Penasaran dengan cerita nya lansung aja yuk kita baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24: Taruhan di Atas Kain Putih
Keputusan Arini untuk menolak syarat Helena Vance menyebar di kalangan terbatas industri mode seperti arus listrik yang mematikan. Banyak yang menganggap Arini gila—atau terlalu naif. Menolak Vogue International demi membela seorang pria dengan masa lalu kelam dianggap sebagai bunuh diri karier. Namun, bagi Arini, ini adalah titik balik di mana ia tidak lagi membiarkan orang lain memegang gunting atas hidupnya.
"Kau mempertaruhkan segalanya, Arini," ujar Rendra saat mereka berkumpul di studio keesokan harinya. "Helena bukan tipe orang yang terbiasa ditolak. Dia bisa menutup aksesmu ke banyak distributor internasional."
Arini menyesap tehnya dengan tenang. "Biarkan saja. Jika Paris hanya menerima mereka yang menutup mata terhadap ketidakadilan, maka Paris bukan tempat yang tepat untuk karyaku. Aku ingin koleksi 'Menjahit Luka' ini murni, dari benang hingga prinsipnya."
Damar, yang sejak semalam tampak lebih banyak diam, akhirnya angkat bicara. "Aku tidak ingin menjadi beban bagimu, Arini. Pesanmu semalam... itu adalah hal paling berani yang pernah kulihat, tapi aku merasa bersalah karena telah membawamu ke posisi sulit ini."
Arini meletakkan cangkirnya dan menatap Damar lurus-lurus. "Berhentilah merasa bersalah. Aku tidak melakukan ini hanya untukmu. Aku melakukan ini untuk diriku sendiri. Aku lelah dijahit oleh ekspektasi orang lain. Sekarang, kita punya waktu dua minggu sebelum Paris Fashion Week dimulai. Kita akan tetap ke sana."
"Tanpa undangan resmi?" tanya Sari dengan wajah bingung.
"Kita akan mengadakan off-schedule show," jawab Arini dengan binar mata yang tajam. "Kita akan menyewa sebuah galeri seni kecil di Marais, tepat di jantung Paris. Kita akan mengundang pers secara independen. Kita akan menunjukkan bahwa mahakarya tidak butuh izin dari konsorsium mana pun untuk bersinar."
Ide itu sangat gila dan mahal. Namun, Arini menggunakan dana dari ruko pemberian ayah mertuanya yang telah ia cairkan untuk misi ini. Ia tidak lagi menjahit untuk balas dendam pada Adrian atau Maya; ia menjahit untuk membuktikan eksistensinya.
Selama dua minggu berikutnya, studio itu berubah menjadi medan perang kreatif. Arini mendesain gaun-gaun yang lebih radikal. Ia menggunakan teknik upcycling dari kain-kain perca sutra yang disatukan dengan benang emas dan perak, menciptakan tekstur yang tampak seperti luka yang menyembuh dan berubah menjadi perhiasan. Koleksi ini ia beri judul: "The Sovereign Thread" (Benang Berdaulat).
Namun, rintangan tidak berhenti di situ. Di tengah persiapan, Arini menerima kabar bahwa Shinta, ibu Adrian, mencoba mengajukan tuntutan hukum baru untuk menghalangi keberangkatan Arini ke luar negeri dengan dalih sengketa aset yang belum tuntas.
"Dia ingin menahanmu di sini agar kau kehilangan momentum di Paris," Rendra memperingatkan.
Arini berdiri di depan cermin, mencoba salah satu mantel rancangannya yang sangat megah. "Katakan pada Shinta, jika dia ingin menghentikanku, dia butuh lebih dari sekadar surat pengadilan. Dia butuh pasukan. Karena tidak ada satu pun benang di dunia ini yang bisa menahan langkah wanita yang sudah tidak punya rasa takut."
Malam sebelum keberangkatan, Arini berdiri di balkon studionya, menatap langit Jakarta yang mendung di akhir Desember 2025. Ia tahu, di Paris nanti, ia mungkin akan disambut dengan dingin atau bahkan dihina. Namun, ia merasa jauh lebih damai daripada saat ia masih menjadi istri Adrian yang "sempurna".
Ia telah menjahit hidupnya sendiri. Dan meski jahitannya penuh dengan kerumitan masa lalu, setiap tusukannya adalah pilihannya sendiri. Besok, ia akan membawa luka-lukanya ke panggung dunia, bukan sebagai korban, melainkan sebagai pemenang.