*Important*
novel ini ekslusif ada hanya di NovelToon,bila ada di platform lain, bearti plagiat
tolong bantu report
"Ketika dunia mengandalkan pedang dan sihir, aku membawa napalm dan artileri. Oh, dan saldoku? Error Tak Terbatas." Rian, seorang buruh pabrik yang mati karena kelelahan, mengira hidupnya berakhir. Namun, dia membuka mata sebagai Zephyrion IV, Kaisar boneka di dunia Terra Vasta—sebuah planet yang 1.000 kali lebih luas dari Bumi. Nasibnya buruk: Negaranya di ambang kebangkrutan, dikelilingi musuh, dan nyawanya diincar oleh menterinya sendiri. Tapi, Rian tidak datang dengan tangan kosong. Dia membawa "Omni-Store System"—sebuah toko antardimensi yang mengalami ERROR fatal. Saldo Poin: UNLIMITED (∞).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11: Deru Mesin di Teluk Sunyi
Angin laut yang berbau garam dan amis ikan busuk menerpa wajah Zephyr. Dia berdiri di ujung dermaga kayu yang sudah lapuk, sepatu bot militernya berderit di atas papan yang berlumut.
Pelabuhan Utara, atau lebih tepatnya "Desa Nelayan Utara", adalah tempat yang menyedihkan. Tidak ada galangan kapal, tidak ada benteng batu, dan tidak ada meriam pantai. Hanya ada deretan gubuk reot dan perahu-perahu kecil dengan layar yang ditambal kain perca.
"Inikah 'pelabuhan' utama kita?" tanya Zephyr datar.
Alistair, yang berdiri di belakangnya sambil memegang topi agar tidak terbang tertiup angin, mengangguk malu. "Maafkan kami, Yang Mulia. Selama sepuluh tahun terakhir, bajak laut dan angkatan laut Vexia sering menjarah tempat ini. Penduduk tidak berani membangun kapal besar karena pasti akan dirampas."
Zephyr mendengus. "Menjarah? Di wilayahku?"
Dia menatap ke arah horison laut yang berwarna abu-abu gelap. Langit mendung. Ombak mulai tinggi.
"Laporannya, Alistair."
"Mata-mata pesisir melihat layar mereka dua jam lalu," Alistair membuka peta lusuh. "Armada Besi. Lima puluh kapal Galleon kelas berat. Mereka sedang menunggu angin pasang untuk masuk ke teluk. Perkiraan waktu kedatangan: Fajar besok."
"Lima puluh benteng terapung," gumam Zephyr.
Secara logika militer zaman ini, Aethelgard sudah tamat. Kapal Galleon memiliki lambung kayu oak setebal 60 cm yang tidak bisa ditembus senapan Lee-Enfield. Mereka memiliki puluhan meriam di setiap sisi yang bisa meratakan desa ini dalam sepuluh menit.
"Kita harus mengevakuasi penduduk, Yang Mulia," saran Alistair panik. "Kita tidak punya angkatan laut. Kita tidak bisa melawan kapal perang dengan rakit!"
"Siapa bilang kita tidak punya angkatan laut?"
Zephyr berbalik, menatap kerumunan penduduk desa yang mengintip dari balik jendela dan tong-tong ikan. Mereka adalah pria-pria kasar, berkulit terbakar matahari, dengan otot yang terbentuk karena menarik jaring berat. Tapi mata mereka penuh ketakutan. Mereka sudah terbiasa kalah.
"Kumpulkan semua laki-laki dewasa di alun-alun desa," perintah Zephyr. "Sekarang."
Tiga puluh menit kemudian, seratus nelayan berkumpul. Mereka gemetar, bukan karena dingin, tapi karena kehadiran Kaisar yang dikawal prajurit bersenjata aneh (Gareth dan pasukannya).
Zephyr berdiri di atas peti kemas ikan yang terbalik.
"Aku dengar kalian sering dirampok," suara Zephyr lantang, mengalahkan suara ombak.
Para nelayan saling pandang. Seorang tetua desa memberanikan diri menjawab. "Benar, Yang Mulia. Orang-orang Vexia... mereka mengambil ikan kami. Kadang mengambil anak perempuan kami. Kami... kami tidak bisa melawan kapal besi mereka dengan harpun ikan."
"Besok pagi," potong Zephyr, menunjuk ke laut lepas. "Mereka akan datang lagi. Lima puluh kapal. Kali ini mereka tidak akan mengambil ikan. Mereka akan mengambil tanah ini. Mereka akan membakar rumah kalian dan mengusir kalian dari tanah leluhur kalian."
Gumam ketakutan terdengar di kerumunan.
"Kalian punya dua pilihan," lanjut Zephyr, mengangkat dua jari.
"Satu: Lari ke hutan seperti tikus, biarkan mereka mengambil rumah kalian."
"Dua: Ikut aku ke laut, dan kita kirim mereka ke dasar samudra sebagai makanan hiu."
"T-tapi Yang Mulia!" seorang nelayan muda berteriak. "Kami mau melawan! Tapi pakai apa? Perahu kami akan hancur sekali tabrak! Kami tidak punya meriam!"
Zephyr tersenyum miring. Senyum yang penuh percaya diri.
"Kalian sediakan nyalinya. Aku sediakan kapalnya."
Zephyr melompat turun dari peti, berjalan menuju bibir pantai. Dia membuka antarmuka [OMNI-STORE] yang hanya bisa dilihatnya.
