NovelToon NovelToon
Tumbal Rahim Ibu

Tumbal Rahim Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Kumpulan Cerita Horror / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:526
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

​"Ibu bilang, anak adalah permata. Tapi di rumah ini, anak adalah mata uang."
​Kirana mengira pulang ke rumah Ibu adalah jalan keluar dari kebangkrutan suaminya. Ia membayangkan persalinan tenang di desa yang asri, dibantu oleh ibunya sendiri yang seorang bidan terpandang. Namun, kedamaian itu hanyalah topeng.
​Di balik senyum Ibu yang tak pernah menua, tersembunyi perjanjian gelap yang menuntut bayaran mahal. Setiap malam Jumat Kliwon, Kirana dipaksa meminum jamu berbau anyir. Perutnya kian membesar, namun bukan hanya bayi yang tumbuh di sana, melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lapar.
​Ketika suami Kirana mendadak pergi tanpa kabar dan pintu-pintu rumah mulai terkunci dari luar, Kirana sadar. Ia tidak dipanggil pulang untuk diselamatkan. Ia dipanggil pulang untuk dikorbankan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24: Memar yang Berpindah

Kirana memejamkan mata menahan rasa sakit dan teror internal itu, dan ketika ia membukanya lagi, ia melihat ada noda ungu gelap kecil muncul di pergelangan kakinya yang basah sebuah Memar yang Berpindah yang terasa panas dan nyeri, tepat setelah ancaman Nyi Laras.

Noda memar itu bukan disebabkan benturan. Itu muncul begitu saja, berbentuk tidak beraturan, dan memancarkan rasa nyeri yang dalam, seolah otot di bawahnya telah diremas kuat.

Kirana mengulurkan tangan untuk menyentuhnya.

"Jangan disentuh!" seru Nyi Laras tajam, menjauhkan baskom perak itu. "Itu adalah tanda Waris. Tanda bahwa dia sudah mengambil kendali atas sebagian jiwamu. Setiap kau berontak, memar itu akan muncul di tempat yang berbeda, mengingatkanmu bahwa kau adalah miliknya."

Nyi Laras menyeringai puas. "Mulai sekarang, Ibu akan memanggilnya... Penanda."

Kirana menarik kakinya. Rasa sakitnya nyata, dan memar itu terlihat semakin pekat. Ia tahu ini adalah bentuk teror baru, penjara yang dibangun bukan di sekeliling rumah, melainkan di dalam tubuhnya sendiri.

"Bagaimana kau melakukan ini?" tanya Kirana, suaranya parau.

"Melalui darahmu, melalui janin itu, dan melalui Jamu Kliwon," jawab Nyi Laras, kini ia mulai menyisir rambut Kirana dengan sisir tanduk berwarna hitam. Gerakannya selembut dan sedingin patung. "Kau hanya perlu bersantai, Kirana. Jangan melawan. Semakin kau melawan, semakin kasar Janin itu. Semakin kasar dia, semakin sakitlah dirimu."

Kirana menutup mata. Ia membiarkan Nyi Laras menyisir rambutnya yang terasa berminyak karena keringat dan kelembapan kamar. Ia menggunakan momen ini untuk berpikir. Laksmi mengatakan dia harus melawan. Tetapi bagaimana cara melawan ketika musuh ada di dalam dirinya?

Ia memutuskan untuk mengabaikan Nyi Laras dan fokus pada Penanda di pergelangan kakinya.

Kirana diam-diam menggesekkan ibu jarinya ke atas memar ungu gelap itu. Memar itu panas dan berdenyut. Saat kulitnya bersentuhan, bukan rasa sakit yang dominan, tetapi... sebuah sensasi aneh.

Seperti bisikan samar.

...Kolam...

Kirana mengerutkan dahi. Ia merasakan kata itu muncul di benaknya, bukan ia dengar dengan telinga.

"Kenapa kau mengerutkan dahi, Nak? Apakah sisir Ibu terlalu kasar?" tanya Nyi Laras, menghentikan gerakan sisirnya.

"Tidak, Bu. Hanya... lelah," jawab Kirana, mencoba terdengar lemah dan patuh.

"Bagus. Kau harus lelah. Kelelahan adalah cara terbaik agar Waris kita tumbuh dengan damai," Nyi Laras kembali menyisir.

Kirana melanjutkan gerakan jarinya di atas memar. Ia menekannya sedikit, mengabaikan rasa nyeri yang menyengat.

...air... merah...

Kata-kata itu muncul lagi, seperti transmisi singkat dari suatu tempat. Kolam? Air merah?

Kirana teringat sinopsis yang ia baca. Ritual Mandi Kembang Tujuh Rupa dan Air Kolam yang Berubah Merah. Itu adalah petunjuk! Memar ini mungkin adalah titik kontak dengan memori atau arwah Kakak sulungnya, Laksmi, yang mencoba berkomunikasi melalui "Penanda" yang dibuat Nyi Laras.

"Kau terlihat tegang, Kirana. Jangan lupakan senam hamil yang Ibu ajarkan," Nyi Laras menekan bahu Kirana. "Ingat, janin itu merekam semua emosimu. Jangan cemarkan dia dengan niat busuk."

Kirana menarik napas dalam. "Aku tidak punya niat busuk, Bu. Aku hanya merindukan Dimas."

"Dia akan kembali. Setelah tugasnya selesai," Nyi Laras tertawa kecil, suara tawanya terdengar seperti lonceng yang retak.

Kirana tahu dia harus segera pergi ke kolam. Kolam itu terletak di taman belakang, dekat dengan Pendopo dan Ruang Gamelan.

"Bisakah aku minum air putih, Bu? Tenggorokanku sangat kering," pinta Kirana, berharap Nyi Laras akan meninggalkannya sebentar.

"Tentu, Sayang," Nyi Laras tersenyum. "Tapi kau tidak perlu beranjak. Ibu akan mengambilnya."

Nyi Laras meletakkan sisir tanduk itu dan berjalan menuju dapur. Pintu tidak dikunci. Jelas Nyi Laras sudah sangat yakin bahwa Kirana tidak akan berani bergerak, takut akan Penanda yang akan muncul di sekujur tubuhnya.

Begitu Nyi Laras menghilang di balik tikungan koridor, Kirana melompat dari kursi. Ia harus ke kolam sebelum Ibunya kembali.

Ia memegangi pergelangan kakinya yang sakit. Ia menekan memar itu sekali lagi.

...Sinden... Bisu...

Petunjuk baru. Sinden Bisu di Pendopo.

Kirana berlari keluar kamar, melewati koridor yang baru saja dilewati Nyi Laras, menuju taman belakang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!