue usahain jagain 24 jam," lanjut Bobby mengenakan jaket hitam kebanggaannya lalu menyalakan mesin motor. Mereka berempat segera keluar dari pekarangan sekolah.

***

Ruangan tamu menjadi tempat yang begitu menegangkan bagi Kalea dan belum lagi Bagas yang melirik kedatangan mereka dengan mimik wajah datar. Lagi dan lagi Zion menghela napas panjang.

Kalea menoleh pada kakaknya yang wajahnya hanya menatap lantai marmer. Kesalahan yang ia perbuat selalu saja kakaknya yang menanggung.

"Tidak usah sekolah lagi, kamu les privat atau homeschooling saja," kata Bagas membuat Kalea dan Zion mengangkat wajah.

"Papa udah bosen dengar kamu yang jatuhlah, pingsan di toilet dan yang lain yang mungkin akan terjadi lagi. Ada baiknya tidak usah sekolah sekalian!"

"Tapi Pa—"

"Tapi apa Kalea? Papa sekolahin kamu bukan untuk diganggu seperti itu. Mereka mungkin gak tau kalau Papa bisa keluarin mereka dari sekolah, tapi Papa gak mungkin lakuin hal semacam itu."

Kalea bergeming. Keduanya menatap Bagas dengan wajah serius.

"Kalau tidak ada yang mau kalian bicarakan lagi biar Papa pergi, Papa sibuk!"

Bagas berdiri dari sofa. Sebelum beliau beranjak, Zion angkat suara dan pria itu langsung menoleh pada mereka.

"Apa gak bisa kasih kesempatan lagi Pa buat Kalea sekolah lagi. Papa mau lihat anak Papa cemberut setiap harinya. Kalea udah bertahun-tahun homeschooling dan Papa mau Kalea mengurung diri terus?"

"Kamu menentang perkataan Papa, iya?!" seru Bagas.

"Bukan begitu Pa. Papa gak boleh terus-terusan mengekang Kalea atau melindungi Kalea dengan peraturan papa yang seenaknya."

"Kalea juga punya kehidupan Pa, apa papa gak kasian sama Kalea?" Zion menoleh pada Kalea. Gadis itu mengerutkan bibirnya lalu menunduk sambil melirik Papanya sekilas.

Bagas memejamkan mata sebentar lalu mengulas senyum tipis. "Kali ini Papa kasih kesempatan terakhir tapi ingat jaga dirimu baik-baik Kalea. Jangan percuma kamu belajar bela diri kalau gak bisa jaga diri sendiri."

"Siap Pa. Papa benar-benar Papa terbaik di dunia," tutur Kalea berdiri dan memeluk Papanya erat.

"Senang kan lo. Ingat itu masih hutang, lain kali kakak tagih dengan tagihan berbeda," ujar Zion beranjang dari hadapannya. Sontak Kalea berlari kecil mengejar kakaknya menuju kamar.

Bukannya ke kamarnya gadis itu malah berguling kesana kemari di kasur empuk milik Zion yang besar.

Kalea tidak pernah merasa segan memasuki kamar kakaknya bahkan melompat-lompat diranjang seperti anak kecil.

Pernah sekali gadis itu makan disana sampai membuat sprei tadinya berwarna putih bersih menjadi kecoklatan gara-gara makanan miliknya. Enaknya lagi Zion bahkan tidak marah malah dengan senang hati mengganti dengan yang baru.

Begitulah keduanya. Kadang berantam, saling menjahili terlebih Zion yang suka mengganggu sibuknya seorang Kalea.

Saat ini Zion mengganti seragam sekolahnya dengan kaos putih juga celana selutut di dalam kamar mandi.

"Jalan yuk," ajak Zion pada Kalea yang asik memainkan ponsel milik Zion di atas tempat tidur.

"Kemana kak?"

Kalea masih telentang di ranjang king size Zion sesekali gadis itu terkekeh membalas chat group yang notabennya bukan ponsel miliknya.

"Nanti kakak bilang. Ganti baju dulu gih sana!"

Segera Kalea bangkit berdiri, tapi sebelum itu ia membuat ponsel kakaknya diam bukan berdering lalu meletakkannya di atas ranjang.

Diambang pintu kamar, gadis itu terkekeh sendiri lalu menutup pintu kamar kakaknya.

"Gak usah dandan, kita cuman keluar sebentar," teriak Zion dari kamar.

***

Kalea menanggalkan satu persatu seragam sekolah dan sepatunya. Tidak perlu mandi ia bakalan tetap wangi seperti biasanya, lagian ini masih jam empat sore.

Kaos putih polos dan belt jeans yang Kalea kenakan membuat penampilannya begitu fashionable. Tak lupa rambutnya ia cepol asal dan terakhir sepatu sneakers perpaduan warna hitam dan putih.

"Cepat woi lama benar!" teriak Zion dari lantai bawah. Sontak Kalea menatap pantulan dirinya tuk terakhirnya sebelum ia bertempur kemana kakaknya akan membawanya.

Ia pun menutup asal pintu kamarnya lalu turun tergesa-gesa.

"Santai dong Kak. Gak lihat apa Kalea lagi benerin baju..."

"Gaya lo. Udah gak usah sok cantik lo itu jelek bangat," celetuk Zion membuat Kalea meninju punggungnya.

"Tau rasa..." Kalea mendahului jalannya Zion sambil menjulurkan lidahnya.

Sudah lima belas menit Kalea bosan di dalam mobil. Entah sejauh apa tempat yang akan mereka kunjungi. Kening gadis itu berkerut saat setiap sisi jalan yang mereka lalui penuh dengan pepohonan hijau yang tinggi. Gadis itu lantas menurunkan kaca mobil. Angin berhembus begitu sejuk menerpa wajahnya.

Kaca itu mendadak naik lagi membuat Kalea kembali menurunkannya. Turun lagi dan membuat Kalea naik vitam. Zion benar-benar menjahilinya lagi.

"Gak bisa tenang iya itu tangan, kalau gak bisa diam biar Lea patahin," kelakar Kalea menoleh tajam pada Zion yang sudah cengengesan.

Tak lama mobil yang mereka kendarai berhenti didepan sebuah pondok dan sebelah kirinya terdapat sebuah pohon besar yang menjulang tinggi tepatnya rumah pohon dan di depannya sebuah danau membentang luas.

Kalea lebih dulu turun membanting pintu mobil meninggalkan Zion yang meneriaki namanya.

Kalea berlari kecil menuju danau dan kedua tangannya ia angkat mirip seperti orang mau terbang. Zion hanya bisa menatap tawa adiknya itu. Rasanya ia tidak menyesal membawanya ke tempat seperti ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!