Dia menyaring pencarian. Dia tidak butuh kapal perusak (Destroyer) canggih yang butuh 300 kru terlatih untuk mengoperasikan radar dan sonar. Dia butuh sesuatu yang idiot-proof. Sesuatu yang hanya butuh nyali, setir, dan tombol tembak.
[KATEGORI: NAVAL WARFARE (TIER 1 - WW2 ERA)]
[ITEM: Patrol Torpedo Boat (PT Boat) - ELCO 80ft Class]
Kecepatan: 41 Knot (Sangat Cepat).
Senjata: 4x Torpedo Mark 8, 2x Twin .50 Cal Machine Guns.
Kru: 10-12 Orang.
Harga: 0 Poin.
"Sistem, beli 10 Unit. Lengkap dengan bahan bakar penuh dan torpedo cadangan."
WUSH!
Air laut di depan dermaga bergolak hebat seolah ada monster yang hendak naik ke permukaan. Para nelayan mundur teratur, berteriak kaget.
Dari dalam buih ombak, sepuluh bentuk ramping berwarna hijau loreng militer muncul. Bukan kayu lapuk, tapi lambung yang didesain aerodinamis. Di bagian belakang, terlihat tiga mesin raksasa yang tampak rumit. Di sisi kiri dan kanannya, tabung-tabung logam hitam panjang terlihat mengancam.
"Apa... apa itu?" bisik tetua desa. "Perahu tanpa layar?"
Zephyr melompat ke atas geladak kapal pertama. Dia menekan tombol starter mesin.
BROOOOMMMM!
Suara tiga mesin Packard 12-Cylinder meraung serentak, menghasilkan 4.500 tenaga kuda. Suaranya menggelegar, membuat burung camar beterbangan dan jantung para nelayan bergetar. Asap knalpot menyembur ke air.
"Ini namanya 'Hiu Besi'!" teriak Zephyr dari atas kapal yang bergetar halus karena kekuatan mesin.
"Kapal ini tidak butuh angin! Dia berlari lebih cepat dari kuda pacu! Dan tabung hitam ini..." Zephyr menepuk tabung torpedo. "...bisa membelah kapal Galleon Vexia menjadi dua hanya dengan satu sentuhan!"
Zephyr menatap para nelayan yang kini memandang kapal itu bukan dengan ketakutan, tapi dengan kekaguman murni. Mata mereka berbinar. Itu adalah tatapan orang yang haus akan kekuatan untuk membalas dendam.
"Satu kapal butuh sepuluh orang! Satu memegang kemudi, satu memegang senjata, sisanya memastikan mesin tidak mati!"
Zephyr menunjuk nelayan muda tadi.
"Kau! Kau bilang mau melawan? Naik ke sini! Pegang kemudinya!"
Nelayan muda itu ragu sejenak, lalu berlari dan melompat ke atas kapal. Dia menyentuh kemudi besi itu dengan tangan gemetar.
"Namamu?" tanya Zephyr.
"Baron, Yang Mulia."
"Baron, mulai hari ini kau bukan nelayan. Kau adalah Kapten Kapal Tempur 01. Bawa teman-temanmu. Kita punya waktu satu malam untuk belajar cara mengendarai binatang buas ini."
Malam itu, Pelabuhan Utara tidak tidur.
Di bawah cahaya bulan dan lampu sorot sistem yang dipasang Zephyr, seratus nelayan belajar hal baru.
Mereka tidak belajar navigasi bintang atau cara mengikat layar rumit.
Zephyr mengajarkan hal simpel:
"Ini gas. Dorong untuk maju. Tarik untuk mundur."
"Ini tombol torpedo. Jangan tekan kecuali aku bilang tembak."
"Jika musuh menembak, jangan berhenti. Terus bergerak zig-zag."
Mereka adalah pelaut alami. Mereka mengerti ombak. Dengan kapal yang tidak peduli arah angin, mereka merasa menjadi dewa lautan.
Menjelang fajar, mesin-mesin dimatikan sejenak. Keheningan kembali menyelimuti teluk.
Zephyr duduk di haluan Kapal 01, memakan biskuit ransum. Alistair duduk di sebelahnya, tampak mabuk laut meski kapal sedang diam.
"Yang Mulia," bisik Alistair. "Apakah 10 perahu kecil ini benar-benar bisa mengalahkan 50 Galleon raksasa?"
Zephyr menatap horison yang mulai memerah.
"Alistair, dalam perang modern, ukuran bukan segalanya. Yang menang bukan yang paling besar, tapi yang paling cepat dan paling jahat."
DONG! DONG!
Lonceng menara pengawas berbunyi.
"Layar musuh terlihat! Jarak 5 mil!"
Zephyr berdiri, membuang sisa biskuitnya ke laut. Dia mengenakan kacamata hitamnya, meski matahari belum terbit sepenuhnya.
"Nyalakan mesin," perintah Zephyr tenang.
BROOM! BROOM! BROOM!
Sepuluh "Hiu Besi" meraung hidup kembali, memecah kesunyian pagi.
"Tamu tak diundang sudah datang," kata Zephyr dingin, tangannya mencengkeram rel kapal. "Ayo kita ajarkan mereka sopan santun."
Jadinya seperti pertarungan Fantasy sihir dengan teknologi modern/militer keren banget
Semoga semakin ramai pembacanya ya kakak author tetap semangat berkarya
Tetap semangat thor 💪
tetap semangat thor 💪
sudah di riview
Keren thor lanjutkan 💪💪