Bayi Kembar Presdir Tampan
Hujan deras mengguyur kota Jakarta pagi itu membuat suasana kota menjadi dingin dan juga sepi. Devina, wanita muda dengan memiliki paras yang cantik, ia memasuki sebuah kantor di perusahaan garmen tempatnya melamar pekerjaan. Ia sudah bukan lagi gadis seperti dulu, ia harus menghidupi kedua anak kembarnya yang masih sangat kecil, apalagi salah satu dari anaknya mengalami penyakit turunan yang diyakini turunan dari Ayah si kembar.
"Duh, kesiangan lagi. Pagi-pagi hujan udah turun aja. Semoga saja aku tidak terlambat."
Devina menggerutu dengan mengusap wajahnya yang basah diterpa air hujan. Dia berlari menuju lobby kantor dengan keadaan basah kuyup.
"Ya Tuhan, aku benar-benar terlambat. Semua orang sudah bekerja," gumamnya dengan berjalan cepat memasuki ruang kerjanya.
Setibanya di pintu masuk menuju ruang kerja, tiba-tiba seseorang memberikan teguran keras kepadanya.
"Nona! Kenapa kamu datang terlambat? Ini hari pertama kamu bekerja, tapi kamu sudah terlambat. Kalau kamu tidak disiplin nanti kamu akan mendapatkan sanksi. Memangnya kamu mau dipecat sebelum bekerja?"
Pria bertubuh tambun itu melotot dengan berkacak pinggang memarahinya. Dia tak berani menatap matanya dan memutuskan untuk menunduk hormat pada atasan.
"Maaf Pak. Saya janji tidak akan terlambat lagi. Tadi hujannya sangat deras dan tidak ada angkot lewat."
"Apapun alasanmu, Saya nggak peduli. Di sini bekerja harus profesional. Kami tidak menerima alasan apapun. Saya peringatkan, jika sampai kamu kembali terlambat, maka jangan salahkan, jika saya akan memberikan sanksi padamu!"
"Ba-baik Pak. Saya mengerti." Dengan tergugup Devina menjawabnya.
"Ya sudah! Cepatlah masuk. Ruangan kamu ada di sebelah sana."
"Baik Pak terima kasih banyak."
Devina langsung bergegas menuju ruangan yang ditunjukkan oleh manajernya, dan dia langsung bergabung bersama dengan karyawan lain.
"Halo Kak, kenalkan namaku Devina, Aku pegawai baru di sini. Bisakah kita berteman?" Devina berucap sopan sebelum memutuskan untuk duduk di tempatnya.
"Halo juga Vina, senang sekali berjumpa denganmu. Semoga kita bisa menjadi teman yang baik ya?"
Karyawan-karyawan yang ada di sekitarnya nampak baik dan mau berteman dengannya. Dia tidak merasa kesepian karena langsung akrab dengan karyawan yang lain.
"Nama kamu Devina, ya? Kenalin , namaku Tari," ucap Tari mengulurkan tangannya untuk berjabat dengan Devina. "Kamu anak mana sih? Kok aku nggak pernah ketemu sama kamu sebelumnya? Apa rumah kamu jauh?" tanya salah satu perempuan bernama Tari yang duduk di sebelah Revina.
Devina membalasnya dengan senyuman. "Dulunya Aku orang sini Kak, tapi udah 3 tahun aku tinggal di luar negeri dan baru pulang. Sekarang aku berinisiatif untuk melamar kerja karena nggak enak juga terlalu lama nganggur di rumah. Padahal iseng-iseng, nggak tahunya diterima dengan baik di sini. Tapi ngomong-ngomong apakah bosnya ada di sini juga?" tanya Devina.
Dia masih canggung dan belum bisa beradaptasi dengan baik di tempat kerjanya. Bahkan dia juga belum pernah bertemu dengan bosnya secara langsung.
