Liam Aretas Amir—CEO dari Amour Hotel, jatuh cinta sejatuh-jatuhnya kepada karyawan baru di perusahaannya. Wanita cantik yang memiliki kesempurnaan fisik maupun sikap itu bernama Indah Gayatri. Masalahnya, Liam sudah memiliki Fello—istri yang membuat Liam menjadi seorang CEO di usianya yang baru menginjak awal kepala tiga. Akan tetapi, hubungan Liam dan Fello jauh dari kata baik lantaran selain sangat pencemburu, Fello juga selalu mengungkit jasa-jasanya kepada Liam. Hingga setelah keduanya kembali terlibat pertengkaran besar, Liam yang mabuk parah justru memaksa Indah menjalani ‘cinta satu malam’ dengannya.
Lalu, bagaimana kelanjutan kisah mereka? Menyesalkah Fello ketika pria yang selalu ia injak-injak, walau pria itu juga tulus mencintainya, justru menemukan kebahagiaan dari wanita lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25 : Gonjang-Ganjing Hubungan
Jantung Indah berdetak makin kencang lantaran kini, suaminya tampak sangat emosional. Liam yang beberapa saat lalu, ia pergoki sampai mendorong Fello, kini menatap marah si karyawan yang masih mencekal sebelah tangannya. Suaminya itu tak hanya terlihat cemburu, tetapi juga tidak terima sang istri diganggu oleh pria lain dan fatalnya pri tersebut sedang mabuk.
Semuanya sudah kompak berdiri, menjadikan Liam maupun Indah, sebagai fokus perhatian. Karenanya, melalui tatapannya, Indah yang masih sibuk berusaha menyudahi cekalan tangan si pria kepadanya, menatap Liam dengan tatapan memohon. Indah juga perlahan menggeleng, dan usahanya sungguh menghasilkan perubahan berarti. Liam menghela napas dalam sambil kerap meliriknya. Suaminya itu tampak berusaha meredam emosi kemudian menguasai diri, persis seperti harapannya.
“Lepaskan ... dia sudah punya suami dan mereka juga sudah punya anak. Anaknya masih kecil, sedangkan suaminya sudah menjemputnya untuk pulang.” Susah payah Liam menahan emosinya. Matanya memang menatap sang pria, tapi kedua tangannya bekerja sama meraih tangan kiri Indah yang masih disandera.
“Aku menyukainya, dia sangat menarik!” sergah si pria sambil menyentak cekalan tangannya dan otomatis membuat usaha Liam melepaskan tangan Indah, gagal.
Kesal, kali ini Liam main kasar. Ia melepas paksa tangan Indah dari si pria, kemudian menyimpan Indah di belakang punggungnya.
“Kamu mabuk!” tegas Liam yang kemudian menggandeng Indah, membawanya pergi dari sana setelah sebelumnya juga sampai mengambil sekaligus membawakan tas Indah.
Karyawati yang berdiri di depan sofa Indah menaruh tas langsung panas dingin. Mereka terlalu gugup karena harus berada di tempat yang sama dan sampai bersebelahan dengan Liam si laki-laki tampan pemilik rupa nyaris sempurna.
“Pah, ... Liam, Pah. Aku mau Liam!” racau Fello yang meski sudah mabuk masih berusaha menyusul Liam.
Pak Wijaya yang kewalahan menenangkan Fello, sampai berseru memanggil Liam. Namun, kali ini pria itu tetap pergi mengamankan sekretaris baru. Fello meronta-ronta, membuat mereka yang belum sepenuhnya mabuk, sibuk menyimpulkan keadaan hubungan Fello dan Liam yang memang tidak baik-baik saja.
“Sayang, aku rasa sebaiknya kamu kembali karena biar bagaimanapun, itu pesta kamu,” ujar Indah berusaha menasihati terlebih sang suami kembali emosional sejak teriakan pria dari belakang. Teriakan lantang terdengar murka dari seorang pak Wijaya.
“Sayang ....” Kali ini Indah merengek lantaran Liam terus mengabaikannya. Ia sengaja menahan tangan Liam yang bebas, membuat pria itu menatapnya. Mereka sudah sampai di lobi tempat karaoke bertarif mahal yang mereka kunjungi lantaran langkah Liam memang sangat cepat, membuat mereka cepat keluar dari sana.
“Jangan begini. Kamu harus bisa kontrol emosi kamu. Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan juga. Asal masih bisa ditoleransi dan kita bisa menjaga diri, tak masalah. Kembalilah, biar aku pulang pakai taksi. Kamu harus selalu menyelesaikan apa pun yang telah kamu mulai.” Tangan kanan Indah membingkai wajah kiri Liam, mengelusnya penuh sayang layaknya tatapan penuh sayang yang tengah ia yakinkan kepada Liam.
“Sayang ....” Liam berusaha menjelaskan, tapi Indah menggeleng pelan.
“Walau hanya sebentar, temani mereka. Jangan minum banyak-banyak. Merokok pun jangan berlebihan. Sayangi kesehatanmu agar kamu masih bisa gendong anak-anak dengan leluasa.” Indah masih meyakinkan. Kemudian, ia berjinjit, menyapa sekaligus mengunci bibir berisi Liam dengan ******* lembut.
Selain yang memulai, Indah juga yang mengakhiri ciumman mereka. Dan akhirnya ketika tatapan mereka bertemu, Liam tetap belum bisa tenang.
