NovelToon NovelToon
MAN FROM THE ABYSS

MAN FROM THE ABYSS

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Isekai
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nur

Seorang pembunuh yang dapat menerima konsekuensinya atas seluruh tindakannya adalah suatu keberadaan yang paling berbahaya.

Di antara seluruh sejarah umat manusia di muka bumi terdapat beberapa orang yang mendominasi kejahatan dalam setiap era sejarah, dengan tujuan menyebarkan ideologi gila mereka untuk melahirkan generasi kejam yang tak mengenal rasa takut.

Di tahun 2017 sedikit banyaknya dari mereka yang telah menanamkan jiwa seorang pembunuh berakhir di era teknologi sehingga angka kejahatan semakin menurun. Namun hal itu tidak mengungkit fakta bahwa masih ada satu orang yang bekerja secara indepent di balik bayang-bayang hanya untuk sekedar menjadikannya kesenangan dengan meninggalkan kasus paling banyak dalam sejarah umat manusia.

Kisah ini menceritakan seorang pembunuh profesional yang terjebak dalam permainan Dewa setelah kematiannya telah di tetapkan, jauh dari surga maupun neraka di dalam dunia tersebut hanya ada keajaiban sihir dan segala kemungkinannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps 25:Penghujung Pertarungan

Mengamati semua tampak berakhir tanpa adanya perlawanan balik dari Dewi Gabriel yang tidak menunjukan responsif terhadap kondisi yang ia alami menjadikan Izaya memiliki kendali atas keadaan tersebut.

Pandangan Izaya tak luput untuk memperhatikan selalu pemandangan yang tersuguhkan di depan matanya, dimana seakan Dewi Gabriel benar-benar telah tewas dengan raut wajah membeku.

Seiring dengan kondisi tersebut, Izaya yang selama ini terus melangkahkan kakinya telah berada satu langkah di depan wajah Dewi Gabriel.

Apa yang Izaya rasakan ketika berada dekat dengan keberadaan Dewi Gabriel adalah sebuah sensasi perasaan yang mendebarkan jantung. Namun untuk memastikan lebih lanjut bagaimana sesungguhnya kondisi yang di alami Dewi Gabriel memerlukan sebuah tindakan kontak fisik secara langsung.

Dimana Izaya kembali bertindak menarik rambut Dewi Gabriel dengan cara yang kasar, lalu mendekatkan wajahnya hingga saling bertatap muka begitu dekat.

Untuk kali ini Izaya sungguh yakin telah membunuhnya saat sentuhan tersebut membuatnya menyadari tidak adanya sirklus energi sihir dimana pun. Jiwa, raga maupun keberadaanya sekalipun benar-benar tidak terasa.

Tak cukup sampai dengan kepastian tersebut, secara berkelanjutan salah satu tangan Izaya mulai bergerak menggapai mata kiri Dewi Gabriel.

Akan tetapi saat itu juga serentak Izaya menghentikan niatnya ketika ia baru saja menyadari, domain yang di ciptakan oleh Dewi Gabriel masih mengurungnya dan tidak turut lenyap bersama kematiannya.

Hal itu mulai mengganggu Izaya dengan segala spekulasinya.

"Yah, aku sudah memikirkan kemungkinan ini akan terjadi. Namun tetap saja ini lebih merepotkan dari apa yang kukira, hanya ada dua kemungkinan domain yang menggangguku masih tetap ada. Yakni sebagian besar mungkin sejak awal keberadaanku sekarang telah di bawa berada di dimensi yang berbeda, sehingga walau tuan rumahnya telah tiada itu tidak menghapus keseluruhan yang telah terbangun, mengingat jumlah kapasitas serta konsep yang berdiri sendiri di dalamnya kupikir itu jauh lebih dari sekedar dimensi antar ruang, kalau tidak salah dia juga pernah menjelaskan persoalan tersebut. Yah ... Namun tetap saja aku masih merasakan sesuatu menganggap ini belum berakhir."

Izaya menunjukan senyuman jahat melalui lisannya, perilaku yang ia perlihatkan terpandang sebagai sosok yang tak kenal ampun.

Lebih dari sekedar menikmati keindahan di tangannya, Izaya masih menaruh kewaspadaan saat semua kejanggalan menganggu pikirannya.

*Clap!*

"Hm?"

Sebuah tangan secara ajaib telah menusuk dan menembus jantung Izaya dari arah belakangnya, hingga ia menyadari tangan tersebut adalah tangan seorang wanita ketika berhasil menembus bagian luar tubuhnya.

Seketika tubuh Izaya berlumuran darah dan membuatnya melepaskan cengkraman dari rambut Dewi Gabriel.

Walau mengetahui dirinya telah menerima luka yang fatal, reaksi Izaya justru menjadi sebaliknya dimana ia masih bisa tersenyum dengan batasan aura energi sihir yang masih di pertahankannya.

*Zeblarrr!*

Dalam kurung waktu yang singkat sosok tersebut secara cepat menghempaskan tangannya yang masih melekat di tubuh Izaya sebagai sebuah acuan dan alhasil membuatnya menjauh dari mayat Dewi Gabriel dengan begitu mudah.

Dampaknya menghantam Izaya dengan jutaan pedang di sekitarnya memberikan jarak yang cukup jauh bersama tumpukan pedang lainnya.

Akan tetapi hanya sampai di sana keberlangsungan pedang-pedang yang melukai Izaya, ketika aura energi sihirnya masih bertahan untuk mempengaruhi domain milik Dewi Gabriel.

"Sesuai kesepakatan kita di awal, jika kau bisa membuatku mencapai batasku maka akan kuperlihatkan kekuatan terakhirku. Yah apa yang saat ini kau perhatikan adalah wujud sejatiku."

Saat itu dari kejauhan Izaya memperhatikan seksama Dewi Gabriel dengan penampilan barunya, dimana ia tampak tidak mengenakan pakaian atau atribut apapun dan untuk kedua kalinya Izaya sekali lagi melihat serangkaian garis-garis berwarna biru berbentuk abstrak sebagaimana menutupi ketelanjangan tubuh Dewi Gabriel.

Namun di mata Izaya, garis-garis yang melekat di seluruh raga Dewi Gabriel tampak saling terhubung hingga terlihat bagaikan sebuah pelindung diri.

"Begitu ya kau membuat tubuh baru ternyata, itu tak pernah terbayangkan olehku bahwa hal itu bisa di lakukan saat seluruh kekuatanmu berhasil kublokir bahkan aku merasa beberapa waktu lalu kau benar-benar telah mati. Namun anehnya melihat perubahanmu yang sekarang, aku tak merasakan sama sekali keberadaan sebagai sesosok Dewa kau justru tampak bagaikan sebuah roh yang baru saja menetas."

Bersamaan dengan ucapan tersebut luka yang di terima Izaya kembali beregenerasi.

"Tepat sekali, untuk menenuhi syarat aku harus tewas terlebih dahulu. Kau yang berhasil membunuhku sebenarnya itu adalah kebenarannya. Biar kuperjelas sebagai bagian dari janjiku ketika aku telah mencapai wujud akhirku."

Mendadak Izaya menjadi lebih antusias saat Dewi Gabriel memulai penyampaiannya dengan penampilan barunya.

"Nama asliku sebelum menyandang gelar sebagai Dewa/Dewi adalah Mirage. Dan aku adalah salah satu di antara ke 12 Dewa/Dewi yang di anugrahi berkat ilahi, aku tidak akan menjelaskan lebih detail tentang sejarah tersebut. Yang jelas setelah perang besar-besaran berakhir, aku terlahir kembali sebagai salah satu Item Drop terkuat di alam semesta bersama dengan 11 Dewa lainnya. Namun aku berbeda di antara semuanya, karena akulah yang masih terkuat. Cukup sampai di sini tentang latar belakangnya, bisa kau lihat ini adalah wujudku sebagai Item Drop yang tidak pernah tersentuh oleh siapapun. Aku perlu membuang diriku sendiri untuk mencapai keadaan ini, bagaimana pun juga menurutku .... "

Tanpa sebab Dewi Gabriel secara spontan menggepalkan kedua tangannya.

"Ini adalah bentuk yang paling buruk."

Saat itu juga Izaya benar-benar memahami kondisi mental lawannya melihat tingkah laku Dewi Gabriel yang seakan menahan seluruh penderitaan.

"Namun ... Jika itu demi menghapuskanmu, aku tidak akan ragu untuk melakukan segala cara. Dan satu hal lagi, membunuhku tidak akan melenyapkanku jiwa serta ragaku akan selalu ada sebagai Item Drop walau nantinya aku tidak lagi memiliki hak atas kendali diriku sendiri."

