NovelToon NovelToon
Gara-gara Kepergok Pak Ustadz

Gara-gara Kepergok Pak Ustadz

Status: sedang berlangsung
Genre:Slice of Life / Pernikahan Kilat / Action / Cinta setelah menikah
Popularitas:45.1k
Nilai: 5
Nama Author: Imelda Savitri

"Nikah Dadakan"

Itulah yang tengah di alami oleh seorang gadis yang kerap di sapa Murni itu. Hanya karena terjebak dalam sebuah kesalahpahaman yang tak bisa dibantah, membuat Murni terpaksa menikah dengan seorang pria asing, tanpa tahu identitas bahkan nama pria yang berakhir menjadi suaminya itu.

Apakah ini takdir yang terselip berkah? Atau justru awal dari serangkaian luka?

Bagaimana kehidupan pernikahan yang tanpa diminta itu? Mampukan pasangan tersebut mempertahankan pernikahan mereka atau justru malah mengakhiri ikatan hubungan tersebut?

Cerita ini lahir dari rasa penasaran sang penulis tentang pernikahan yang hadir bukan dari cinta, tapi karena keadaan. Happy reading dan semoga para readers suka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imelda Savitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sah

Sementara itu di sisi lain masjid, tepatnya di area teduh dekat pohon beringin yang menjulang yang berada tidak jauh dari lokasi masjid, berdiri dua sosok yang tampak tengah bersitegang dalam bisik-bisik yang nyaris seperti debat sengit yang ditahan agar tak menarik perhatian warga.

“Pak Ustadz, saya mohon… dengerin saya dulu,” bisik Rian dengan nada tertekan. “Saya kenal pak Kaan. Dia atasan saya, sekaligus orang yang sangat saya hormati. Dia bukan tipe yang bisa berbuat sembarangan, apalagi sama perempuan. Saya jamin, yang terjadi tadi siang itu cuma salah paham.”

Pak Ustadz menghela nafas panjang, ia menautkan kedua tangannya di belakang punggungnya, dengan arah pandangannya yang lurus ke depan, memasang tatapan yang dingin dan kukuh.

“Nak Rian, kamu pikir saya tidak mempertimbangkan hal itu? Sesuai hukum adat yang jelas, bahwa harga diri perempuan di kampung ini, dan kehormatan keluarganya, harus dijaga dengan sebaik-baiknya." Sorot matanya beralih menatap Rian.

"Bagaimana kalau nanti si Murni hamil, lalu orang-orang bertanya siapa ayahnya? Kamu mau menanggung malu seluruh kampung?” Nada suaranya menurun, tapi tajam dan nyaris mengancam.

Rian menatapnya tak percaya.

“Tapi menikahkan orang secepat ini, tanpa kesiapan, tanpa penjelasan… Pak, ini bukan penyelesaian, ini malah bisa jadi masalah baru!”

Sebelum Pak Ustadz sempat membalas, suara cempreng dan penuh percaya diri menyela perbincangan mereka.

“Alaaah, ribet amat sih, nak Rian.” Tiba-tiba saja Bu Lastri muncul dari balik tembok samping masjid, sembari tangan kanannya menggenggam kipas lipat dengan gerakan heboh.

"Saya lihat Murni juga nggak nolak-nolak amat tuh. Malah kayaknya seneng, mukanya berseri waktu didandanin. Lagian, Kaan itu cakep, kayak artis telenovela! Untung banget Murni!”

Rian mendesis pelan, wajahnya tampak frustasi. Ia menggeleng pelan, lalu menatap keduanya dengan tatapan kecewa. “Saya nggak ngerti lagi... Kalau gini caranya, ya udah. Silakan kalian semua urus sendiri.”

Dengan langkah kesal, Rian pun memutar badannya dan pergi meninggalkan area itu. Ekspresi wajah serta gerak-geriknya menyiratkan kekesalan, sementara mulutnya menggumam pelan disertai decakan ringan.

Pak Ustadz menatap punggung Rian yang menjauh, lalu bergumam, “Anak muda zaman sekarang, terlalu pakai perasaan.”

Ia kemudian menoleh ke samping dan bertanya pada Bu Lastri dengan suara mantap, “Bu Lastri, pengantin perempuannya sudah siap?"

Di sebelahnya, Bu Lastri malah tersenyum lebar dengan gaya khasnya yang rempong. Ia mengangguk semangat dan menjawab dengan nada nyaring.

