NovelToon NovelToon
Di Antara Gema Rindu

Di Antara Gema Rindu

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Enemy to Lovers
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Subber Ngawur

Rindu pernah bermimpi. Mimpi yang begitu tinggi hingga ia tak sanggup bangkit ketika terjatuh. Saat itu, Gema datang dengan dua sayap malaikat, bersama sinaran senja yang membawa harap.
Senja selalu menyimpan banyak kenangan, termasuk tentang Gema. Warna jingga itu seperti senyumnya yang menghangatkan. Selalu mencairkan hati Rindu yang beku. Ada atau tiada di sisi, senja akan selalu menjadi saksi bahwa nama Gema akan selalu tergurat dalam memori.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Subber Ngawur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keping Kedua Puluh Lima

Gema bahkan tidak sadar jika ia keluar mengenakan piyama. Di pikirannya hanya dipenuhi dengan rutuk. Betapa bodohnya sampai melupakan janji pada Rindu. Pasti gadis itu menunggunya, sementara ia sama sekali tidak menghubungi Rindu. Ponselnya mati sejak ia dirawat di rumah sakit, terabaikan.

Yang terpenting sekarang bisa menemui Rindu segera, saat teringat bahwa pintu kamarnya dikunci dari luar, Gema tidak kehabisan akal, ia melompat dari jendela kamar, mumpung adiknya sudah tertidur.

Sebuah kebetulan adalah ketika sampai di depan gerbang rumah Rindu, Bi Salmah melihat siluet pemuda yang sangat dikenalnya. Wanita itu baru kembali dari menukar gas LPG 3 kilo di toko sekitar rumah. Bi Salmah tersenyum lebar melihat Gema yang cuma terdiam, hanya tangannya yang seperti hendak menekan bel namun urung.

“Pencet aja belnya, Mas Gema.”

Gema nyaris melompat saking kagetnya.

“Eh, Bi Salmah.” Gema menunduk hormat pada wanita itu. “Lama nggak keliahatan, Bibi apa kabar?”

Bi Salmah mengernyit, merasa aneh dengan perkataan Gema. Bukankah mereka baru saja bertemu kemarin? Ketika pemuda itu mengantar pesanan kue. Kenapa Gema bilang 'lama tidak bertemu?' Ah, mungkin salah bicara, pikir Bi Salmah. Mungkin sebenarnya Gema ingin mengatakan lama tidak bertemu pada Rindu. Secara belakangan ini Gema mengantar pesanan di jam agak siang, ketika Rindu sudah berangkat ke sekolah.

Wanita itu mengabaikan pikiran-pikirannya yang dipenuhi tanya, lantas meraih lengan Gema dan membawa pemuda itu masuk.

“Non Rindu pasti senang lihat Mas Gema dateng,” kata Bi Salmah. Gema pun tahu soal itu. Meski tak berpengalaman soal perempuan, tapi Gema sadar, cara Rindu memandangnya sudah berbeda. Dan hal itu hanya membuatnya makin merasa bersalah saja.

Memang, seperti dugaan Bi Salmah, Rindu nyaris tak percaya ketika melihat Gema mendadak datang. Gadis itu tercenung di kursi rodanya, berpikir kalau mungkin saja ia salah lihat.

“Gema?” suara Rindu setengah tertawa. Gema mendekat, gadis itu tak bergerak di kursi rodanya, menunggu hingga Gema sendiri yang datang menghampirinya. Pemuda itu berdiri beku, tepat di depan Rindu.

“Maaf,” kata Gema.

Rindu tersenyum, tidak jutek seperti biasanya. Entah kenapa ia merasa sangat senang hanya karena melihat Gema datang. Gema yang biasanya, bukan Gema yang hanya diam dan langsung pergi seperti tempo hari.

Melihat wajah Gema yang menunduk murung, Rindu menggeleng. “Nggak ada yang perlu dimaafkan.”

“Tapi aku—“

“Aku nggak marah. Sungguh,” potong Rindu. Dan Rindu tidak sedang beromong kosong ketika mengatakan ia tidak marah. Bahkan kalau pun Gema belum datang hingga saat ini, Rindu akan tetap menunggu.

“Tapi aku tetap merasa bersalah.”

Rindu tertawa. “Ya sudah kalau begitu. Lakukan sesuatu untuk menebus kesalahanmu.”

