Bayi Kembar Presdir Tampan

Bayi Kembar Presdir Tampan

Bab 01. Kembali Bertemu

Hujan deras mengguyur kota Jakarta pagi itu membuat suasana kota menjadi dingin dan juga sepi. Devina, wanita muda dengan memiliki paras yang cantik, ia memasuki sebuah kantor di perusahaan garmen tempatnya melamar pekerjaan. Ia sudah bukan lagi gadis seperti dulu, ia harus menghidupi kedua anak kembarnya yang masih sangat kecil, apalagi salah satu dari anaknya mengalami penyakit turunan yang diyakini turunan dari Ayah si kembar.

"Duh, kesiangan lagi. Pagi-pagi hujan udah turun aja. Semoga saja aku tidak terlambat."

Devina menggerutu dengan mengusap wajahnya yang basah diterpa air hujan. Dia berlari menuju lobby kantor dengan keadaan basah kuyup.

"Ya Tuhan, aku benar-benar terlambat. Semua orang sudah bekerja," gumamnya dengan berjalan cepat memasuki ruang kerjanya.

Setibanya di pintu masuk menuju ruang kerja, tiba-tiba seseorang memberikan teguran keras kepadanya.

"Nona! Kenapa kamu datang terlambat? Ini hari pertama kamu bekerja, tapi kamu sudah terlambat. Kalau kamu tidak disiplin nanti kamu akan mendapatkan sanksi. Memangnya kamu mau dipecat sebelum bekerja?"

Pria bertubuh tambun itu melotot dengan berkacak pinggang memarahinya. Dia tak berani menatap matanya dan memutuskan untuk menunduk hormat pada atasan.

"Maaf Pak. Saya janji tidak akan terlambat lagi. Tadi hujannya sangat deras dan tidak ada angkot lewat."

"Apapun alasanmu, Saya nggak peduli. Di sini bekerja harus profesional. Kami tidak menerima alasan apapun. Saya peringatkan, jika sampai kamu kembali terlambat, maka jangan salahkan, jika saya akan memberikan sanksi padamu!"

"Ba-baik Pak. Saya mengerti." Dengan tergugup Devina menjawabnya.

"Ya sudah! Cepatlah masuk. Ruangan kamu ada di sebelah sana."

"Baik Pak terima kasih banyak."

Devina langsung bergegas menuju ruangan yang ditunjukkan oleh manajernya, dan dia langsung bergabung bersama dengan karyawan lain.

"Halo Kak, kenalkan namaku Devina, Aku pegawai baru di sini. Bisakah kita berteman?"  Devina berucap sopan sebelum memutuskan untuk duduk di tempatnya.

"Halo juga Vina, senang sekali berjumpa denganmu. Semoga kita bisa menjadi teman yang baik ya?"

Karyawan-karyawan yang ada di sekitarnya nampak baik dan mau berteman dengannya. Dia tidak merasa kesepian karena langsung akrab dengan karyawan yang lain.

"Nama kamu Devina, ya? Kenalin , namaku Tari," ucap Tari mengulurkan tangannya untuk berjabat dengan Devina. "Kamu anak mana sih? Kok aku nggak pernah ketemu sama kamu sebelumnya? Apa rumah kamu jauh?" tanya salah satu perempuan bernama Tari yang duduk di sebelah Revina.

Devina membalasnya dengan senyuman. "Dulunya Aku orang sini Kak, tapi udah 3 tahun aku tinggal di luar negeri dan baru pulang. Sekarang aku berinisiatif untuk melamar kerja karena nggak enak juga terlalu lama nganggur di rumah. Padahal iseng-iseng, nggak tahunya diterima dengan baik di sini. Tapi ngomong-ngomong apakah bosnya ada di sini juga?" tanya Devina.

Dia masih canggung dan belum bisa beradaptasi dengan baik di tempat kerjanya. Bahkan dia juga belum pernah bertemu dengan bosnya secara langsung.

"Oh, jadi kamu ini pendatang dari luar negeri? Kenapa harus bekerja di sini? Kenapa nggak bekerja di luar negeri aja. Kan di sana gajinya lebih gede daripada di sini," celetuk Tari.

