Skylar Dan Sang Dosen

"Apa hal yang membuat Papa jatuh cinta dan memilih untuk menikahi Mama dulu?"

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Skylar langsung menghentikan kegiatan Papa Lucas yang tengah menikmati sarapannya.

Menghela kemudian pria paruh baya itu, sel kelabu otaknya mulai memutar memori indah saat ia pertama kali bertemu dengan sang pujaan hati yang hingga detik ini masih setia berada dalam lubuk terdalam hatinya.

"Dia wanita yang sangat baik, nak. Dia menemani Papa sejak diri ini belum menjadi apa-apa bahkan saat itu Papa masih kerap kali menjadi bahan ejekan sebab Papa hanyalah seorang model dengan penghasilan tak seberapa," Papa Lucas memulai ceritanya, mengenang masa lalu yang begitu membahagiakan itu.

Skylar mendengarkan dengan sabar, menanti kelanjutan cerita sang Papa sambil menikmati makanannya.

"Bahkan dulu kakekmu sendiri menentang keinginan Mamamu untuk memilih Papa sebagai suaminya dengan alasan kondisi ekonomi Papa yang tak stabil untuk menghidupi Mamamu."

Papa Lucas memandang lurus anak semata wayangnya. "namun kami tak lantas menyerah, Papa mulai mengikuti kontes-kontes model besar tingkat dunia dan berhasil memenangkan beberapa diantaranya yang membuat Papa akhirnya memiliki cukup uang untuk menggelar pesta pernikahan serta membeli sebuah rumah."

"Apakah Mama dan Papa langsung membeli rumah yang kita tempati sekarang?"

Papa Lucas menggeleng. "tidak, dulu kami membeli rumah kecil di pusat kota setelah menikah. Papa mulai merintis bisnis dengan dukungan serta masukan dari Mama hingga akhirnya perusahaan menjadi sebesar ini."

"Saat memutuskan untuk menikah dengan Papa, dulu dia hanyalah seorang gadis berusia 22 tahun yang masih begitu tulus dan lugu. Dia bahkan menolak laki-laki yang lebih kaya hanya demi menikah dengan pria dengan uang pas-pasan seperti Papamu ini,"

"Itulah kekuatan cinta, Pa," Skylar tersenyum, dapat membayangkan betapa besar cinta yang ada diantara kedua orang tuanya.

Papa Lucas menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dengan pandangan lurus. "kelak kalau ada laki-laki baik yang melamarmu jangan pikir panjang untuk menerimanya. pria kaya tidak bisa menjanjikan kamu apa-apa selain materi tetapi pria baik rela memberikan semuanya untukmu."

...***...

"Nanti malam kita akan makan malam dengan keluarga Ririn, kosongkan semua jadwalmu untuk malam ini," perintah Bunda mutlak membuat Teon langsung menghentikan kegiatannya yang tengah bermain game konsol dengan Jeno.

"Jangan mulai, Bunda," keluh Teon yang sudah mulai jengah dengan sikap Bunda belakangan ini yang semakin getol menjodoh-jodohkan dirinya dengan Ririn.

"Bunda hanya memilihkan wanita yang terbaik untukmu, Teon. Ririn jauh lebih baik dari wanita pilihanmu yang tidak jelas itu," Bunda dengan suara tinggi mengungkapkan opininya membuat Teon berusaha mengendalikan emosinya.

"Sebelum memilih Ririn hanya karena dia anak temannya Bunda apakah Bunda tahu kalau wanita itu adalah orang yang bahkan tega menghilangkan nyawa darah dagingnya sendiri?" tantang Teon yang sudah berdiri dari duduknya.

"Apakah Bunda juga mengetahui fakta bahwa Ririn dan aku pernah menjalin hubungan sampai akhirnya dia berselingkuh dengan pria lain hingga hamil di luar nikah?"

Bagai tersambar petir di siang bolong Bunda lantas tercengang mendengar semua fakta yang dibeberkan oleh Teon --sebab beliau tahu betul bahwa anaknya tidak pernah bicara sembarangan sebelum memiliki bukti konkret.