“Aku tunggu di apartemen.” Kali ini Indah benar-benar pamit.
Liam segera merogoh saku jas abu-abunya, mengeluarkan kunci mobil dari sana. Ia meletakan kunci mobilnya itu di telapak tangan kanan sang istri kemudian menggenggamkannya. Setelah sama-sama menatap ulah Liam tersebut, mereka kompak bertatapan walau mereka tak merencanakannya.
“Daripada membiarkanmu naik taksi, aku lebih yakin kamu akan sepenuhnya aman kalau kamu menyetir sendiri,” ucap Liam.
“Kalau aku pakai mobil kamu, kamu pulangnya pakai apa?” balas Indah.
“Gampang,” sergah Liam yang kemudian merangkul Indah, membawanya pergi dari sana menuju tempat parkir di halaman depan.
Liam membimbing Indah masuk mobil, kemudian membantunya memasangkan sabuk pengaman, menyalakan mesin mobil, dan terakhir membantunya menutup pintu setir.
Indah benar-benar pergi dan Liam kembali masuk, menjadi bagian dari pesta ulang tahun yang pria itu yakini hanya bagian dari alibi Fello.
Semua mata langsung menjadikan Liam sebagai fokus perhatian. Namun, kini alasan mereka melakukannya bukan lagi karena ketampanan sekaligus kesempurnaan rupa maupun fisik pria itu. Melainkan hubungan sang CEO muda dengan sang istri yang posisinya memang masih di atas Liam. Iya, Fello yang merupakan anak dari pemilik perusahaan sekaligus pemegang saham terbesar di Amour Hotel mereka bernaung, merupakan bos Liam. Bahkan sudah bukan rahasia, Fello yang memiliki kehidupan serba mewah dan selalu tampil seksi itu, kerap semena-mena kepada Liam. Malahan setelah insiden yang membuat Liam lebih peduli kepada Indah beberapa saat lalu, mereka menjadi berpikir, jangan-jangan karena selain Indah cantik, kelembutan sekaligus kesabaran seorang Indah juga telah membuat Liam yang selama ini teraniaya, menjadi berpaling?
Liam menghampiri kebersamaan para petinggi perusahaan yang kembali terheran-heran menatapnya. “Maaf karena sudah membuat suasana tidak nyaman.” Liam sengaja agak membungkuk kepada semuanya yang memang harus ia segani karena kebanyakan dari mereka memang memiliki posisi lebih tinggi darinya.
“Namun sekretaris baru kamu memang sangat cantik. Dia juga sangat lemah lembut,” ucap si pria paruh baya bertubuh kurus yang kepalanya sudah dikuasai uban.
“Dia sudah menikah dan anaknya masih kecil-kecil. Sementara alasan saya memiliki kewajiban menjaganya karena suaminya menitipkannya secara khusus kepada saya.” Liam masih menjelaskan dengan santun walau Fello sudah sibuk bergelendotan kepadanya. Fello yang mabuk bahkan tidak segan memeluknya sambil merengek tidak jelas.
Fello memang terlihat nyaris teller. Padahal biasanya, Fello paling kuat untuk urusan minum. Namun kini, wanita itu terlihat sangat rapuh. Sikapnya yang dingin kepada Fello ia sadari telah membuat semua mata di sana curiga. Karena jangankan balas memeluk Fello, menatap saja ia hanya melalui lirikan yang begitu dingin.
“Apa yang kamu lakukan sudah sangat keterlaluan. Cepat bawa Fello pulang!” tegas pak Wijaya benar-benar marah kepada Liam.
Liam bahkan semua petinggi di sana yang langsung terdiam ketakutan sadar, pak Wijaya tak hanya marah, tapi juga murka. Pria tua bermata sipit itu tak membutuhkan penolakan karena apa yang pria itu lakukan kini perintah. Tak sekadar urusan pribadi, tapi juga urusan pekerjaan.
“Kami sudah sepakat untuk berpisah. Ibu Fello sendiri yang mengatakannya. Sementara alasan saya masih di sini, semuanya semata karena kontrak perpanjangan kerja selama empat tahun yang tanpa saya sadari telah saya tanda tangani.” Liam berucap lirih tapi sangat tegas. Ia menatap pria yang juga sangat andil dalam menghancurkan keluarganya setelah Fello melaporkan pemberontakannya.
Pak Wijaya menyeringai sambil mengangguk-angguk menatap Liam. Ia sengaja merapatkan jarak mereka. “Berani kamu macam-macam, ... wanita itu dan juga ibumu yang lumpuhh, MATI!” Bisiknya.
Walau para petinggi tidak mendengar apa yang pak Wijaya bisikkan kepada Liam, mereka sudah telanjur bergidik dan tak berani menyaksikan. Mereka yang jumlahnya lebih dari sepuluh orang, duduk mengelilingi meja bundar nan luas, kompak menyibukkan diri. Seolah mereka tak melihat atau setidaknya sekedar mengetahui apa yang tengah Liam alami. Sebab sekali lagi mereka tegaskan, pak Wijaya dengan semua kekuasaannya sangatlah mengerikan. Pria itu bisa menghancurkan kehidupan seseorang dengan sangat mudah.
Aku selalu baca cerita mu kak 🌹🌹🌹❤️❤️❤️