"Ah, enggak. Aku lebih suka bekerja di sini. Di luar negeri terlalu bebas dan aku tidak menyukai kebebasan," jawab Devina.

Tari tidak menyangka kalau teman barunya itu ternyata sudah pernah tinggal di luar negeri dan dia yakin Devina bukanlah gadis yang bodoh.

"Benarkah? Aku malah ingin sekali bekerja di luar negeri Vin. Ada saja aku memiliki kesempatan untuk pergi ke luar negeri mungkin aku akan bekerja dan menetap di sana. Tapi sayangnya, aku nggak dikasih izin sama orang tuaku saat mau menjadi TKW. Sekarang aku memutuskan untuk bekerja di sini walaupun gajinya tidak besar yang penting bisa ngumpul sama orang tua."

"Iya, kalau orang tua nggak ngasih izin jangan dilanggar, nanti bisa perang mulut."

Obrolan mereka terhenti ketika manager datang dan memberikan dokumen untuk dipelajarinya.

"Ini pelajari dulu, bekerjalah yang bener, jangan mengobrol aja!"

Pria gendut itu cukup menjengkelkan. Jika saja pria itu bukanlah atasannya, mungkin dia akan dilawannya.

"Baik Pak."

Devina menatap malas pada pria yang diyakini sebagai bosnya.

"Itu bosnya?" tanya Revina pada Tari.

"Bukan. Dia itu manager di sini. Kayaknya Pak bos masih belum datang."

Devina mencebikkan bibirnya. Ia pikir pria gendut itu bosnya yang bisa semena-mena mengaturnya.

"Oalah, jadi dia itu cuma manager di sini? Kupikir itu bosnya. Kenapa lagaknya gitu amat ya? Agak songong!"

Seketika Tari melepas tawanya, untung saja managernya sudah berlalu meninggalkan ruang kerjanya.

"Dia emang gitu, Vina. Sok ngatur-ngatur. Ya maklum aja lah, dikasih kepercayaan lebih sama si bos, jadi mau kapan lagi kalau nggak dimanfaatin buat songong sekarang, keburu dipecat."

Walaupun belum lama mengenal Devina, Tari merasa sudah akrab. Dia bahkan tak ada kecanggungan saat mengobrol dengan karyawan baru.

"Vina! Perlu kamu ketahui saja, Bosnya di sini  masih muda, dia cool, sangat mempesona. Siapapun yang melihatnya, bakalan klepek-klepek.

Tari banyak memberikan pujian terhadap bosnya. Hampir semua pegawai perempuannya menyukai ketampanan bosnya, apalagi bosnya terkesan dingin dan tak banyak bicara.

"Biasa aja, nggak usah terlalu menyanjung tinggi orang lain, takutnya dibikin sakit hati," balas Devina.

Devina tersenyum miris mengingat masa lalunya. Andai saja tidak pernah ada masalah dengan rumah tangganya, mungkin keadaannya sekarang akan baik-baik saja.

'Semoga saja dia sabar. Aku nggak siap kalau diperlakukan semena-mena, apalagi aku kan hanya tamatan SMA. Mungkin akan dianggap remeh, karena ijasahku terlalu kecil.'

Devina menghela napas dan membuka berkas-berkas yang diberikan oleh manager untuk dipelajarinya.

Tak lama dari itu, seorang pria muda dengan mengenakan pakaian formal dipadu dengan kacamata hitam memasuki lobby kantor.

Pria itu langsung mendapatkan sambutan hangat dari karyawannya.

"Selamat pagi Pak," sapa semua karyawan.

"Pagi," jawabnya terkesan dingin.

"Bagaimana dengan karyawan baru? Apa dia sudah datang?" tanya Pria itu dengan berjalan ke ruangannya.

"Iya Pak. Dia sudah datang," jawab managernya.

"Hmm, suruh dia ke ruangan saya ya?"

"Baik Pak. Akan saya sampaikan."

Manager itu pun bergegas untuk menemui Revina di ruang kerjanya. Dia mendekat dan langsung meminta Revina untuk menemui bosnya.

"Hey, kamu! Kamu diminta untuk menghadap bos sekarang!"