“Udah siap kok! Pengantin perempuannya udah cantik maksimal. Tinggal tunggu ijab kabul aja!” katanya sembari mengacungkan jempol, lengkap dengan kibasan kipasnya yang heboh.

Pak Ustadz mengangguk mantap.

“Kalau begitu, bu Lastri, bisa tolong menjemput mempelai perempuannya. Ijab kabul akan segera dimulai.”

Mendengar itu, Bu Lastri segera membalikkan badan dengan cekatan, langkahnya cepat pergi menuju rumah di yang ada di samping masjid menuju ruang tempat Murni dipersiapkan.

.

.

.

Sementara itu, di dalam kamar yang remang namun hangat, Ayu tersenyum puas melihat hasil riasannya. Wajah Murni kini tampak lebih segar, alami, dan jauh lebih cantik dibanding sebelumnya. Riasan sederhana yang ia poleskan dengan penuh kasih sayang itu terasa memunculkan kembali sisi lembut dan tenang dari sahabatnya.

Tiba-tiba-

Krieeet...

Pintu kamar terbuka perlahan dengan suara khas engsel yang berderit, membuat Ayu dan Murni sontak menoleh.

Bu Lastri masuk sambil mengibas-ngibaskan kipas di tangannya, lalu berhenti mendadak saat melihat wajah Murni.

Alisnya langsung bertaut tajam.

“Lho?! Ini make-up-nya kenapa jadi beda?!” tanyanya dengan nada tidak senang.

Pandangannya menyapu wajah Murni lalu beralih menatap Ayu curiga. “Siapa yang ngubah?!”

Ayu menarik nafas dalam-dalam, berusaha menahan diri agar tidak terpancing emosi. Ia tahu betul gaya dandanan Bu Lastri tadi yang sempat terlalu tebal dan asal-asalan, seolah Murni sedang didandani untuk pentas tari, bukan untuk pernikahan sakral.

“Sempat luntur tadi, bu,” jawab Ayu tenang, meski matanya sedikit menajam. “Murni nangis, jadi aku bantu rias ulang. Cuma sedikit, dan tetap sederhana.”

Bu Lastri mendengus. Ia memutar bola matanya dramatis, lalu mengibaskan kipasnya lebih kencang seolah sedang menepis masalah.

"Huh. Ya udahlah, biar aja. Tapi jangan kelamaan, ya. Ayo, Murni! Cepetan keluar, ijab kabulnya udah mau dimulai. Jangan bikin orang nunggu, bisa-bisa malam berubah jadi pagi!”

Murni refleks berdiri, sebelum melangkah keluar mengikuti Bu Lastri yang sudah melenggang lebih dulu dengan gaya khasnya yang rempong dan tak sabaran.

Ayu hanya menghela nafas panjang, berharap dalam hati semoga malam ini berjalan lancar... dan bahagia, untuk sahabatnya itu.

.

.

.

Saat Murni melangkah masuk ke dalam masjid, keheningan sejenak melanda ruangan. Seluruh mata para pemuda yang duduk di sana tak bisa menahan pandangan mereka, mereka terpaku sejenak ketika menatap sosok perempuan bersahaja dengan balutan putih bersih yang begitu anggun dan tenang.

Kecantikannya bukan jenis yang mencolok atau memaksa dilihat, tapi hadir dengan kesederhanaan yang memikat, menyentuh perlahan dan sulit dilupakan.

Namun Kaan, yang duduk paling depan dengan jas hitam rapi dan peci pinjaman Rian, justru menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dadanya naik turun pelan. Bukan karena malu, tapi karena gugup, bahkan terlalu gugup untuk sekadar mengangkat wajah.

Drrtt

Ponselnya bergetar pelan di saku celana. Kaan buru-buru memeriksa dan mendapati sebuah pesan dari ibunya. Ia menggesek layar dan membaca.

Disini author bikin pesan dari ibu Kaan dalam bahasa Indonesia aja daripada inggris ya, happy reading and thank you😉

(Kaan, kami mungkin baru sampai besok atau lusa. Maaf, sebab perjalanan dari rumah utama di Ankara cukup panjang. Tapi tolong videokan proses akadnya, ya. Dan jangan lupa baca Bismillah sebelum kamu mulai.)

Sudut bibir Kaan terangkat tipis, seperti menemukan ketenangan kecil di tengah pusaran besar.