"Oh, jadi kamu ini pendatang dari luar negeri? Kenapa harus bekerja di sini? Kenapa nggak bekerja di luar negeri aja. Kan di sana gajinya lebih gede daripada di sini," celetuk Tari.
"Ah, enggak. Aku lebih suka bekerja di sini. Di luar negeri terlalu bebas dan aku tidak menyukai kebebasan," jawab Devina.
Tari tidak menyangka kalau teman barunya itu ternyata sudah pernah tinggal di luar negeri dan dia yakin Devina bukanlah gadis yang bodoh.
"Benarkah? Aku malah ingin sekali bekerja di luar negeri Vin. Ada saja aku memiliki kesempatan untuk pergi ke luar negeri mungkin aku akan bekerja dan menetap di sana. Tapi sayangnya, aku nggak dikasih izin sama orang tuaku saat mau menjadi TKW. Sekarang aku memutuskan untuk bekerja di sini walaupun gajinya tidak besar yang penting bisa ngumpul sama orang tua."
"Iya, kalau orang tua nggak ngasih izin jangan dilanggar, nanti bisa perang mulut."
Obrolan mereka terhenti ketika manager datang dan memberikan dokumen untuk dipelajarinya.
"Ini pelajari dulu, bekerjalah yang bener, jangan mengobrol aja!"
Pria gendut itu cukup menjengkelkan. Jika saja pria itu bukanlah atasannya, mungkin dia akan dilawannya.
"Baik Pak."
Devina menatap malas pada pria yang diyakini sebagai bosnya.
"Itu bosnya?" tanya Revina pada Tari.
"Bukan. Dia itu manager di sini. Kayaknya Pak bos masih belum datang."
Devina mencebikkan bibirnya. Ia pikir pria gendut itu bosnya yang bisa semena-mena mengaturnya.
"Oalah, jadi dia itu cuma manager di sini? Kupikir itu bosnya. Kenapa lagaknya gitu amat ya? Agak songong!"
Seketika Tari melepas tawanya, untung saja managernya sudah berlalu meninggalkan ruang kerjanya.
"Dia emang gitu, Vina. Sok ngatur-ngatur. Ya maklum aja lah, dikasih kepercayaan lebih sama si bos, jadi mau kapan lagi kalau nggak dimanfaatin buat songong sekarang, keburu dipecat."
Walaupun belum lama mengenal Devina, Tari merasa sudah akrab. Dia bahkan tak ada kecanggungan saat mengobrol dengan karyawan baru.
"Vina! Perlu kamu ketahui saja, Bosnya di sini masih muda, dia cool, sangat mempesona. Siapapun yang melihatnya, bakalan klepek-klepek.
Tari banyak memberikan pujian terhadap bosnya. Hampir semua pegawai perempuannya menyukai ketampanan bosnya, apalagi bosnya terkesan dingin dan tak banyak bicara.
"Biasa aja, nggak usah terlalu menyanjung tinggi orang lain, takutnya dibikin sakit hati," balas Devina.
Devina tersenyum miris mengingat masa lalunya. Andai saja tidak pernah ada masalah dengan rumah tangganya, mungkin keadaannya sekarang akan baik-baik saja.
'Semoga saja dia sabar. Aku nggak siap kalau diperlakukan semena-mena, apalagi aku kan hanya tamatan SMA. Mungkin akan dianggap remeh, karena ijasahku terlalu kecil.'
Devina menghela napas dan membuka berkas-berkas yang diberikan oleh manager untuk dipelajarinya.
Tak lama dari itu, seorang pria muda dengan mengenakan pakaian formal dipadu dengan kacamata hitam memasuki lobby kantor.
Pria itu langsung mendapatkan sambutan hangat dari karyawannya.
"Selamat pagi Pak," sapa semua karyawan.
"Pagi," jawabnya terkesan dingin.
"Bagaimana dengan karyawan baru? Apa dia sudah datang?" tanya Pria itu dengan berjalan ke ruangannya.
"Iya Pak. Dia sudah datang," jawab managernya.
