Rinjani hanya ingin hidup tenang.
Tapi semua hancur saat ia terbangun di kamar hotel bersama pria asing. Dan beberapa jam kemudian mendapati kedua orang tuanya meninggal mendadak.
Dipaksa menikah demi melunasi utang, ia pingsan di hari pernikahan dan dinyatakan hamil. Suaminya murka, tantenya berkhianat, dan satu-satunya yang diam-diam terhubung dengannya ... adalah pria dari malam kelam itu.
Langit, pria yang tidak pernah bisa mengingat wajah perempuan di malam itu, justru makin terseret masuk ke dalam hidup Rinjani. Mereka bertemu lagi dalam keadaan tidak terduga, namun cinta perlahan tumbuh di antara luka dan rahasia.
Ketika kebenaran akhirnya terungkap, bahwa bayi dalam kandungan Rinjani adalah darah daging Langit, semuanya berubah. Tapi apakah cinta cukup untuk menyatukan dua hati yang telah hancur?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Keke Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Untuk apa?
Keduanya memasuki apartemen setelah berbelanja. Langit menyimpan semua barang di meja. Di luar hujan masih turun. Awan mendung masih menutupi langit Jakarta.
“Mas Langit, mau saya masak sekarang?” tanya Rinjani.
Langit yang sudah duduk di bean bag tampak berpikir, “Masak mie rebus aja, Rin. Dua ya. Temenin saya di sini,” ujarnya.
Rinjani berlalu ke pantry, memasak dua mie rebus. Saat ia menuangkan bumbu ke mangkuk. Langit menghampirinya.
“Maksud saya dua … satu untuk kamu satu lagi untuk saya,” ujar Langit, ia mengambil satu mangkuk lagi di kabinet.
Setelah mie rebus matang keduanya duduk di dekat dinding kaca, di karpet tebal dengan satu meja sebagai jarak keduanya.
Rinjani menyeruput kuah mie tersebut, aroma bumbu menusuk hidungnya. Perasaanya mulai berbeda, perutnya mendadak lain, seperti ingin mual.
Rinjani bangkit, meninggalkan Langit yang akhirnya juga bangkit dan menyusul Rinjani ke toilet.
Huek … huek …
Langit meringis, iba, “Rin … kamu nggak apa-apa?”
Tidak lama kemudian Rinjani keluar dengan wajah lelah dan pucat, keringat mengembun di pelipisnya. Ia mengangguk sebagai bentuk kalau kondisinya baik-baik saja. Namun berbeda dengan Langit, melihat kondisi Rinjani seperti ini, ia segera memapah Rinjani untuk duduk di sofa.
“Kamu istirahat dulu, saya mau ambil air hangat,” ucap Langit, ia berlalu ke pantry.
Rinjani berbaring, memejamkan mata, tubuhnya yang lelah membuat matanya mengantuk dan ia akhirnya terlelap.
Tenang … damai …
Langit memandang wajah teduh Rinjani, memantri setiap lekuknya. Ia tersenyum, bahkan tertawa pelan, segelas air hangat ia simpan di meja. Langit mendekat, membangunkan Rinjani.
“Rin …”
Rinjani membuka matanya yang sayu, ia menerima segelas air hangat dari Langit.
“Di luar masih hujan, ya, Mas?” tanyanya.
Langit mengangguk, “Kamu istirahat aja,” ujar Langit.
Rinjani menjadi tak enak, “Saya pulang aja, Mas. Biar nanti Bi Sulis yang ke sini, makan siang kan belum dimasak.”
Hati Langit mencelus, di tengah kondisinya, Rinjani masih memikirkan tanggung jawabnya.
“Kamu nggak perlu mikirin makan siang, Rin. Saya bisa Go-fo0d.”
Rinjani tampak tak enak.
“Udah, sekarang istirahat,” Langit bangkit, masuk kamar dan kembali dengan tangan membawa selimut. Ia menyelimuti tubuh Rinjani. Memintanya untuk tidur.
“Tidur. Saya mau lanjut meeting.”
Rinjani kembali memejamkan mata saat Langit berlalu ke ruang kerja. Padahal di sana, Langit memantaunya dari monitor. Saat ia rasa Rinjani benar-benar terlelap, Langit mendekat, perlahan ia mengelus kepala Rinjani. Jemarinya memegang sehelai rambut, dengan hati-hati Langit mencabutnya. Rinjani sempat menggeliat, kemudian kembali tertidur.
Langit segera menghubungi Taufan, memintanya datang ke apartemen. Sekitar 10 menit, asistennya tiba, ia meminta jepitan rambut yang Taufan simpan.
“Anda ingin melakukan tes DNA sekarang, Bos?” tanya Taufan.
“Saya harus pastikan, Fan,” Langit membuang napas kasar, “Semuanya terlalu mengusik. Dan saya harus tahu siapa orangnya,” ujar Langit.
Taufan tampak ragu, “Tapi … jika tes DNA itu menunjukkan hasil yang sama. Dan Nona Rinjani terbukti mengandung anak Anda. Apa yang akan Anda lakukan, Bos?”
Suara Taufan terdengar rendah, namun mampu membuat Langit bungkam. Ia kembali mengulik hatinya. Apa yang ia cari ini benar-benar sekedar ingin tahu? Atau ingin sesuatu?
Jika Rinjani orangnya, apa yang bisa Langit lakukan? Rinjani adalah istri Darren. Sementara Langit akan menikah dengan Nafa. Bukankah pencarian ini terlihat sia-sia?
*
Sementara di sisi lain kota, di sebuah rumah mewah bergaya Eropa. Seorang pria menggeram kesal, gelas di tangannya pecah ia banting ke lantai. Kabar Rinjani yang masih berada di apartemen Langit sampai larut membuat Darren tak tenang.
“Cari Desi! Seret wanita sialan itu ke sini!” perintahnya. Semua orang-orang suruhan Darren mulai bergerak.
“Rinjani …” Darren menggeram, rahangnya mengetat, tangannya yang terkepal memukul meja yang ada di depannya.
Emosinya meledak, “Aarrgghh!!”