Ankara, berlokasi di negara Turki. Di mana rumah utama tempat Kaan dibesarkan sejak kecil oleh ibunya yang seorang Muslimah taat dan ayahnya yang merupakan seorang pria asal Amerika yang memeluk Islam dengan penuh kesadaran sebelum menikahi ibunya.

Kini, setelah mendengar penjelasan singkat dari orang-orang sekitar, Kaan mulai memahami betapa kuatnya adat di kampung ini. Aturan dan tradisi begitu dijunjung tinggi, hingga tak ada celah baginya untuk menolak pernikahan yang datang secara tiba-tiba ini.

Awalnya, sempat tersiar kabar bahwa dirinya adalah non-Muslim. Banyak yang menduga demikian karena penampilannya yang 'kebarat-baratan' serta logat bicaranya yang terdengar asing. Namun setelah dijelaskan oleh Rian dan diperkuat dengan salinan identitas pribadinya, keraguan itu sirna. Wajah-wajah yang semula penuh tanya berubah menjadi lega, dan ucapan “Alhamdulillah” pun meluncur dari bibir mereka.

Dan kini, di bawah cahaya lampu masjid yang hangat, Kaan mencoba menenangkan detak jantungnya.

Lamunan Kaan buyar seketika ketika suara pria tua di hadapannya memecah keheningan.

"Ananda Kaan, sudah siap?" tanya pria tua yang merupakan seorang penghulu dengan suara berat dan penuh wibawanya. Ia sudah duduk bersila sejak tadi, memandangi Kaan dengan tatapan tenang.

Kaan menatap pria itu sejenak, lalu mengangguk pelan.

"Yeah… saya siap." Jawabnya, suaranya sedikit serak namun pasti.

Ia menarik nafas panjang dan perlahan maju, menempati tempat yang telah disediakan. Suara gesekan kain jasnya terdengar pelan ketika ia duduk bersila, berhadapan dengan sang penghulu.

Udara di dalam masjid seolah berubah jadi lebih padat dan sunyi, tapi padat oleh perhatian, oleh doa, oleh ketegangan yang tidak bisa dihindari.

Di sekeliling, semua saksi mulai menajamkan pendengaran mereka. Suara kipas dari tangan Bu Lastri pun akhirnya berhenti, dan bahkan angin malam pun tampak enggan meniup terlalu kencang demi kelancaran proses pelaksanaan acara sakral itu.

"Jangan tegang, Nak," ucap sang penghulu sambil tersenyum kecil. "Ini akad, bukan ujian masuk sekolah."

Beberapa orang tersenyum, dan Kaan ikut tersenyum tipis. Walau gugup masih menggelayuti pundaknya, kalimat itu cukup membuat nafasnya sedikit lebih ringan.

Penghulu lalu menyodorkan tangan kanannya. Kaan membalas, menyambut erat tangan sang penghulu. Telapak tangan itu hangat dan kokoh, seolah meyakinkan bahwa jalan yang ia tempuh sekarang bukanlah kesalahan.

"Bismillah." Gumam Kaan dengan lirih, seperti permulaan yang pelan namun pasti. Sebab ini bukan sekadar akad. Ini adalah awal dari sesuatu yang tak pernah ia bayangkan, namun kini tak bisa ia tolak.

Suasana seketika hening.

Penghulu merapatkan duduknya, dengan memasang ekspresi wajah yang kini lebih serius. Penghulu itu menarik nafas dalam sebelum akhirnya,

“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, Ananda Kaan Harrington, dengan Murniara Sasmita binti Sastrowardoyo, dengan mas kawin berupa satu set cincin dan kalung emas, serta seperangkat alat shalat, dibayar tunai.”

Kaan menarik nafas panjang, tarikannya terasa berat di dadanya. Jari-jarinya menggenggam erat tangan sang penghulu, dan keringat dingin mulai mengembun di telapak tangannya. Ia menunduk sesaat, lalu mengangkat wajahnya perlahan. Tatapan matanya mencari kekuatan, entah dari dinding masjid, dari barisan orang-orang yang mengawasi, atau dari doa ibunya yang baru saja dikirim lewat pesan.

Kemudian, dengan suara yang tegas meski sedikit bergetar, ia menjawab,

“Saya terima nikah dan kawinnya Murniara Sasmita binti Sastrowardoyo dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai.”