"Hmm, suruh dia ke ruangan saya ya?"
"Baik Pak. Akan saya sampaikan."
Manager itu pun bergegas untuk menemui Revina di ruang kerjanya. Dia mendekat dan langsung meminta Revina untuk menemui bosnya.
"Hey, kamu! Kamu diminta untuk menghadap bos sekarang!"
Devina menoleh dengan mata melebar. Deg! 'Mati aku.' Degub jantungnya seketika berdetak dengan cepat.
"Ba-baik Pak," Devina langsung beranjak dari tempat duduknya.
"Kalau boleh tau, ruangan bos ada di sebelah mana ya?"
Tidak ingin salah ruangan, tak ada salahnya dia bertanya di mana keberadaan bosnya.
"Mari akan saya antar," jawab sang Manager.
Devina berjalan mengikuti manager untuk sampai ke ruangan CEO. Tak bisa dipungkiri, jantungnya kini berdebar-debar tak karuan.
"Ini ruangannya. Pak bos ada di dalam. Silahkan masuk, saya tinggal dulu."
Devina mengangguk. Tiba-tiba ia nervous saat memegang kenop pintu ruangan CEO.
'Ya Tuhan, gimana ini? Kenapa aku jadi nervous gini? Apa aku pergi saja ya? Tapi katanya bos tengah memanggilku, memangnya ada apa sih? Pikiranku jadi nggak tenang gini.'
Devina mondar-mandir di depan ruangan CEO. Wajahnya nampak gelisah, ragu untuk membuka pintunya.
'Ya Tuhan, kenapa aku jadi gemetaran gini ya? Belum saja bertemu dengan bos aku sudah hampir pingsan, kayak mau ketemu macan saja.'
Tak ada pilihan lain. Walaupun dalam hatinya ragu, ia tetap dituntut untuk menemui bosnya. Akhirnya dengan seribu keberanian dia memaksakan diri untuk memasuki ruangan CEO.
"Permisi Pak. Maaf mengganggu waktunya?"
Suara lembut Devina membuat Bos yang duduk di singgasananya tersenyum.
"Iya, silahkan masuk!"
Mendapatkan izin dari dalam, Devina sedikit lega, namun ada yang mengganjal di hatinya, kenapa suara itu begitu familiar di telinganya.
"Suara itu? Kok sepertinya nggak asing lagi ya? Tapi ...,,"
Wanita itu terdiam sejenak dengan mengerutkan dahi. Tapi ia tak ingin berpikir yang aneh-aneh dan langsung membuka pintu ruangan CEO.
"Maaf Pak. Apa Bapak tadi memanggil saya?" tanya Revina dengan tubuhnya yang masih gemetaran, nervous.
"Hmm, iya. Kemarilah!"
Devina yang menunduk antara canggung dan nervous, dia sampai tidak tahu wajah bosnya. Dia tidak punya keberanian untuk menatapnya.
"Duduklah nona," pinta pria itu saat Devina berdiri di depan meja kerjanya.
Devina mengangguk. "Baik, terimakasih banyak Pak."
Devina langsung menghenyakkan panggulnya di kursi, berhadapan langsung dengan Bosnya. Perlahan wajahnya mendongak, akan terkesan tidak sopan jika tidak mau bertatapan langsung dengan bosnya.
Deg,, Seketika jantungnya berdegup dengan cepat, saat beradu pandang dengan seseorang yang ingin dihindarinya.
"Kak Marcell!!"
Tubuhnya seketika menegang dengan tatapan melotot saat kembali dipertemukan dengan pria yang berpengaruh di masalalunya.
"Devina!! How are you?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Victoria Neka
pasti masa lalu merwka sangat berkesan
2024-06-04
0
Nunik Wahyuni
jeng jeng ada apa dgn masa lalu mrk ....?
hadir thorrr 😊😊😊
2024-06-03
0
Uthie
keep dulu 👍🤗
2024-05-31
0