Dewi Gabriel sejak memasuki perubahan baru pada wujudnya ia hanya memperlihatkan ekspresi datar tanpa adanya keinginan seperti menunjukan hasrat semangat hidupnya.

"Pada intinya kondisi yang kau alami bukan lagi tubuh yang sama, kau kembali terlahir dengan memakai kekuatan Item Drop dan menyampingkan kepribadianmu yang seharusnya. Itu kah yang kau maksud dengan membuang? Bagiku kau tetaplah yang di untungkan, penderitaanmu setara dengan apa yang kau dapatkan sekarang. Aku memang tidak memahami penderitaanmu dan aku tidak memiliki hak untuk menilai, akan tetapi ingatlah bahwa aku masih mengincar dirimu sehingga masih belum ada akhir di antara kita."

Izaya menegaskan kembali keinginannya dengan sangat lantang.

"Katakan saja jika kau ingin segera melakukan serangan. Namun kau ada benarnya, di mataku hanya ada bajingan yang harus kulenyapkan. Ini akan menjadi terakhir kalinya dalam perubahan bentuk kekuatanku."

Saat itu juga Izaya mulai merasakan jangkauan aura energi sihirnya mulai meredup seolah perlahan melemah untuk terus mempertahankan keselarasannya terhadap domain Dewi Gabriel.

"Oh, rupanya hanya sampai di sini saja batasan fisikku dalam menahan aura energi sihir yang kulimpahkan. Sangat menyebalkan aku harus berhadapan lagi dengan domain milikmu."

*Zab!*

Sesaat setelah Izaya baru saja kehilangan seluruh keberadaan aura enegi sihirnya, secepat cahaya ratusan pedang telah mendarat di seluruh raganya hingga kembali menampilkan darah yang tak beraturan.

Semakin Izaya membuat banyak pergerakan terjangan tak terhenti akan terus berlangsung dan pada akhirnya memungkinkan untuk melampaui batas itu sendiri.

Dalam keadaan memilukan Izaya hanya termerenungi dengan senyuman yang selalu menemaninya, saat semua titik vital termasuk panca indranya menerima kerusakan parah.

Lebih dari apa yang menimpa Izaya, suatu reaksi berasal dari jubahnya memperlihatkan sebuah responsif secara mandiri terhadap aura energi sihir pemiliknya, dimana tampak terkelola dengan cara kerja memperluas dan menyebarkan hanya dalam sirklus jubah tersebut.

Sehingga menghadirkan aura energi sihir yang begitu kental di balik bayangan Izaya.

Dewi Gabriel yang sejatinya masih meragukan keberadaan Izaya, hanya memandangi dari jarak yang cukup jauh dengan menegakan perasaan kebencian.

*Zeblarrr!!*

Seluruh pedang-pedang yang melukai Izaya dalam kilasan waktu hancur saat aura energi sihirnya mencoba mengontaminasi sentuhan fisik yang di berikan pedang tersebut terhadap kondisi Izaya.

Sejak Izaya mengeluarkan totalitas keseluruhan energi sihirnya ia secara tidak sadar telah mengalami transformasi yang mempengaruhi jiwa serta fisiknya dan salah satu contohnya adalah melakukan regenerasi secara instan tanpa pengucapan rapalan sihir. Seolah raga sekaligus energi sihirnya telah terbiasakan oleh situasi yang di hadapi sehingga mampu beradaptasi untuk menciptakan sistem kekebalan baru.

"Apa kau baru saja ... Melakukan regenerasi keabadian?"

Sedikit perubahan dalam diri Izaya menarik perhatian Dewi Gabriel di tengah keseriusannya.

Bagi makhluk tingkat tinggi apa yang Izaya alami sebenarnya sangat menentang hukum kausalitas saat keabadian tersebut tercipta bukan di sebabkan oleh rapalan sihir dan seharusnya tidak dapat di lakukan manusia non ras.

"Hm, akhirnya tubuh ini menunjukan hasilnya sesuai pengamatanku Dewi Gabriel kau pikir untuk apa diriku mengeluarkan aura energi sihir secara berkala hanya untuk menghindari mainanmu. Jika itu dapat di lakukan dengan mudah aku tidak harus memaksakan diriku hanya untuk mencari perlindungan saat aku masih memiliki jubah ini sebagai pengelola energi sihir terbaiku. Setelah semua yang terjadi kepadaku aku meyakini bahwa diriku sama seperti manusia namun di satu lain sisi hal itu juga tidak sepenuhnya benar. Buktinya aku membuka peluang potensi untuk beradaptasi selayaknya manusia yang memulai dari nol."

Dari perkataan Izaya seolah telah terencana sejak awal hanya untuk memastikan hasil dari keputusannya yang beresiko.

"Begitu ya, sepertinya aku terlalu meremehkan Item Drop tersebut. Namun aku tidak menyangka itu jatuh kepada orang yang tepat, jika di biarkan sepertinya akan menyusahkan."

Dewi Gabriel dengan segera memulai sebuah tindakan terhadap perubahan barunya dimana ia mengulurkan tangan kanannya mengarah ke depan dengan telapak tangan terbuka.

[HIGH-HIGNESS]

*DOOM!!*

Tak sempat Dewi Gabriel melanjutkan aksinya ketika secara serentak Izaya merapalkan sebuah sihir yang tertanam kepada dirinya sendiri.

"Oh? Apa sekarang kau suka bermain-main dengan aura energi sihirmu."

Dengan wajah yang datar Dewi Gabriel menyaksikan area di sekitar Izaya tampak di penuhi tekanan yang menekan udara hingga mampu menundukan seluruh pedang yang mencoba melintasinya.

Itu terlihat seperti aura energi sihir yang termanipulasi untuk selalu aktif menghantam apapun yang mencoba mendekatinya, keberadaan tersebut bagaikan seorang penguasa yang mampu menundukan segala hal.

"Sayang sekali ini tidak sepenuhnya membantu, bagaimana pun juga lawanku adalah kecepatan cahaya. Setidaknya ada satu di antara jutaan pedang yang berhasil menembus pertahanan dari tekanan yang kubuat. Tetapi itu lebih dari cukup untuk diriku mendapatkan kebebasan bergerak, dan aku meyakini domain yang kau ciptakan ini ... Sebenarnya adalah sebuah dimensi dari imajinasimu sendiri."

"Apa kau baru menyadarinya saat mengetahui beberapa konsep tidak relevan dengan semestinya. Ya, dimensi ini adalah bekas dari masa kejayaanku dan sekarang aku hanya menganggapnya sebagai penjara abadi, sebenarnya tidak ada banyak hal yang bisa kulakukan di dimensiku sendiri selain kepemilikan otoritas yang tersisa. Jadi aku lebih menyukai ini di anggap sebagai ruang(domain)."

Selagi dalam tengah obrolan perlahan Dewi Gabriel mulai menutup telapak tangannya untuk kembali menyerang, dalam jarak pandang yang jauh Izaya langsung tertuju ke arah postur tangan tersebut.

*Sringg!!*

Tak membiarkan Dewi Gabriel mengambil dadu pertama, Izaya secara gerak cepat telah membelakangi Dewi Gabriel untuk segera menunda tindakannya sebagai balasan karena telah mendahuluinya.

Setelah tidak ada satu pun pedang yang dapat menyentuh dirinya, membuat reflek Izaya relatif lebih leluasa mendekati Dewi Gabriel secepat mungkin dalam jarak yang cukup jauh.

Bahkan setelah Izaya baru saja mencapai keberadaan Dewi Gabriel kurang dari lima detik kepalan tangan kanan telah terbentuk bersamaan dengan perpindahan tersebut untuk siap menghantam.

*Swoshhh!*

*BLARR!*

Sangat mengejutkan setelah semua kekuatan yang Izaya kerahkan untuk momen tersebut, justru Dewi Gabriel dengan mudahnya mengelak tanpa harus berpindah tempat dimana ia secara reflek hanya memutar kepalanya saat mengetahui itu tertuju ke arah wajahnya sehingga dampaknya hanya mengkikis udara.

Mengetahui Dewi Gabriel tidak terpengaruh oleh tekanan yang di hadirkan Izaya sekaligus dengan gampangnya menghindari lancarakan pukulan bertekanan tinggi tersebut, Izaya spontan mengubah rencana dan memulai serangan berkelanjutan terhadap tangan kiri yang telah menghadirkan sebuah belati mengarah ke samping kiri Dewi Gabriel.

*Swoshh!*

Dengan gerakan yang seharusnya melampaui seluruh indra karena berbanding jarak yang sangat dekat, seharusnya lancaran serangan tersebut hampir mustahil untuk di hindari namun sekali lagi aksi Izaya terbantahkan oleh reflek Dewi Gabriel.