Gema melongo, butuh banyak waktu baginya hanya untuk bertanya, “Apa itu?”

“Bawa aku keluar.”

“Ke mana?” Gema mengernyitkan dahi.

“Ajak aku dinner, di restoran. Mendadak pengen makan masakan Jepang. Kita ke Saboten.”

“Ha?” Gema menyentuh saku celananya. Tidak ada dompet di sana. Dan sialnya ia baru menyadari bahwa ia masih mengenakan piyama. Saat teringat Rindu tadi, ia sama sekali tidak kepikiran untuk ganti baju dulu. Dan langsung memanggil taksi yang lewat depan rumah, syukur-syukur ia ingat menyambar uang untuk transport.

Saat itu juga, Gema mengatupkan kedua tangannya di depan wajah. “Nggak bisa sekarang, Rin. Maafin aku.”

“Kalau tidak sekarang, aku nggak bakal maafin kamu.” Rindu pura-pura buang muka.

Gema menghela napas panjang, banyak keterbatasan untuk malam ini. Dan harusnya Rindu sadar akan hal itu. “Rin, jangan gitu. Aku beneran nggak bisa sekarang.”

“Apa masalahmu?” tanya gadis itu. Ah, Gema merasa Rindu menyelipkan nada sinisnya. Gadis itu benar-benar labil. Gema menggeleng.

“Aku nggak bawa dompet dan... kamu lihat sendiri, aku masih pakai piyama.” Gema menunduk mengamati piyama kusutnya. Itu sangat memalukan. Kalau saja rumahnya dan rumah Rindu hanya berjarak beberapa jengkal, mungkin ia akan lari dan ganti baju terlebih dulu.

Rindu diam sejenak. “Cuma itu? Sepertinya tidak jadi masalah.”

“Rin...” Gema merajuk.

“Aku bakal ganti baju, aku juga pakai babydoll supaya kita sama-sama pakai baju tidur. Dan hari ini aku yang traktir.” Dan Rindu merasa masalahnya sudah menemukan penyelesaian yang paling baik. Ia tersenyum penuh kemenangan melihat Gema yang sepertinya mulai terdesak.

“Nggak bisa gitu, aku cowok, harusnya aku yang traktir.”

Gema begitu keras kepala, Rindu tahu hal itu.

“Gitu? Yaudah, aku pinjami dulu. Lain kali, aku tagih.”

Gema tak tahu kenapa ia merasa Rindu begitu bahagia saat ini. Ia tidak tega jika menolak permintaannya. Baiklah, Gema putuskan mengangguk setuju. Dan saat itu, Papa Rindu yang berinisiatif mengantar sampai ke restoran. Sial, Gema malu setengah mati. Kencan macam apa ini? Sampai diantar Ayah dari pasangan. Berkali-kali Gema mengusap wajahnya, bahkan merutuk setelah sampai di tempat tujuan dan ditinggal pulang oleh Papa Rindu.

“Kalian bersenang-senanglah...” katanya membuat wajah Gema merah padam.

Mereka lantas duduk berdua, memilih bangku ujung dekat jendela.

“Malu-maluin banget hari ini.” Gema berdecak, sejurus kemudian mengusap wajah hingga rambutnya.

“Sudah, nggak usah dipikirin,” balas Rindu.

Mereka memesan menu makan malam andalan di restoran. Gema hanya menggaruk kepala dan mencoba menghitung berapa jumlah hutang yang harus ia bayar setelah ini. Menyadari wajah Gema yang suntuk saat mengamati menu yang sepenuhnya dipilih oleh Rindu, gadis itu hanya tertawa, dan mengatakan yang sebenarnya, “Ini sudah dibayar Papa, kamu tidak perlu mikir.”

Lagi-lagi merepotkan Papa Rindu. Gema bergumam bahwa ia sama sekali tidak berguna, tapi gadis itu justru meminta Gema mendekatkan wajahnya. Saat menurut, jemari Rindu jutru menyentil kening Gema sampai meninggalkan jejak merah di sana. “Itu karena kamu berisik dari tadi.”

Akhirnya Gema terdiam meski tidak ikhlas.

1
Melati Putri
novelnya bagus thor, banyak bawang nya..
Subber Ngawur: Terima kasih sudah mampir baca 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!