Bagaimana rasanya di tinggalkan untuk selamanya di hari pernikahan. Hari yang harusnya membuat bahagia, namun itu membuat luka.
Dan gadis cantik itu pun harus menerima cacian dan makian, juga di cap sebagai gadis pembawa sial.
Lalu tiba-tiba, ada seorang laki-laki yang bersedia menikahinya agar membuang kesialan itu. Laki-laki yang tidak dia kenal sama sekali, tiba-tiba menjadi suaminya.
Siapakah Laki-laki itu? Dan bagaimanakah kehidupan rumah tangga mereka? Apakah cinta akan tumbuh di hati mereka?
Simak yuk, hanya di Novel ini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurmay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu Malu?
Tidak pernah Kiran tidur sepulas ini sebelumnya. Tubuhnya terasa sakit semua karena pergulatan panas malam tadi. Ia kedinginan, dan baru menyadari kalau matahari belum memunculkan dirinya hingga membuatnya menggigil dan segera mencari selimut.
Matanya melirik dengan setengah terbuka ke arah jam besar yang tertempel di dinding sana, pukul lima pagi? Kiran semakin merapatkan selimutnya.
Tapi tiba-tiba matanya terbuka, karena baru ingat kalau tadi malam baru saja ada pergumulan panas antara dia dan Agra. Ia merabah dadanya yang membuncah dengan rasa debaran. Pantas saja ia merasa kedinginan, karena tubuhnya tidak mengenakan sehelai pakaian pun.
''Selamat pagi, sayang.''
Suara Agra terdengar dari arah pintu kamar mandi. Agra berjalan ke arahnya yang memang nampak baru saja selesai mandi karena saat ini pria 35 tahun itu hanya menggunakan handuk yang terlilit di pinggang dan menampilkan perutnya yang sispek. Dan di tambah rambutnya yang basah, sungguh! pemandangan indah itu tidak dapat ditolaknya.
''Selamat pagi, Mas,'' balas Kiran yang pupil matanya bergerak dengan tidak nyaman.
''Masih mengantuk?'' tanya Agra yang sudah duduk ditepi ranjang dan mencium pipi Kiran dengan bibirnya yang terasa dingin.
Kiran tidak berani bergerak, ia masih membungkus tubuhnya dengan bad cover yang tebal. Dia bingung harus melakukan apa karena pagi ini adalah pagi pertamanya dengan Agra setelah mereka sudah menjadi pasangan suami istri yang sesungguhnya.
''Kenapa wajah mu merah begitu?'' tanya Agra yang sudah menempelkan telapak tangannya pada pipi kiri Kiran. Agra menahan tawanya karena melihat pipi dan hidung Kiran yang memerah. Dia paham betul saat ini Kiran tengah malu karena bingung bagaimana ia bersikap setelah malam pertama mereka yang menyenangkan itu
''Mas, bisa cepat pakai bajunya tidak?'' tanya Kiran. Ya saat ini Agra sedang memakai pakaian sembari duduk di ranjang bersamanya.
''Kenapa memangnya?''
''Aku ingin membenahi kamar, dan pergi mandi,'' ucap Kiran dengan pelan.
''Lalu?''
Entah saat ini Agra memang sengaja menggodanya atau memang tidak mengerti. Kiran berdecak kesal lalu menggedikan kepalanya pada Agra mengarah ke pintu kamar agar Agra segera keluar dari sana.
''Sayang, kamu malu sama aku?''
''I-iya.''
Dan Agra sekarang benar-benar tertawa lepas.
''Sayang kenapa harus malu, semalam kan mas sudah melihat semuanya. Semua bentuk dan warna tubuhnya mu yang sempurna itu, dari atas saaampai bawwah.''
Dengan jahilnya, Agra menarik selimut yang digunakan Kiran untuk menutup seluruh tubuhnya itu. ''Aaakkhhh! Mas!'' pekik Kiran yang sudah meraih bantal untuk pengganti selimut yang di rebut Agra.
''Mandilah cepat, apa kau tidak ingin membuatkan aku sarapan? hmm?''
''Iya, tapi Mas Agra keluar dulu!''
''Emmm... sepertinya seprainya harus di ganti,'' ucap Agra yang membuat Kiran bingung.
''Hah? kenapa?'' Kiran menggaruk kepalanya.
Dan ketika matanya melihat ke beberapa tempat yang terdapat bercak darah yang berasal darinya, ia baru paham. Matanya terpejam sekejap karena benar-benar merasa malu.
''I-iya, Nanti aku bawa ke binatu. Mas keluarlah... aku malu,'' rengek Kiran.
Agra tertawa renyah dan mengalah, beranjak dari duduknya tapi beberapa detik kemudian kembali duduk dan Kiran kembali menutupi tubuhnya dengan bantal.
''Apa lagi, Mas?''
''Terima kasih.''
''Untuk?''
''Itu,'' tunjuk Agra dengan ekor matanya pada bercak darah itu.
Ya dia benar-benar bahagia karena ternyata Kiran masih virgin. Sungguh! jarang sekali di jaman seperti ini seorang gadis bisa menjaga mahkotanya.
Kiran mendorong pelan pundak Agra agar cepat-cepat keluar. Setelah memastikan Agra keluar dan menutup pintunya, Kiran pun dengan cepat memunguti pakaiannya dengan pakaian Agra yang tercecer di lantai kemudian segera pergi ke kamar mandi dengan pangkal paha yang benar-benar terasa sangat nyeri.
Meletakkan pakaian kotor di keranjang dan diapun segera merendam tubuhnya di bathtub yang sudah terisi air hangat yang Agra siapkan. Termenung sebentar mengingat manisnya malam tadi, Kiran tersenyum sendiri.
Beberapa saat kemudian, Kiran pun keluar dari kamar dan sudah berpakaian lengkap, mencari keberadaan Agra yang ternyata sudah berada di meja makan dengan laptopnya.
''Mas, mau makan apa?'' tanya Kiran tanpa melihat kearah Agra dan hanya melaluinya saja.
Agra menahan tawanya, seraya menjawab, ''Apa saja sayang. Apapun yang kamu sediakan, akan Mas makan.''
Terdengar sangat manis ketelinga Kiran. Dan diapun segera menyiapkan sarapan yang praktis yaitu roti bakar dengan slai coklat favorit Agra, lengkap dengan coklat panas minuman yang biasa Agra minum setiap harinya.
Saat ia sedang memindahkan roti dari pemanggang ke piring, tiba-tiba saja Agra datang dan memeluknya dari belakang sehingga membuatnya terkejut dan mematung.
''Sayang, lagi...'' seru Agra yang merengek seperti anak kecil merengek pada ibunya.
Dengan spontan Kiran memukul tangan Agra yang melingkar di perutnya.
''Awww... kok Mas di pukul?''
''Habis, Mas ada-ada saja. Ayo sarapan, aku lapar,'' ucap Kiran dengan diam-diam mengulumkan senyumannya dan membawa piring berisikan beberapa potong roti ke meja makan dan Agra pun membuntut di belakangnya.
''Sayang...''
''Mas, makan.'' Kiran menekankan ucapannya dan Agra memanyunkan bibirnya karena ajakannya tidak di sambut oleh Kiran.
''Tapi setelah ini, kita-''
''Mas!''
''Baiklah.''
Agra memakan roti yang sudah disiapkan Kiran, tanpa menggunakan garpu dan pisau, ia melahap dengan tangannya karena merajuk pada Kiran.
Kiran hanya bisa menahan tawanya karena merasa lucu dengan tingkah Agra yang tidak pantas di usianya.