"(Dia jauh lebih lincah dari sebelumnya.)"

Ketika Izaya menyadari belatinya tak mampu untuk menggores wajah Dewi Gabriel, secara serentak ia memutar belati di genggaman tangan kirinya tersebut dengan maksud mengubah posisi ujung pisau mengarah ke bawah agar dapat menjangkau lalu menusuknya.

Namun rupanya tindakan tersebut hanyalah sebuah kedok saat perhatian Dewi Gabriel teralihkan dan menyadari Izaya telah mempersiapkan gerakan jab pada kaki kanannya yang langsung terarahkan cepat ke arah wajah Dewi Gabriel.

*Zeblarrrrr!!*

"Huh?"

Bahkan setelah semua yang Izaya kerahkan tak ada satupun serangan yang berhasil melukai atau setidaknya dapat menyentuh tubuh Dewi Gabriel.

Kenyataan tersebut terbukti saat kaki Izaya tertahan oleh lengan kanan Dewi Gabriel dan hanya memberikan sedikit dorongan.

[BUSTER]

*Doooom!!*

Merasa dalam situasi yang tidak di untungkan Izaya dengan segera melancarkan sihir untuk memberikan tekanan langsung terhadap kakinya, tindakan tersebut ia lakukan dengan niat menjatuhkan Dewi Gabriel melalui dorongan yang lebih berat.

Begitu dahsyatnya impak yang terjadi mengakibatkan segala sesuatu di sekitar mereka yang tidak terlibat turut teruraikan.

Mengabaikan dampak yang berada di luar kendali mereka, Izaya mendapati hal yang serupa dan jauh lebih mengecewakan saat Dewi Gabriel tak bergeming dengan semua lancaran serangan yang di berikan Izaya.

"Sial."

Ucapan tersebut Izaya katakan dengan perasaan membara yang tercermin di senyumannya.

[OVERTIME]

Rapalan sihir Dewi Gabriel ucapkan dalam waktu yang singkat, ia tampak mengabaikan kesempatan yang terbuka di dekatnya dan lebih memilih menyerang secara magis.

Dalam sekejap saat setelah rapalan sihir tersebut terucapkan, segalanya memperlihatkan waktu yang berhenti bekerja tak terkecuali Izaya yang mengalami perberhentian total.

"Akulah yang menguasai dimensiku sendiri. Itu cukup masuk akal bila aku dapat bertindak sesuka hatiku, namun dengan diriku yang sekarang hanya sampai di sini saja batasanku dalam mengatur dimensi yang kuciptakan. Pembekuan waktu ini jauh lebih superior terhadapmu yang telah hadir di sini."

Setelahnya Dewi Gabriel memutar badan dan mengarahkan dirinya untuk lebih dekat dengan tubuh Izaya.

Melalui tatapan mata yang dingin Dewi Gabriel memperhatikan Izaya dalam kondisi tak berkutik terhadap waktu yang di terapkan.

"Kau ... Kau ... KAAAAUUUUU..!!!"

Di tengah keheningan yang terjalin secara mengejutkan Dewi Gabriel menyorakan suaranya di dekat wajah Izaya hingga menggelora dalam kedekatan mereka.

"Apa yang baru saja kau katakan, kau ingin menghancurkan harga diriku yang terkuat ini ha?!. Kau hanyalah cecunguk sampah yang tidak ada bedanya dengan iblis!!. Cukup sudah dengan menghilangkan buah hatiku dan mengambil pengikut setiaku. Aku ... Aku lelah, aku lelah dengan semua penderitaan yang kujalani 5000 tahun lebih. Aku tidak tau lagi harus berbuat apa setelah semua hakku sebagai seorang ibu kau renggut dariku. Dalam lubuk hatiku aku sungguh merasa menyesal dengan semua keputusanku, namun mengulanginya kembali tidak akan mengakhiri penderitaanku dan hanya membuatku lari dari kenyataan. Itu seperti bukan diriku."

Mencurahkan perasaan yang selama ini tertahan membuat hati Dewi Gabriel terluluhkan saat setiap kata terasa sakit untuk di katakan, terlebih perasaan itu tidak bisa membohonginya saat tersampaikan di hadapan orang yang paling ia benci.

"Kebohongan, sandiwara, kepalsuan. Kau yang terlahir dan di anugrahi dengan kekuatan hebat mengerti apa dengan penderitaan yang di alami seorang Dewa dari masa lalu. Kau tak akan pernah mengerti seberapa mengerikannya saat perang itu berlangsung. Aku terpaksa menutupi diriku yang dulu dan menciptakan kepalsuan agar aku dapat terhindar dari individualismeku yang dulu, banyaknya perjalanan waktu yang kulalui membuatku sadar bahwa mencari ketenaran ternyata semudah itu. Pria yang kutemui dan yang kucintai telah merubah pandanganku terhadap hidupku sendiri dan berkatnya ... Aku mulai mendapatkan kehidupan yang ku dambakan."

Semua curahan hati yang selama ini menghantui Dewi Gabriel terlepaskan dengan lantang di hadapan Izaya.

"Kau ... Kenapa harus kau yang datang di kehidupanku?! Kenapa harus orang dengan kepribadian layaknya iblis yang selalu saja menindasku. Terlebih keinginan mereka tak jauh dari sekedar pemikiran kotor dan menjijikan dengan kedok ingin membunuhku. Aku memiliki trauma yang mendalam dengan semua hal gila itu, diriku yang sekarang bahkan tak yakin mampu menyaingi orang-orang dari dunia sebrang. Aku tidak tau siapa dirimu atau bagaimana kekuatanmu bisa menyerupai Raja Iblis, kau seolah datang membawa malapetaka untuk diriku."

Dewi Gabriel yang awalnya tampak tenang kini seakan terkacaukan oleh perasaannya sendiri, walau begitu ia memilih untuk tetap menutupinya dengan raut wajah dingin.

Namun pada akhirnya perasaan itu hanya menemui jalan buntu dalam pikirannya, memikirkan soal bagaimana kedepannya setelah semua yang di bayangkan membuat Dewi Gabriel merasa kehilangan arah.

"Aku masih memiliki peluang besar untuk membinasakanmu."

Hanya dari ucapan tersebut yang dapat menggerakan niatnya untuk melakukan sebuah tindakan terhadap kondisi Izaya dalam tengah pembekuan waktu yang di terapkan.

Dimana tangan kanannya mulai meraih lalu menyentuh bagian dada Izaya secara halus, namun rupanya itu bukanlah sebuah gerakan yang bertujuan untuk membunuh saat Dewi Gabriel terlihat mengurung niat tersebut demi hal lain.

"Sebelum itu ... Aku ingin mengetahui seluruh informasimu dari asal muasalmu bagaimana pun kau adalah satu-satunya keberadaan yang sangat tidak wajar."

Tanpa merapalkan sihir sebuah keadaan tercipta setelah Dewi Gabriel mengakhiri perkataannya, keinginan tersebut terwujud melalui otoritas yang di pegang oleh Dewi Gabriel.

Dimana keseluruhan dimensinya secara langsung menerapkan segala informasi sesuai apa yang Dewi Gabriel inginkan dari Izaya.

"A.. Apa ini?"

Namun justru yang Dewi Gabriel temui adalah sebatas kekosongan dalam pandangan, ketika menolehkan wajahnya ke berbagai arah ia tidak menemukan apapun selain kehampaan yang lekat.

Menjumpai kondisi tersebut membuktikan bahwa untuk pertama kalinya Dewi Gabriel tak mampu mengorek informasi seseorang dengan kemampuannya saat ini.

"Aku ... Tidak bisa menjangkau informasi apapun darinya? Apa-apaan ini, keberadaannya seolah tidak pernah ada di dunia ini."

Kenyataan yang terlihat membuat Dewi Gabriel merasa kesal dan bahkan ia tidak dapat mempercayainya saat perubahan terkuatnya sama sekali tak memuat informasi apapun dari identitas Izaya.

Namun setelahnya, di antara kegelapan yang mendominasi situasi tersebut. Dewi Gabriel melihat setitik cahaya berada dari jarak jauh yang tampak seperti sepotong informasi dan jika di amati kembali itu seperti bentuk ingatan.

"Apa ini kebetulan atau sengaja? Pria ini seolah dapat mengendalikan informasi tentang dirinya sendiri. Apalagi hal itu di perkuat .... "

Ucapan Dewi Gabriel mendadak terhentikan saat seketika informasi yang tersisa berasal dari cahaya tersebut memutarkan sebuah kilasan kejadian yang tak asing.

Hingga membuat Dewi Gabriel yang sedang memperhatikan melangahkan mulutnya seolah hal itu berhasil mengejutkannya.

"Zelth? Anakku."