Sunyi.

Waktu seolah berhenti.

Lalu barulah terdengar helaan nafas lega dari berbagai penjuru, dan suara pelan dari para saksi:

“Sah.”

“Sah.”

“Alhamdulillah… sah.”

Kaan akhirnya bisa menghela napas lega. Sebuah senyum tipis muncul di wajahnya, bukan karena bahagia sepenuhnya, tetapi lebih karena rasa lega yang menghujani seluruh tubuhnya.

1
Nar Sih
ahir nya murni muncul lgi
Batsa Pamungkas Surya
up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up up
Batsa Pamungkas Surya: owh seperti ituuuu
total 2 replies
Nar Sih
ternyata kaan bisa juga ya mkn dan berbaur dgn karyawan nya ,contoh pimpinan yg baik nih ☺️
Nar Sih
oalah murni,,kmu kok lucu bener yaa,ahir nya kmu tau kan arti dari tulisan kaan yg di kirim pada mu,semagat murni terus dekati kaan sampai bnr,,jdi suami mu yg seutuh nya💪☺️
Lucy: hihi iya kak, murni kudu maju teros jangan kasih kendor
total 1 replies
luvvuyy🙈
aduhhh jd salah paham ni pstiii😭
Lucy: puasti/Chuckle/
total 1 replies
Baby Vell
hai thor aku makpir
Baby Vell: iya ka
total 2 replies
luvvuyy🙈
haiii
Lucy: hii kak😌 makasih loh udh coba baca, aku masih baru soal nulis novel pernikahan gini kak, kalau ada yg gak msuk akal, kasih tau aja ya😋
total 1 replies
Novi Susianti
sampai aku cari arti "l feel the same"😃😂
Lucy: /Chuckle//Chuckle/
total 1 replies
Nar Sih
bersabar lah murni ,dan yakinlah pasti lama,,kaan juga cinta pada mu trus kmu bisa punya ank juga dri nya
Nar Sih
semoga dgn iseng nya savelda bisa membuat hubungan kaan dan murni lebih baik lgi
Lucy: moga aja kak😁
total 1 replies
Nar Sih
lanjutt kak ,bikin murni kuat dan tangguh hinga pantas bersanding dgn kaan
Batsa Pamungkas Surya
kok saya waktu SMA di kasih pelajaran seperti itu ya
saya lulus SMA th 1997
Batsa Pamungkas Surya: ea sich.. mungkin di kira anak anak bisa lihat di google
total 2 replies
Nar Sih
bingung dgn sikap kaan ,yg kata nya suami tpi aneh ..ngak ada manis nya ,sabar ya murni kamu harus kuat dan jdilah wanita tangguh
Nar Sih
kasihan murni nya mesti sabar dan di paksa bljar kuat demi sebuah status istri dri keluarga harington ,semagatt murni kmu pasti bisa💪💪
Lucy: pasti kak. kak, kira-kira tulisannya bener gak sih? soalnya aku akhir" ini kena writing block bah, jadi bingung mau menjabarkan alur nya gimana😭
total 1 replies
Nar Sih
lama ngk up ahir nya hadir lgi walau cerita nya kadang membuat ku bungung kak thorr
Lucy: hehehe makasih udh rajin baca kak
total 1 replies
Nar Sih
masih bingung dgn murni dan kaan kak thorr
Lucy: kak, maaf ya, beberapa hari ini aku kayaknya belum bisa up😞 karena kesibukan lamaran kerja kak, tapi ku usaha kan up dua hari nanti
total 1 replies
Nar Sih
siip lanjutt kakk
Ray Aza
jangan terlalu lama berkutat dgn konflik sayang, keburu pembacanya kabur nanti. konflik boleh tp hrs dibarengi alur cerita yg berkembang jg jgn berhenti dikonflik trs. nti kek cerita seblmnya, kelamaan di mslh klimak cerita malah ga dpt. pas tokoh utama menang mlh rasanya jd b aja
Lucy: oke deh, thanks masukannya🫶
total 1 replies
Nar Sih
ternyata org yg kelihatan baik ternyata musuh ,dan untung nya ada yg nolongin murni disaat yg tepat
Nar Sih
sebetul nya sku bingung dgn crita ini kak ,masih penasaraan dgn siapa kaan kok murni ikut jdi korban nya
Lucy: masih berlanjut kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!