"Ririn memang wanita berpendidikan tinggi namun dia adalah seorang amoral lantas untuk apa aku menikah dengan wanita seperti itu?" ujar Teon tegas memperjelas alasan mengapa ia menentang keras sang Bunda untuk kali ini.

"Aku hanya akan menikah dengan wanita baik-baik pilihanku sendiri, ingat itu baik-baik, Bunda."

Usai menyelesaikan kalimatnya Teon lantas melenggang pergi dengan wajah merah padam tak habis pikir kalau Bunda sampai hati memaksakan kehendaknya tanpa memikirkan perasaannya lebih dulu. Langkah Teon begitu cepat menuju kamarnya, mengambil sebuah tas besar dari sana kemudian keluar dari rumah tanpa mempedulikan panggilan dari Bunda.

Marah serta kecewa menjadi satu dalam benak Teon membuat pria itu terpaksa begini agar Bunda bisa menyadari kesalahannya.

"Aku 'kan sudah bilang berkali-kali pada Bunda," kata Jeno yang lalu bangkit dari duduknya. "aku tahu usia Abang memang sudah memasuki usia ideal untuk menikah tapi pernikahan bukanlah perlombaan yang harus selalu disegerakan dan dia sudah memiliki wanita pilihannya sendiri, dia berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, Bunda."

Si bungsu kemudian beringsut masuk ke dalam kamarnya membiarkan sang Bunda memikirkan apa yang ia katakan barusan.

Jeno tahu betul Teon adalah pria baik-baik yang selalu tahu apa yang harus ia lakukan dan konsekuensi apa yang akan diterimanya dari jalan yang dia pilih.

Kamar bernuansa hitam putih yang dihiasi oleh berbagai koleksi action figure itu menyambut kedatangan sang empunya, membuat Jeno menarik napasnya dalam-dalam --ia jadi kepikiran pergi ke mana Teon dengan tas besar begitu.

...***...

"Kenapa anda membawa tas sebesar itu hanya untuk mengajak saya jalan-jalan?"

Keheningan di dalam mobil yang menyelimuti Skylar dan Teon akhirnya dipecahkan oleh sang gadis.

Skylar heran tiba-tiba Teon mengajaknya pergi ke luar tanpa ada janji sebelum beruntung gadis itu sedang tidak memiliki janji dengan orang lain.

"Tidak ada alasan khusus," sahut Teon dengan tawa samar setelah menyadari arah pandangan Skylar yang sudah mengarah ke bangku penumpang mobilnya.

Melihat air muka Teon yang jauh berbeda Skylar jelas tak langsung percaya terlebih wajah rupawan milik pria itu nampak sedikit tegang membuat Skylar jadi penasaran agaknya apa yang terjadi pada pria itu.

"Mas?" Skylar memanggil dengan suara yang begitu halus hingga Teon langsung mengalihkannya atensinya.

"Iya?"

"Aku tahu anda sedang menyembunyikan sesuatu kumohon jangan mencoba untuk membohongiku," imbuh sang gadis, memperhatikan lampu lalu lintas yang berubah menjadi merah.

Menghela pria itu kemudian. "saya tidak akan pulang ke rumah beberapa hari ke depan."

Skylar jelas kaget bukan kepalang sebab dari yang ia tahu keluarga Teon adalah keluarga yang amat rukun meski sudah tidak memiliki figur seorang ayah di dalamnya.

"Saya bertengkar dengan Bunda karena suatu hal dan itu membuat saya merasa tidak nyaman berada di rumah," ungkap Teon terus terang setelah mobilnya kembali melaju melewati lampu lalu lintas.

"Anda bertengkar dengan wanita yang sangat anda hormati, bagaimana bisa?"

Fakta ini sungguh diluar dugaan Skylar bahwa pria yang sangat menghormati ibunya seperti Teon dapat berselisih paham seperti ini.

"Seperti yang kamu tahu bahwa saya sangat menghormati dan menyayangi ibu saya tetapi hal ini sungguh menyakiti hati dan harga diri saya sebagai seorang laki-laki."

"Kalau boleh saya tahu, apa yang membuat anda dan beliau jadi terlibat dalam selisih paham?"

"Dia menjodohkan saya dengan seseorang tanpa meminta persetujuanku lebihnya dahulu."