Dewi Gabriel spontan menyebut nama seseorang yang tak asing baginya saat cahaya tersebut memproyeksikan satu peristiwa di depan matanya, membuatnya dengan segera memutar balikan badan ke arah belakang searah cahaya itu berdiri.

Tanpa perlu tindakan untuk menghampirinya Dewi Gabriel hanya memandangi dari kejauhan dan sedikit memberikan langkahan untuk menjauhi keberadaan Izaya.

Walau artinya Dewi Gabriel harus melepaskan tangannya dari kontak fisik Izaya, tidak akan ada yang berubah setelah penciptaan membawakan kebebasan bagi Dewi Gabriel seorang.

"Ini ... Kilasan balik pertarungan anakku dengan pria ini ya."

Dewi Gabriel menyaksikan putaran rekaman yang menampilkan buah hatinya sedang bertarung dalam bentuk proyeksi layaknya layar lebar.

Tidak ada kata yang terucap setelah itu selain Dewi Gabriel yang tampak memberikan perhatian penuh untuk menyaksikan setiap momen pertarungan buah hatinya.

"Zelth ... "

Nama tersebut di ucapkan begitu tulus dan halus mengartikan bahwa Dewi Gabriel benar-benar menyayanginya, perasaan itu tergambarkan langsung melalui ketenangan dirinya tanpa melibatkan emosi apapun.

Setiap momen yang Dewi Gabriel saksikan dari sepotong ingatan tersebut, ia menemukan ada beberapa penyampaian kata yang tersirat dari perasaan buah hatinya.

"Andai saja aku terlahir sebagai Dewa sepenuhnya, maka aku akan berjanji akan selalu berada di sampingmu Bu, entah bahaya apa yang akan memisahkan kita, aku rela menggores jantungku untuk membelai tanganmu Bu. Aku ... Aku ingin kita menyatu bersama, bukan sebagai ibu dan anak. Melainkan aku ingin engkau menganggapku sama seperti ayah yang senantiasa memberikan kebahagiaan dengan cinta. Sungguh aku benar-benar mengharapkannya, untuk itulah aku berjuang dengan potensi yang kumiliki agar dapat sejajar denganmu walau tanpa dorongan sekalipun."

Bahkan di saat tengah bertarung ungkapan kasih sayang tersebut tak henti untuk di sampaikan, seolah semua perasaan yang tercurahkan adalah bentuk pesan terakhir.

"Zelth ... Begitu ya, aku tidak menyangka kau memendam perasaan seperti itu. Jika itu memang kemauanmu maka aku tidak keberatan kau menganggapku seperti apa yang kau mau, aku juga tidak peka terhadap perasaanmu dan malah membuat hidupmu penuh sandiwara. Namun aku bangga, kepalsuan yang kubuat telah merubahmu menjadi sosok yang tangguh dan aku sangat yakin ayahmu pasti juga berpikir demikian. Aku harap-"

Di tengah keharmonisan yang terjalin spontan Dewi Gabriel melototkan matanya saat ia secara mengejutkan di kagetkan oleh suatu kehadiran dari arah samping kirinya, itu terjadi tanpa adanya tanda-tanda apapun yang memperkirakan kehadiran tersebut datang.

".... Siapa kau!"

Tepat di dekat samping Dewi Gabriel, sesosok wanita memakai sebuah zirah ringan dengan wajah yang tertutup kain telah berada di sana selama mungkin tanpa sedikit pun memberikan hawa kehadiran.

Hal itu tentunya membuat Dewi Gabriel merasa tercengkam atas keberadaan yang tak dapat ia rasakan.

"Ku ulangi siapa kau!"

Untuk kedua kalinya Dewi Gabriel meneriaki wanita yang secara terang-terangan berada dekat dengannya tanpa ada respon balik untuk membalas pertanyaan tersebut.

"Hey! Aku berta-"

*Zab!*

Entah sejak kapan wanita itu memegang sebuah katana yang langsung memperlihatkan bercakan darah berasal dari perut Dewi Gabriel.

"Maaf, ini sudah menjadi tugas saya untuk menjaga informasi tuan saya. Anda tidak boleh lebih jauh dari ini. Bukan berarti saya ikut campur dengan pertemuan kalian, hanya saja ... Anda memiliki potensi yang berkaitan lebih dari sekedar menguak informasi. Dan itu akan menjadi masalah bagi saja juga, jika orang lain yang datang selain anda maka saya tidak perlu bertindak seperti ini."

Dewi Gabriel hanya terdiam dengan menahan rasa sakit yang menusuk di perutnya, ia seolah baru saja menerima hantaman yang mampu mengingat kembali rasa sakit.

"(Sakit ... Ini sangat sakit. Apa-apaan wanita ini, baru kali ini aku merasakan kesakitan dengan wujud perubahan terkuatku. Wanita ini .......... Berbahaya!)"

"Anda tidak perlu memasang wajah tertekan seperti itu. Tidak perlu khawatir ini tidak akan mempengaruhi pertarungan kalian yang sesungguhnya, pedang itu hanya mengabaikan segalanya untuk memberikan rasa sakit. Pada dasarnya tak lebih dari sekedar pedang biasa. Akan saya bantu melepaskannya, dan untuk keputusan berikutnya itu terserah anda. Yang pastinya saya hadir hanya untuk memberikan pengingat rasa sakit."

Setelahnya tangan wanita tersebut mulai menggapai pedang yang tertancap di perut Dewi Gabriel dan perlahan ia menariknya kembali.

Seketika Dewi Gabriel kehilangan keseimbangan diri dan pada akhirnya tergeletak jatuh dengan luka yang terbuka.

"Baiklah, sampai di sini saja pertemuan kita. Sampai jumpa, semoga anda di berkati oleh kebahagiaan."

Sekejap keberadaan wanita tersebut menghilang, lalu seiringan dengan kepergiannya tersebut, secara magis rasa sakit yang di rasakan oleh Dewi Gabriel seolah tak pernah terjadi bahkan ia sangat terheran saat luka yang jelas menusuknya tampak tidak pernah menggoresnya.

"Aku ... Semakin di buat tidak mengerti dengan semua situasi ini. Aku yang seharusnya tidak terikat oleh rasa sakit mengapa bisa dia .... ?. Sebenarnya iblis macam apa yang sekarang ini kuhadapi keparat!. Aku lelah, penyakit dari hukum Dewa sepertinya juga sudah semakin melemahkanku. Sungguh ironis, aku yang di anggap sebagai hukum Dewa sendiri tidak mampu menentang konsep yang telah ada."

Untuk beberapa saat, Dewi Gabriel yang masih dalam posisi terkapar kaku tidak lagi mengatakan apapun dan hanya terdiam dengan tatapan mata yang sedikit terbuka. Seolah ia masih sulit mempercayai keadaan yang menimpanya.

"Sudah kuputuskan. Akan kujadikan pertarungan ini sebagai terakhir kalinya, sekaligus mengakhiri semua kepalsuan ini. Lagi pun tidak ada hal lagi yang bisa kupertahankan selain harga diriku sendiri."

Keputusan yang di dasari tekad tersebut menggerakan Dewi Gabriel untuk mengangkat kembali dirinya dalam keterpurukan.

Terlihat bagaimana cara Dewi Gabriel dalam upaya untuk bangkit lagi dengan penuh keyakinan serta intuisi yang membayangi sorot matanya.

Selaras dengan pergerakan tersebut, semua hal yang telah tercipta di tangan Dewi Gabriel termasuk waktu yang mengalami penghentian, perlahan mulai berjalan kembali. Seakan Dewi Gabriel melepaskan sihirnya secara bersamaan ketika ia menegakan diri.

Dan ketika segala hal baru saja berputar kembali .....

*BLAARRRRRRR!!!*

Dewi Gabriel langsung dengan segera memberikan sebuah terjangan pukulan mengarah tepat ke arah wajah Izaya, tindakan itu di peruntunkan sebagai balasan selama pembekuan waktu terjadi.

Pukulan berasal dari tangan kanannya itu memberikan perasaan tekanan yang sangat kuat hingga mampu menolak tendangan Izaya yang belum terhentikan sejak sebelum pembekuan terjadi.

Akan tetapi, sesaat ketika Dewi Gabriel berpikir telah berhasil menghantam wajah Izaya dengan pukulannya tersebut, ia menyadari sebuah tangan mencoba menghentikan terjangan yang sedang berlangsung.

"Huh?"

Tampak Izaya menahan pukulan itu dengan mengandalkan telapak tangan kirinya dan hanya menyisakan selisih sejengkal sebelum benar-benar menghancurkan kepalanya.

"(Tunggu, pukulan ini ... Sangat berbeda dari yang kuterima sebelumnya. Oi oi apa yang membuat fisiknya secara mendadak menjadi sekuat ini.)"