Devina menoleh dengan mata melebar. Deg! 'Mati aku.' Degub jantungnya seketika berdetak dengan cepat.

"Ba-baik Pak," Devina langsung beranjak dari tempat duduknya.

"Kalau  boleh tau, ruangan bos ada di sebelah mana ya?"

Tidak ingin salah ruangan, tak ada salahnya dia bertanya di mana keberadaan bosnya.

"Mari akan saya antar," jawab sang Manager.

Devina berjalan mengikuti manager untuk sampai ke ruangan CEO. Tak bisa dipungkiri, jantungnya kini berdebar-debar tak karuan.

"Ini ruangannya. Pak bos ada di dalam. Silahkan masuk, saya tinggal dulu."

Devina mengangguk. Tiba-tiba ia nervous saat memegang kenop pintu ruangan CEO.

'Ya Tuhan, gimana ini? Kenapa aku jadi nervous gini? Apa aku pergi saja ya? Tapi katanya bos tengah memanggilku, memangnya ada apa sih? Pikiranku jadi nggak tenang gini.'

Devina mondar-mandir di depan ruangan CEO. Wajahnya nampak gelisah, ragu untuk membuka pintunya.

'Ya Tuhan, kenapa aku jadi gemetaran gini ya? Belum saja bertemu dengan bos aku sudah hampir pingsan, kayak mau ketemu macan saja.'

Tak ada pilihan lain. Walaupun dalam hatinya ragu, ia tetap dituntut untuk menemui bosnya. Akhirnya dengan seribu keberanian dia memaksakan diri untuk memasuki ruangan CEO.

"Permisi Pak. Maaf mengganggu waktunya?"

Suara lembut Devina membuat Bos yang duduk di singgasananya tersenyum.

"Iya, silahkan masuk!"

Mendapatkan izin dari dalam, Devina sedikit lega, namun ada yang mengganjal di hatinya, kenapa suara itu begitu familiar di telinganya.

"Suara itu? Kok sepertinya nggak asing lagi ya? Tapi ...,,"

Wanita itu terdiam sejenak dengan mengerutkan dahi. Tapi ia tak ingin berpikir yang aneh-aneh dan langsung membuka pintu ruangan CEO.

"Maaf Pak. Apa Bapak tadi memanggil saya?" tanya Revina dengan tubuhnya yang masih gemetaran, nervous.

"Hmm, iya. Kemarilah!"

Devina yang menunduk antara canggung dan nervous, dia sampai tidak tahu wajah bosnya. Dia tidak punya keberanian untuk menatapnya.

"Duduklah nona," pinta pria itu saat Devina berdiri di depan meja kerjanya.

Devina mengangguk. "Baik, terimakasih banyak Pak."

Devina langsung menghenyakkan panggulnya di kursi, berhadapan langsung dengan Bosnya. Perlahan wajahnya mendongak, akan terkesan tidak sopan jika tidak mau bertatapan langsung dengan bosnya.

Deg,, Seketika jantungnya berdegup dengan cepat, saat beradu pandang dengan seseorang yang ingin dihindarinya.

"Kak Marcell!!"

Tubuhnya seketika menegang dengan tatapan melotot saat kembali dipertemukan dengan pria yang berpengaruh di masalalunya.

"Devina!! How are you?"

Terpopuler

Comments

Yatinah

Yatinah

apakah sang CEO ayahnya se kembar?