Terbukti pukulan yang di lancarkan oleh Dewi Gabriel menjadikan pengalaman pertama Izaya sebagai pukulan terkuat yang pernah ia hadapi, itu terlihat dari bagaimana Izaya berkeringat sebagai usaha penuh untuk menahan tekanan yang menyudutkannya.

"(Jika saja aku sedikit terlambat dan tidak menyisakan aura energi sihir saat setelah mengeluarkan belatiku dari tangan kiriku, aku menjamin akan hancur kurang dari hitungan detik. Bagaimana pun juga ... Dampaknya sungguh mengerikan.)"

Izaya bergumam dengan perasaan membara dan menyadari seluruh pedang-pedang yang berada jauh dari arah belakangnya, turut hancur hingga tak di ketahui lagi batas dari ujungnya.

Tekanan yang di hasilkan mengguncang segala yang ada di dalam dimensi Dewi Gabriel, hingga mampu membuat struktur yang membentuk dimensi tersebut menjadi kacau.

"(Dia menahannya dengan bermodalkan fisik? Tidak, aura energi sihirnya melapisinya sehingga memberikan perlindungan secara khusus. Ya, kasus yang sama terjadi ketika aku melihat gaya bertarung Raja Iblis. Tak kusangka dia secepat ini berkembang dengan potensi gilanya itu. Sial, aku seolah telah melakukan tolak ukur kekuatan secara tidak langsung.)"

*Blarrrr!!*

Tak tanggung-tanggung Dewi Gabriel dalam kilasan waktu bertindak cepat melanjutkan aksinya dengan melancarkan tendangan mengarah ke samping kanan Izaya.

Dengan momentum waktu yang singkat tersebut tentunya menutup kemungkinan Izaya untuk menghindarinya dalam bentuk apapun, terlebih jarak mereka hanya menyisakan selisih kurang dari satu meter sehingga melakukan interaksi fisik sangat mudah tergapai.

"....!!!"

Terdengar mengguncang, tendangan yang Dewi Gabriel lancarkan tepat mengenai sasaran ke perut samping Izaya dan itu tampak menghasilkan dampak yang sama seperti pukulan sebelumnya, akan tetapi hal yang lebih mengkagetkan adalah ketika Izaya tak terdorong sama sekali dengan semua kerusakan yang di hasilkan oleh ayunan kaki Dewi Gabriel.

"Jangan-Jangan jubah itu .....?"

Satu-satunya jawaban yang terlintas di pikiran Dewi Gabriel hanyalah jubah yang Izaya kenakan. Walau terdengar meremehkan namun pengamatan tersebut terdengar masuk akal saat tidak ada atribut Izaya yang memungkinkan untuk mencengah serangan fisik selain dari Item Drop miliknya.

Terlihat jubah tersebut menghalangi niat Dewi Gabriel dengan memberikan perlindungan terhadap Izaya melalui aura energi sihir yang terhantar untuk menggerakannya.

Pada dasarnya aura energi sihir tidak dapat di sentuh oleh fisik dan ada ketika terjadi penahanan energi sihir dalam tubuh secara berlebihan sehingga muncul suatu gelombang atau "Aura" yang keluar akibat melebihi kapasitas.

Tidak ada yang spesial dari kehadiran aura energi sihir selain dapat mempermudah jangkauan penggunaan energi sihir dan juga melakukan pengaruh non fisik. Akan tetapi dalam kasus yang berbeda aura energi sihir yang tertimbun berlebihan cenderung mampu meningkatkan fisik penggunanya.

"Kau terlalu merendahkan Item Drop yang kau remehkan saat jatuh kepada orang yang tepat. Item Drop ini sudah kuanggap sebagai bagian dari kekuatanku, semisal saja ketika diriku menginginkan perlindungan maka secara aktif jubah ini akan hidup untuk melakukan perintahku. Itu seperti sebuah robot yang membutuhkan sedikit sentuhan agar bisa berguna. Aku menyakini di tangan orang lain pun belum tentu bisa menaklukan dan ini menjadi pertama kalinya aku memahami cara kerja dari Item Drop. Namun entah mengapa semua itu tidak berpengaruh di hadapan pedang-pedangmu."

Mereka berdua di hadapkan oleh situasi yang mengharuskan untuk saling menatap saat kedua posisi mereka terkunci akibat pola serangan yang mereka lakukan.

Kedua pandangan itu membawa perasaan yang kontras seakan mereka hanya menaruh hasrat ke-egoisan mereka sendiri.

"Aku akan menang."

*...!!!*

Secara serentak perasaan tercengang merasuki Izaya setelah pengucapan yang di katakan oleh Dewi Gabriel menghadirkan kembali kewaspadaan.

Melebihi perhitungannya selama ini, Izaya di perlihatkan lagi dengan kekuatan ilahi dari kedua mata Dewi Gabriel yang seharusnya menjadi terakhir kalinya.

"(Mata itu? ... Kupikir aku tidak akan melihatnya lagi. Sial, ini semakin mendebarkan.)"

Izaya mulai berkeringat dengan yang ia temui di dekatnya, kata-kata batin tak sempat untuk mengungkapkan betapa kesalnya momen menegangkan ini datang di waktu yang salah.

*Sringg!!*

Melihat dari perubahan ekspresi tersebut tentunya Izaya sangat memahami resiko yang sedang ia hadapi dan pada akhirnya memilih untuk menjauh memberikan jarak pandang terhadap Dewi Gabriel.

Begitu cepat hingga mengabaikan proses kecepatan yang menggeser cahaya, setidaknya kurang dari hitungan detik Izaya dapat mempersulit penangkapan Dewi Gabriel untuk mencegahnya bertindak di tengah pelarian tersebut.

"Huh?"

Namun hal yang terjadi justru menjadi sebaliknya, secepat apapun Izaya bergerak keberadaan Dewi Gabriel selalu membelakanginya ketika mata itu telah di gunakan.

Termasuk keadaan yang Izaya terima saat ini, membuatnya seolah telah di remehkan ketika menyadari sebuah cekikan menekan dirinya dari arah belakang dan tanpa perlu meliriknya Izaya mengetahui itu adalah tangan kanan Dewi Gabriel.

Anehnya Dewi Gabriel tidak bersungguh-sungguh dalam mencengkram leher Izaya, ia seolah hanya sekedar mengidentifikasinya sebagai ancaman.

"(Aku tidak bisa lagi menggunakan mata ini. Bayaran atas setiap konsekuensinya adalah segala yang kupunya, takdir, kehidupanku, dan yang paling utama adalah hasrat. Jika sekarang aku tidak memiliki hasrat apapun untuk mengasah mata ini maka potensinya akan melemah. Sayangnya aku bukan lagi diriku yang dulu. Aku yang sekarang ... Kehilangan hasrat bertarungku.)"

*Doooomm!!*

Hanya sekedar menggesernya ke kiri Izaya seketika di buat terhempas dengan momentum yang singkat.

Lalu sebuah tindakan Dewi Gabriel lanjutkan melalui tangan kanannya yang terangkat sejajar dengan dada, memperlihatkan telapak tangan yang terbuka hingga satu waktu ....

*Baaaaammmmmm!!!!*

Dewi Gabriel menutup telapak tangannya menjadi bentuk kepalan dan hasil yang di terima adalah kehancuran totalitas bagi pedang-pedang yang berada dekat dengan Izaya atau bahkan hampir menghapus separuh hal yang terisi di dalam dimensi Dewi Gabriel.

Itu tidak terelakan, serangan yang tertunjuk bukanlah terbentuk atas kehendak sihir namun di lakukan hanya dengan bermodal sedikit tindakan, seolah Dewi Gabriel baru saja memamerkan keunggulan dari perubahan barunya.

"Masih belum."

*Sringg!!!*

Dengan lantunan suara yang lirih dan tekad yang tersisa, Dewi Gabriel tak membiarkan momen yang tercipta kurang dari setengah menit sirnah begitu saja.

Ia langsung dengan segera bergerak cepat dalam lintasan waktu untuk melampaui setiap detiknya demi mencapai ke tempat Izaya kurang dari hitungan mundur.

"Pada momen ini ... Akan kukerahkan segalanya!."

Di tengah waktu yang menghentikan segalanya dalam pandangan mata Dewi Gabriel, ia menyaksikan tempat Izaya berada dan menemukan bahwa dirinya melayang tegak tanpa menerima luka yang serius. Bahkan sesuatu yang lebih menjengkelkan adalah ketika senyuman itu selalu ada di setiap situasi.

Namun sebagai hasil keselamatannya tersebut setelah semua guncangan yang menggetarkan dimensi, mengharuskan Izaya untuk mengorbankan semua atributnya hingga tak menyisakan apapun selain ketelanjangan dari keseluruhan anggota badannya.

Waktu masih terhenti di mata Dewi Gabriel dalam prosesnya tersebut, kepalan tangan kanannya telah siap untuk di lambungkan ke arah depan wajah Izaya. Terasa tekanan yang menyelubungi di antara sela jarinya dan tampak mustahil untuk di hentikan dengan waktu yang Dewi Gabriel hadapi.

*Daaaaaammmmm!!!!*

Kecepatan itu benar-benar tak boleh di remehkan saat akselerasi yang terjadi mengabaikan hukum waktu, rotasi waktu akan terus berputar kembali ke titik nol walau tindakan telah banyak di lakukan dalam satu waktu dan itu hanya bisa di rasakan oleh Dewi Gabriel. Tidak peduli seberapa jauhnya seseorang mereka pada akhirnya hanya akan di pertemukan dengan suara dentuman kehancuran yang menggeming dari segala arah. Pedang-pedang itu dalam sekejap menjadi kilauan cahaya tanpa memandang seberapa banyak dari mereka yang telah musnah.

"Apa yang sedang kau lakukan Dewi Gabriel?"

Melupakan semua yang terjadi di sekitar, Dewi Gabriel baru menyadari semua dampak yang tertimbul oleh kekuatannya rupanya tidak menyentuh Izaya sama sekali.

Bahkan yang lebih mengejutkan, Dewi Gabriel tidak mendapatkan jarak kedekatan yang ia inginkan dan terhenti dalam radius 100 meter dari arah depan Izaya berada. Seolah sesuatu telah mengantisipasi untuk berusaha mencengahnya.

"(Apa ... Yang terjadi? Apa aku telah termanipulasi? Mustahil!. Itu tidak mungkin bekerja terhadap diriku yang sekarang, walau kekuatanku melemah jauh dari masa kejayaanku namun otoritas sebagai Dewa Tertinggi tetaplah tidak berubah. Seharusnya itu bisa membuktikan bahwa aku tidak sepenuhnya selemah ini. Lalu apa?)"

Gumam Dewi Gabriel dengan perasaan ragu akan dirinya sendiri yang membuatnya mulai berkeringat atas kebingungan tersebut.

"Apa kau berpikir aku telah melakukan sesuatu terhadap indramu? Jauh sebelum kau datang menghampiriku aku telah memprediksi jika ada kemungkinan kau tidak akan membiarkanku lepas karena sejak perubahan itu, kau mendapatkan momentum bertarungmu. Ya ... Naluri bertarungku lah yang memberitahuku."

"....... Apa?"

Reaksi itu memperlihatkan wajah dari seseorang yang tercengang dengan mata serta mulut terbuka.

Dewi Gabriel tak pernah sejauh itu mengira Izaya mampu menciptakan peluangnya sendiri hanya dengan memainkan otaknya, padahal kenyataannya serangan Dewi Gabriel hampir tidak terhindari atau bahkan mustahil untuk di toleri.

Kebenaran tersebut semakin di perkuat saat Dewi Gabriel merasakan sebuah sihir telah mempengaruhi ruang dalam dimensinya, secara logis hal itu juga dapat menjadi alasan serangan yang ia lancarkan terbelokan dari yang seharusnya.

"Jika kau mengira aku telah melakukan sesuatu terhadap ruang maka jawabannya adalah benar. Namun itu bukan terjadi secara kebetulan, aku perlu memaksimalkan energi sihirku untuk menciptakan sihir yang mampu memanipulasi ruang itu sendiri. Lebih tepatnya aku lebih dulu menanamkan sihir sebelum tindakanmu kau lakukan."

"Bagaimana .... Bisa?"

Pernyataan yang datang dari Izaya tersebut seketika membuat Dewi Gabriel merasa di bodohi dengan rasa ketidak percayaan.

"Ya kuyakin kau akan sulit mempercayai ucapanku, tapi sejak awal sebenarnya aku mampu melihat takdir setiap orang hanya dengan menatap matanya. Tetapi entah mengapa di hadapanmu itu seolah tidak berpengaruh."

"......"

Dewi Gabriel memilih untuk tidak menyelat dan terus mendengarkan ucapan Izaya dengan perasaan kesal yang mendalam.

"Kau hampir kuanggap sebagai Dewa yang mendekati kesempurnaan karena berbagai probalitas bisa kau atasi. Salah satu yang membuatku tercengang selain mata itu adalah dimensi yang kau buat seperti memang memiliki kekuatan mutlak untuk melenyapkan Item Drop dan seperti memang di peruntunkan untuk hal itu. Aku harus merelakan Item Drop yang baru saja kubanggakan hanya untuk melindungiku dari miliaran tabrakan yang kau antarkan untukku. Sungguh sangat membuatku kecewa."

Dalam persepsi yang berbeda perkataan Izaya seolah mengutarakan perasaan sesuai ucapannya tersebut, namun nyatanya semua hanyalah kepalsuan yang tertutupi oleh senyuman kepercayaan dirinya.

"Aku tidak butuh kata-kata manismu! Aku hanya ingin tau bagaimana kau bisa mengantisipasi seranganku."

Dewi Gabriel mempertajam sorot matanya sebagai bentuk keseriusan terhadap Izaya.

"Tidak perlu terburu-buru, walau aku tidak memungkinkan untuk melihat masa depanmu namun ada cara lain yang bisa menyeret orang ke dalam takdir yang kita buat sendiri. Aku pernah mengatakannya bukan bahwa aku melalui insting bertarungku bisa menebak keputusan mana yang akan kau pilih dan salah satunya adalah terciptanya situasi saat ini. Semua jawaban itu bukan karena kebetulan, karena semua itu tergantung bagaimana cara diriku memahami emosi lawanku."

Pada ucapan terakhir Izaya mempolesi suaranya dengan penuh keyakinan untuk memberikan kesan intimidasi terhadap lawan.

"A ... Pa?"

Merasa sulit untuk mempercayainya, Dewi Gabriel spontan melepaskan ekspresinya dan menunjukan wajah tertekan.

Perkataan terbata-bata itu seolah mengartikan adanya suatu keraguan dalam hati Dewi Gabriel.

"Kau itu kuat tetapi perasaanmu mudah rapuh, kau hanya terobsesi dengan hasrat membunuhmu saat kau secara yakin kemenangan berpihak kepadamu. Dorongan yang membuatmu bergerak adalah ketika kau berpikir sisa kekuatan dari matamu menjadi satu-satu jalan yang ada, mau tidak mau kau harus memanfaatkan momen tersebut. Jadi dengan cara berpikir yang seperti itu memberikanku sebuah peluang untuk membuat taruhan kepada takdir."

"Tidak mungkin. Lantas bagaimana kau bisa menyamai pergerakanku!."

Bagi Dewi Gabriel pernyataan Izaya belum memberikan kejelasan secara masuk akal sebagai bukti yang dapat di terima, ia memilih menutup suara dan menyangkal keras setiap kata yang keluar dari mulut Izaya.

"Jika kau masih belum menerima fakta tersebut, cukup anggaplah aku yang mungkin jauh lebih kuat darimu."

Melihat dari bagaimana Dewi Gabriel tidak lagi mampu berkata-kata setelah ucapan itu keluar, menjadikan perkataan Izaya tersebut sebagai tamparan yang keras bagi dirinya.

Kediaman dengan banyak hal yang di pikirkan sedang di hadapi oleh Dewi Gabriel dan saat yang bersamaan ia kehilangan penglihatan mata ilahinya yang menandakan keterbatasan terhadap hasrat bertarung.

"Ah, betapa mengairahkannya aku telanjang di hadapan seorang Dewi secantik dirimu, apalagi kita berada di posisi yang sama. Apa kau tak pernah terpikirkan untuk beralih ke pertarungan yang lebih memanas setelah kau melihat sesuatu yang seharusnya tidak sembarangan pria memperlihatkannya di hadapan wanita."

"Berisik, tutup mulutmu!."

Merasa sedang di singgung, Dewi Gabriel mengecam keras ucapan Izaya tersebut dengan penuh kekesalan.

"Yah, aku menduga akan menerima penolakan. Tetapi ... Aku bisa menundanya setelah aku mendapatkan mayatmu."

"Huh!?"

Di tengah perbincangan yang sejenak menurunkan kewaspadaan, sontak keberadaan Izaya telah menghilang dari pandangan Dewi Gabriel dan sesingkat mungkin kehadirannya di perlihatkan kembali membelakangi Dewi Gabriel.

*Blammm!!!*

Tidak sempat untuk memastikan kehadiran Izaya yang mengusik di belakang, Dewi Gabriel langsung menerima hantaman kaki yang seketika menghempaskannya menjauh sangat cepat ke arah depan.