2024-04-28

1

Hafni Lisa

Hafni Lisa

yes

2024-05-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 01. Kembali Bertemu
2 Bab 02. Jangan Kebaperan
3 Bab 03. Perempuan Murahan
4 Bab 04. Foto Penyebab Kehancuran
5 Bab 05. Kekuatan dari Si Kembar
6 Bab 06. Bayar Denda Lima Belas Juta Rupiah
7 Bab 07. Gagal Move on
8 Bab 08. Perang Dingin
9 Bab 09. Mommy Jangan Pergi
10 Bab 10. Enyahlah dari Sini
11 Bab 11. Peduli
12 Bab 12. Insiden di Dapur
13 Bab 13. Siapa Mereka?
14 Bab 14. Aku Nggak Mau dicuntik
15 Bab 15. Siapa Ayah Mereka?
16 Bab 16. Mereka itu Anakmu
17 Bab 17. Kita Rujuk
18 Bab 18. Tolong Bantu Aku
19 Bab 19. Ternyata hanya Rekayasa
20 Bab 20. Kalian Penjilat!
21 Bab 21. Atau Aku Akan Meneriakimu Seperti Maling
22 Bab 22. Pergi dari Rumahku!
23 Bab 23. Aku Mau Tinggal Sama Daddy
24 Bab 24. Mommy , Jangan Usir Daddy
25 Bab 25. Pikiran Masa Depan Anak-anak
26 Bab 26. Jangan Minta Aku Menjauh
27 Bab 27. Akhirnya Mengaku
28 Bab 28. Daddy Pembohong
29 Bab 29. Belum Puas Membuatku Menderita?
30 Bab 30. Dedek Jangan Pergi
31 Bab 31. Azalea Kritis
32 Bab 32. Pengorbananku Kau Abaikan
33 Bab 33. Langkahi Dulu Mayatku!
34 Bab 34. Aku Bukan Lagi Tanggung Jawabmu
35 Bab 35. Hentikan Omong Kosongmu
36 Bab 36. Selalu Salah Paham
37 Bab 37. Fasilitas yang Berbeda
38 Bab 38. Apa Kau Berpikir Aku Sudah Berubah?
39 Bab 39. Kalau Bukan Buat Aku, Lakukan Untuk Anak-anak
40 Bab 40. Mengalah Demi Anak
41 Bab 41. Dimuliakan Mantan Suami
42 Bab 42. Aku Pergi Karena Papa
43 Bab 43. Apa Serendah itu Diriku?
44 Bab 44. Jadi Mereka ini Cucu Kami?
45 Bab 45. Restu dari Orang tua
46 Bab 46. Tinggal Satu Atap
47 Bab 47. Akhirnya Rujuk
48 Bab 48. Lebih Buas Daripada Serigala
49 Bab 49. Kartu As Ada ditanganku
50 Bab 50. Atau Hidupmu Semakin Kacau
51 Bab 51. Curiga Tak Beralasan
52 Bab 52. Apa Kau yang Mengajarinya Kurang Ajar?
53 Bab 53. Pergilah Dari Ini dan Bawalah Anak-anakmu!
54 Bab 54. Pilihan Tersulit
55 Bab 55. Produk Unggul
56 Bab 56. Pertemuan yang Mengejutkan
57 Bab 57. Bernostalgia Mengingat Masa Lalu
58 Bab 58. Sama-sama Menjadi Korban Keegoisan Mertua
59 Bab 59. Orang Tua Serakah
60 Bab 60. Dibenci Anak Sendiri
61 Bab 61. Tak Ada yang Mau Mengalah
62 Bab 62. Tabur Tuai
63 Bab 63. Apa Benar Suamiku Berselingkuh?
64 Bab 64. Kekecewaan yang Mendalam
65 Bab 65. Ceraikan Aku
66 Bab 66. Hati yang Luka
67 Bab 67. Kujadikan Pengasuh Anak-anakku
68 Bab 68. Tumbal Pesugihan
69 Bab 69. Wanita Tua Penghuni Hutan
70 Bab 70. Nadia Maharani
71 Bab 71. Kedatangan Erna Pembuat Onar
72 Bab 72. Atau Aku yang Akan Memberinya Pelajaran
73 Bab 73. Pengakuan Nadia
74 Bab 74. Apa Aku Bukan Keturunannya?
75 Bab 75. Penjahat Kelas Kakap
76 Bab 76. Sang Pendosa
77 Bab 77. Panik
78 78. Kejahatan Apa yang dilakukan Mama?
79 Bab 79. Kedok Erna Mulai Terbongkar