Namun sebagai kepemilikan otoritas dalam dimensinya sendiri, walau Izaya mendorongnya sejauh manapun Dewi Gabriel tak pernah sekalipun menyentuh pedang-pedang yang ia ciptakan sendiri. Tindakan Izaya hanya memberikan tekanan momentum terhadap lawan.

Akan tetapi ...

"Ba ... Jingan."

Ucapan yang terdengar kurang nyaman tersebut membuktikan nasib Dewi Gabriel yang berakhir buruk, saat ia tersungkur tidak jauh dari pandangan Izaya dengan sebab yang serupa seperti sebelumnya. Dimana sebuah pedang hitam pekat telah menusuk jantung Dewi Gabriel dan menjadi alasan ia terhentikan untuk terus terhantam.

Namun anehnya Dewi Gabriel sama sekali tidak mengalami pendarahan di tengah luka yang ia alami padahal itu tampak menembus tulangnya, seolah ia mengabaikan rasa sakit begitu mudah namun melalui ekspresinya ia tampak sedikit tersiksa.

"(Sudah kuduga fisiknya meningkat dengan pesat. Wajah yang ia perlihatkan mungkin hanya rasa kekesalan. Tetapi itu tidak mempengaruhi efek dari pedang tersebut.)"

Semua titik terang yang terjadi kepada Dewi Gabriel seolah setiap perinciannya sudah di rencanakan oleh Izaya, dari bagaimana kehadiran pedang itu telah ada sebelum Izaya melemparkan targetnya hingga memiliki ketepatan sempurna untuk mengenai jantung lawannya, dan bagaimana Dewi Gabriel berakhir dengan arah pandangan yang memaksa kembali menatap Izaya. Semua itu seakan sedari awal tersusun secara terencana.

"Ada apa? Aku merasa semangat bertarungmu menurun. Jika kau tetap seperti ini lebih baik aku melakukan sesuatu terhadap tubuhmu lebih awal."

Tidak ada jawaban dari Dewi Gabriel, ia hanya terus menatap Izaya sambil menggigit bibirnya sebagai kebencian yang terpapar walau pun tatapan matanya tak dapat berbohong tentang rasa lelah dalam perasaaan. Itu seperti seseorang yang telah kehilangan segalanya untuk berpikir tetap hidup.

"Diamlah ... "

*Ting!*

Selang beberapa saat terdengar sebuah kalimat keluar dari mulut Dewi Gabriel setelah lamanya membisu dan bersamaan ia melakukan tindakan terhadap pedang yang masih tertancap di jantungnya, dimana spontan tangan kirinya meraih lalu dengan mudah meremukan pedang tersebut di depan perhatian Izaya hingga menghasilkan suara yang nyaring.

Mata Izaya perlahan terbuka lebar menunjukan bahwa ia tersentak atas perilaku Dewi Gabriel yang tak di sangka-sangka menghancurkan sesuatu yang seharusnya tidak mudah di hancurkan oleh fisik.

Tak lama setelah itu, garis-garis berbentuk abstrak yang melekat di seluruh raga Dewi Gabriel perlahan memancarkan reaksi cahaya berwarna biru, namun pada saat itu juga Dewi Gabriel sejenak membuang muka dari perhatian Izaya dengan sedikit merendahkan wajahnya.

Tidak ada alasan khusus Dewi Gabriel melakukan sikap tersebut, akan tetapi sebaliknya Izaya beranggapan dirinya telah menemui penghujung dari akhir pertarungan mereka berdua, dan itu adalah kebenarannya saat wajah yang tertunduk dengan tatapan kosong mengartikan bahwa ia sedang mengelolah baik-baik secara matang emosinya untuk mengambil keputusan berikutnya.

Seiringan dengan kediaman tersebut, Izaya memperhatikan seluruh hal di sekitarnya secara aneh perlahan terhisap oleh sesuatu yang tak dapat di identifikasikan, namun Izaya mampu melihat sirklus energi sihir yang keluar dari dalam tubuh terubah seperti benang yang mengalir di kedua telapak tangan Dewi Gabriel.

"Firasat buruk ini kembali, aku yakin dia berusaha memaksimalkan energi sihir untuk melampaui fisiknya agar dapat mengeluarkan energi sihir dari dalam tubuh."

Izaya menyaksikan semuanya dengan senyuman lebar penuh noda keringat yang terus menetes di wajahnya.

"(Tentunya, konsekuensi yang di terima pula akan semakin besar. Dalam hal ini aku memilih untuk diam, melihat betapa kuat fisiknya kuyakin itu menjadi sesuatu yang mudah baginya. Apalagi setelah dia mampu menghancurkan senjata konseptual yang ku khususkan untuk memblokir energi sihir dalam bentuk apapun. Jujur ... Dia seolah masih menahan diri.)"

Lebih dari apa yang Izaya amati, terdapat kemunculan aura energi sihir dalam volume tekanan yang tinggi menggebu di seluruh raga Dewi Gabriel hingga berkemungkinan menghancurkan sekelilingnya menjadi debu.

Itu tampak berbeda dengan aura energi sihir yang Izaya kerahkan sebelumnya. Dimana dalam kasus Dewi Gabriel ia benar-benar memaksa energi sihirnya untuk melampaui fisiknya sehingga tercipta aura energi sihir yang menggumpal begitu kental keluar dari dalam tubuh, akibat perolehan yang di dapat tersebut mengakibatkan tekanan luar biasa dari ketidak beraturan atas pengeluaran energi sihir.

Sedangkan dalam kasus Izaya ia hanya melakukannya sebagai perluasan interaksi dengan jumlah kapasitas tak terbatas. Dan itu cukup lemah di bandingkan pembagian aura energi sihir yang di hasilkan oleh Dewi Gabriel.

"Sial ... "

Izaya seolah mengatakan dengan sedikit rasa kesal dan hampir seluruh perasaan yang tersalurkan ia sampaikan melalui rasa antuisme, tidak ada gambaran rasa takut di mata Izaya bahkan ia merasa sangat mengantisipasi momen ini. Namun perasaan sedikit kesal itu hadir ketika Dewi Gabriel sama sekali tidak menunjukan rasa lelah sedikit pun, yang dimana itu sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Terlepas dari bagaimana aura energi sihir itu bereaksi, Dewi Gabriel mulai menaruh niat untuk mengangkat tangan kanannya ke atas sebagai langkah awal untuk melanjutkan tindakannya tersebut.

[ABSOLUTE BLACKHOLE]

Di selah waktu mereka, searah perhatian memandang terdengar rapalan sihir yang baru saja Dewi Gabriel ucapkan.

Sebelum turunnya sihir tersebut Izaya dapat memahami betapa kuatnya frekuensi yang di hasilkan dari rapalan itu melalui reaksi langit-langit yang mengguncang di area sekitar.

Kemudian sesuatu seperti noda hitam muncul dalam keadaan melayang saat jari telunjuk Dewi Gabriel terangkat ke atas. Perlahan namun sangat kuat untuk menarik segalanya dalam satu arus dan pada akhirnya akan musnah saat mencapai titik asalnya.

Lebih dari yang di perkirakan, materi itu telah merubah pemandangan yang Izaya saksikan menjadi badai kehancuran secara signifikat, seolah tidak kecuali satupun material yang dapat menolak panggilan dari jemari Dewi Gabriel.

"(Ini ... Lebih dari sekedar lubang hitam, hanya dalam sesaat noda hitam yang kuperhatikan di jari kanannya telah berevolusi menjadi sedikit lebih besar dan jauh lebih bertekanan. Ini bukan lagi sebuah lubang hitam yang tercipta dari rapalan sihir biasa, dia baru saja memanggil lubang hitam yang memisahkan dengan konsep yang telah ada. Bukankah itu gila? Itu sama saja dia menciptakan sistem baru walau masih dalam arti yang sama.)"

Melalui batin dan rasa semangat Izaya terhanyut dengan keadaan yang memaksanya terdorong untuk ikut serta dalam kekacauan tersebut, bahkan aura energi sihir dapat terkikis cepat membuktikan bahwa hal itu juga berlaku sebagai nonfisik.

"(Singkatnya dia menciptakan lubang hitam versinya sendiri dengan cara mengandalkan energi sihirnya untuk merombak alam semesta di luar sana sebagai sebuah eksperimen sekaligus perantara secara tidak langsung, dan terciptanya rapalan itu adalah hasilnya. Kebenarannya jauh lebih menyusahkan dari langsung mengambil konsep yang ada. Secara garis besar pemanggilan biasa tidak mungkin menghasilkan dampak sebesar ini hanya dengan menampilkan sedikit dari besarnya ukuran lubang hitam yang sebenarnya. Terkecuali bila ia memiliki kapasitas energi sihir yang hampir tak terbatas. Wanita ini ... Benar-benar seorang Dewi sejati.)"