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Bab 01. Kembali Bertemu
2
Bab 02. Jangan Kebaperan
3
Bab 03. Perempuan Murahan
4
Bab 04. Foto Penyebab Kehancuran
5
Bab 05. Kekuatan dari Si Kembar
6
Bab 06. Bayar Denda Lima Belas Juta Rupiah
7
Bab 07. Gagal Move on
8
Bab 08. Perang Dingin
9
Bab 09. Mommy Jangan Pergi
10
Bab 10. Enyahlah dari Sini
11
Bab 11. Peduli
12
Bab 12. Insiden di Dapur
13
Bab 13. Siapa Mereka?
14
Bab 14. Aku Nggak Mau dicuntik
15
Bab 15. Siapa Ayah Mereka?
16
Bab 16. Mereka itu Anakmu
17
Bab 17. Kita Rujuk
18
Bab 18. Tolong Bantu Aku
19
Bab 19. Ternyata hanya Rekayasa
20
Bab 20. Kalian Penjilat!
21
Bab 21. Atau Aku Akan Meneriakimu Seperti Maling
22
Bab 22. Pergi dari Rumahku!
23
Bab 23. Aku Mau Tinggal Sama Daddy
24
Bab 24. Mommy , Jangan Usir Daddy
25
Bab 25. Pikiran Masa Depan Anak-anak
26
Bab 26. Jangan Minta Aku Menjauh
27
Bab 27. Akhirnya Mengaku
28
Bab 28. Daddy Pembohong
29
Bab 29. Belum Puas Membuatku Menderita?
30
Bab 30. Dedek Jangan Pergi
31
Bab 31. Azalea Kritis
32
Bab 32. Pengorbananku Kau Abaikan
33
Bab 33. Langkahi Dulu Mayatku!
34
Bab 34. Aku Bukan Lagi Tanggung Jawabmu
35
Bab 35. Hentikan Omong Kosongmu
36
Bab 36. Selalu Salah Paham
37
Bab 37. Fasilitas yang Berbeda
38
Bab 38. Apa Kau Berpikir Aku Sudah Berubah?
39
Bab 39. Kalau Bukan Buat Aku, Lakukan Untuk Anak-anak
40
Bab 40. Mengalah Demi Anak
41
Bab 41. Dimuliakan Mantan Suami
42
Bab 42. Aku Pergi Karena Papa
43
Bab 43. Apa Serendah itu Diriku?
44
Bab 44. Jadi Mereka ini Cucu Kami?
45
Bab 45. Restu dari Orang tua
46
Bab 46. Tinggal Satu Atap
47
Bab 47. Akhirnya Rujuk
48
Bab 48. Lebih Buas Daripada Serigala
49
Bab 49. Kartu As Ada ditanganku
50
Bab 50. Atau Hidupmu Semakin Kacau
51
Bab 51. Curiga Tak Beralasan
52
Bab 52. Apa Kau yang Mengajarinya Kurang Ajar?
53
Bab 53. Pergilah Dari Ini dan Bawalah Anak-anakmu!
54
Bab 54. Pilihan Tersulit
55
Bab 55. Produk Unggul
56
Bab 56. Pertemuan yang Mengejutkan
57
Bab 57. Bernostalgia Mengingat Masa Lalu
58
Bab 58. Sama-sama Menjadi Korban Keegoisan Mertua
59
Bab 59. Orang Tua Serakah
60
Bab 60. Dibenci Anak Sendiri
61
Bab 61. Tak Ada yang Mau Mengalah
62
Bab 62. Tabur Tuai
63
Bab 63. Apa Benar Suamiku Berselingkuh?
64
Bab 64. Kekecewaan yang Mendalam
65
Bab 65. Ceraikan Aku
66
Bab 66. Hati yang Luka
67
Bab 67. Kujadikan Pengasuh Anak-anakku
68
Bab 68. Tumbal Pesugihan
69
Bab 69. Wanita Tua Penghuni Hutan
70
Bab 70. Nadia Maharani
71
Bab 71. Kedatangan Erna Pembuat Onar
72
Bab 72. Atau Aku yang Akan Memberinya Pelajaran
73
Bab 73. Pengakuan Nadia
74
Bab 74. Apa Aku Bukan Keturunannya?
75
Bab 75. Penjahat Kelas Kakap
76
Bab 76. Sang Pendosa
77
Bab 77. Panik
78
78. Kejahatan Apa yang dilakukan Mama?
79
Bab 79. Kedok Erna Mulai Terbongkar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!