Tatapan mata yang di berikan oleh Dewi Gabriel seolah menginginkan Izaya terjerat dalam sangkar yang memaksa siapa saja untuk masuk kedalamnya.

Melahap cahaya dari berbagai jenis aspek dan menjadikan gemerlap kegelapan sebagai dominan yang merangkai kembali susunan dimensi penuh cahaya melalui kehancuran. Itu adalah cara kerja dari lubang hitam tersebut.

"Oi Dewi ... Apa ini kekuatan Item Drop yang kau bicarakan sebelumnya? Siapa sangka aku akan berhadap dengan Item Drop itu sendiri tanpa melawan wadahnya."

Pertanyaan Izaya seakan di abaikan oleh Dewi Gabriel yang tidak bersuara dan hanya menempatkan kegigihannya di tengah perhatian mereka.

"(Kesalahan fatal, aku ... Membuat kesalahan ... )"

Tanpa sebab raut wajah Dewi Gabriel mendadak menjadi sangat tertekan saat kata dalam batin merubahnya sebagai firasat buruk.

"(Aku ... Terlalu naif. Jika sedari awal aku serius bertarung dengannya, aku tidak akan mungkin terjebak oleh lubangku sendiri. Maksudku sejak pertarungan itu seharusnya aku memilih untuk beradaptasi langsung ke tahap ini. Karena di fase inilah kemampuanku tidak memiliki batasan dalam hal apapun bahkan energi sihir untuk memecahkan kuantitas tanpa batas. Perubahan itu adalah termasuk ketika aku menyatu dengan kekuatan Item Drop ku sendiri, namun ... Kini aku mulai merasa aku telah mencapai batas hidupku sebagai makhluk yang agung setelah semua perubahan yang kualami.)"

*Hmmpp..*

Di tengah kediaman tanpa sebab mulut Dewi Gabriel secara mendadak menggelembung besar seolah ia sedang berusaha menahan sesuatu yang berkeinginan keluar dari dalam mulutnya.

*Huaaakk..!!*

Tak di sangka rupanya sebuah gumpalan darah merah dengan jumlah besar termuntahkan secara massal dari dalam mulut Dewi Gabriel.

Spontan keadaan itu menarik alis Izaya dengan berbagai pertanyaan.

"Darah? Jika di pikir-pikir aku telah melihatnya beberapa kali kau terkadang memuntahkan darah. Apa itu ada hubungannya dengan perubahanmu saat ini?."

Sangat tak wajar bagi Izaya melihat Dewi Gabriel sebagai seorang Dewi agung terkena penyakit melihat bagaimana darah itu keluar dan melemahkannya.

Namun walau keadaan terlihat melemaskannya, kekuatan yang masih menetap tak kunjung berhenti.

"Hah ... Hahh ... Tidak. Ini bukan sesuatu yang dapat di pahami oleh manusia. Cukup perhatikan saja apa mengancam di depanmu!."

Mengabaikan yang baru saja terjadi Dewi Gabriel yang terenggah-engah oleh banyaknya darah dari mulutnya meminta Izaya untuk tetap ke arah pertarungan yang berlangsung di depan mata mereka.

Berpikir memberikan kesempatan waktu Dewi Gabriel untuk memulihkan diri, Izaya di hadapkan oleh kondisi yang tidak membiarkannya berlama-lama terlarut oleh kekuatan Dewi Gabriel yang semakin merusak seisi ruang dimensi.

"Hanya kaulah yang bisa merubahku seperti orang naif, itu terkesan bahwa aku ingin lebih menyukai sifatmu. Kau adalah orang yang cerdas dalam bersandiwara. Kau sungguh manipulatif terhadap dirimu sendiri, membohongi untuk menutupi kelemahan kau memang sosok wanita yang kuat."

Bertepatan dengan yang di katakan oleh Izaya, segalanya mendadak berhenti bergerak termasuk kekuatan dari lubang hitam.

Melihat Dewi Gabriel yang tampak kacau dengan kondisinya sendiri, secara tidak sadar ia telah membuka pertahanan dirinya untuk Izaya.

Mata berusaha terbuka demi menjaga kesadaran diri dengan tangan yang terus bergetar untuk tetap tegar, menandakan penyakit yang di alaminya semakin menekan kondisi fisik Dewi Gabriel.

"(Ini adalah kesalahan terbesarku sejak ribuan tahun terakhir. Seandainya aku memasuki perubahan ini lebih awal saat pertama kali bertemu dengannya, aku tidak akan lagi terikat oleh otoritas Dewa. Namun ... Jika lawanku ternyata lebih kuat, terburuknya mungkin aku akan di peralat, karena jika di fase ini aku mengambil kekuatan secara penuh ada kemungkinan aku akan menjadi Item Drop dengan menyisakan sedikit kesadaranku. Tapi ... ")

Dewi Gabriel secara terlihat mulai goyah dengan keseimbangan tubuhnya, ia seakan tidak dapat lagi memaksa matanya untuk terbuka dengan kesadaran yang perlahan memudar.

"(Aku akan tetap berakhir pada kematianku sendiri, dan menurutku ... Keadaan ini masih lebih baik walaupun jika aku mati sebagai Item Drop setidaknya aku tidak akan pernah melihat dunia ini lagi, yang beraninya membunuh dunia yang kudambakan bersama buah hatiku dan kekasihku. Pada akhirnya aku hanya menambah rasa penyesalanku, maafkan ibu Zelth ... Ibu sama sekali tidak pernah bisa memahami perasaan cintamu, satu-satunya yang dapat ibu berikan hanyalah perasaan cinta sebagai ibu dan anak. Dan sekali lagi ... Ibu benar-benar minta maaf.)"

"Hm?"

Spontan dunia langit-langit yang di ciptakan oleh Dewi Gabriel runtuh secara totalitas bersama dengan kekuatannya dan sekilas mereka berdua kembali di kirim ke dunia sebelumnya, dimana lokasi tersebut adalah tempat pertama kali mereka melakukan pertarungan.

Semua itu terjadi dalam sekejap dengan melemahnya kondisi Dewi Gabriel.

Dan pada saat yang sama Izaya yang masih berada di atas ketinggian langit, memperhatikan Dewi Gabriel yang berada di bawah tampak terbujur kaku di atas tanah, ia seolah baru saja mengalami kejatuhan dari atas langit.

Mengetahui keberadaan Dewi Gabriel tersebut yang cukup pilu tanpa ada sebuah pergerakan lagi, dengan segera Izaya berniat menghampirinya.

Dan saat mereka berdua bertemu kembali dengan jarak yang dekat kini keadaan telah berubah, Dewi Gabriel seolah tak berdaya di hadapan Izaya, melihat ia sama sekali tidak berkeinginan menggerakan raganya saat lawannya berdiri tepat di depan matanya.

"Kau kehilangan taringmu. Apakah ini jawabanmu?."

Tidak ada jawaban ketika Izaya menanyakan sebuah pertanyaan kepada Dewi Gabriel, ia hanya memandang Izaya yang berdiri di atasnya dengan tatapan dingin.

"Oh ... Apakah kau terganggu dengan tubuh telanjangku, itu pasti akan memberikan kesan bahwa aku ingin melakukan sesuatu terhadap tubuhmu. Padahal kau yang memaksaku telanjang."

Izaya secara serentak mengeluarkan aura energi sihirnya dalam jumlah besar untuk menyelimuti tubuhnya melalui kegelapan energi sihir sebagai bentuk pakaian.

"Energi sihir jenis ungu. Berbeda dengan jenis energi sihir pada umumnya yang berwarna hijau. Kau sejenis dengan iblis, aku yakin kau bukan berasal dari dunia ini maupun dari garis waktu ini. Jawabanku ... Aku harus mengakui bahwa aku telah kalah. Sudah selayaknya kau membunuhku di momen ini."

Dewi Gabriel berucap halus dengan sedikit memalingkan tatapan matanya bergeser dari perhatian Izaya.

"Ternyata segampang ini ya ... Pertarungan kita berakhir."

Bersamaan Izaya mulai menyengirkan wajahnya secara perlahan.

"Aku menghargai keputusanmu wahai Dewi. Walau pertarungan kita belum dapat di katakan selesai secara pihak. Aku benar-benar merasa bahagia bisa menjumpai keadaan seperti ini."

Melalui senyuman, Izaya menunjukan bagaimana ia sangat berbahagia dengan memperlihatkan wajah yang memerah di depan Dewi Gabriel.

"Oh ... Begitu ya."

1
WasRe
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!