Ketika Ling Xi menjadi putri yang tak dianggap di keluarga, lalu tersakiti dengan laki-laki yang dicintai, apalagi yang harus dia perbuat kalau bukan bangkit? Terlebih Ling mendapatkan ruang ajaib sebagai balas budi dari seekor ular yang pernah dia tolong sewaktu kecil. Dia pergunakan itu untuk membalas dan juga melindungi dirinya.
Pada suatu moment dimana Ling sudah bisa membuang rasa cintanya pada Jian Li, Ling Xi terpaksa mengikuti sayembara menikahi Kaisar kejam tidak kenal ampun. Salah sedikit, habislah nyawa. Dan ketika Ling Xi mengambil sayembara itu, justru Jian Li datang lagi kepadanya membawa segenap penyesalan.
Apakah Ling akan terus bersama Kaisar, atau malah kembali ke pelukan laki-laki yang sudah banyak menyakitinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Uhuumm... Tampan
Ruangan kembali hening. Ling Xi memperhatikan wajah Lin Feng yang perlahan tenang dalam tidurnya. Namun beberapa saat kemudian, keningnya berkerut. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran.
Seketika Ling Xi membekap mulutnya tidak percaya dengan apa yang tengah ia lihat.
Topeng Kaisar Lin Feng terbuka.
Ternyata diarea matanya terdapat luka, yang anehnya ada bara api menyala disana.
Lin Feng sendiri tertidur dalam rintihan sakit. Dalam benak Ling Xi, apakah orang-orang tahu tentang ini? Segenap rasa empati muncul, Ling Xi diam-diam mencoba memadamkan luka berapi di wajah Lin Feng menggunakan pil penyembuh. Berhasil padam dan hilang, bersamaan dengan itu pula rintihan Lin Feng hilang. Ternyata wajah aslinya tampan sekali.
Tidak mau laki-laki itu terbangun dengan keadaan Ling Xi yang berada di dekatnya, Ling Xi pun langsung buru-buru kembali ke tempat semula, duduk di bangku kebesaran milik Lin Feng.
Tampan sekali dia. Tapi kenapa harus ada apinya? Seperti tungku saja.
Masih ada space waktu menunggu laki-laki itu bangun, Ling Xi menyempatkan untuk masuk ke ruang Fengyun. Dia ingin nyoba, apakah ia akan dikeluarkan paksa dari sana lagi dan terdampar di wilayah lainnya. Ling Xi ingin memastikan itu.
Dan ia pun masuk ke ruang Fengyun.
Disana ia ambil kesempatan untuk memperbanyak persediaan formula. Terutama oles telinga pendengar kata hati, sebab menghadapi Lin Feng agar dapat mengerti apa maunya, hanya dengan cara itu.
Ling Xi masak disana. Berkebun, dan juga memetik hasil kebunnya. Ia masukan semua hasilnya ke dalam kantung penyimpanan. Itu artinya ruang Fengyun tidak lagi menolak sampai melemparnya kembali ke wilayah tertentu.
Bagaimana kabar A Mei? Apakah dia baik-baik saja?
Tiba-tiba saja Ling Xi kepikiran pelayan setianya itu. Ia keluar dari ruang Fengyun, mengharap kembali ada di wilayah tengah. Dan ketika ia membuka matanya, tetap saja ia berada di ruangan Kaisar Dong.
Ling Xi menghela nafas.
Lapar!
Itu suara hati Lin Feng.
Ling Xi langsung menoleh ke Lin Feng yang masih memejamkan mata. Air mukanya tenang, dan juga nafasnya teratur, tapi dalam hatinya berkata lapar. Batin Ling Xi, kalau lapar dirinya tidak akan bisa tertidur. Tapi Kaisar Lin Feng kenapa bisa? Ling Xi pun keluar ruangan, dan seperti biasa, ia disambut bibi kepala pelayan.
"Bi, tolong ambilkan makanan untuk Yang Mulia Kaisar. Beliau lapar."
Kali ini bibi pelayan tidak menyanggah, langsung bergegas mengerjakan apa yang diminta Ling Xi. Ling Xi saat ini masih hidup saja sudah cukup membuktikan kalau Kaisar sudah menemukan seseorang yang mampu memahaminya.
Begitu makanan sudah siap, Ling Xi membangunkan Lin Feng.
"Bangun, Yang Mulia Kaisar. Saya bawakan makanan untuk mengisi perut anda yang lapar."
Lin Feng membukanya matanya.
"Berani benar kau membangunkanku hanya untuk makanan yang tidak kuminta, dan bukan karena pertemuan dengan para menteri!?"
Lin Feng bangkit berjalan, dan duduk di kursinya. Ling Xi mengikuti, namun tetap berdiri tanpa berani duduk.
"Meskipun tidak diminta, saya tetap akan memberikan makanan kepada seseorang yang saya tahu sedang lapar."
Lin Feng tidak marah. Untuk ke kedua kalinya wanita itu tahu apa yang tengah ia rasakan. Lin Feng terdiam menatap makanan di hadapannya, lalu beralih pada Ling Xi.
Haruskah aku menyuruhnya mencicipi lebih dulu, untuk memastikan aman? Dia tidak peka sekali. Batin Lin Feng.
Mendengar itu, Ling Xi segera menyendok dan mencicipi setelah merutuki sang Kaisar benar-benar introvert. Rasa makanannya begitu lezat hingga ia terlupa diri dengan terus menyuap makanannya.
"Lezat sekali, Yang Mulia. Dan yang terpenting ini aman. Tidak ada racun sedikit pun di dalamnya."
Mendengar perkataan Ling Xi dan melihat wanita itu baik-baik saja setelah mencicipi, barulah Lin Feng mulai menyuapkan makanannya. Dikunyah pelan, ditelan perlahan, begitu terus hingga makanannya hampir tandas. Namun tiba-tiba, Ling Xi menegakkan tubuhnya sambil memegangi leher seolah tercekik. Wajahnya pucat dan kusut, seperti seseorang yang tengah diracuni.
Lin Feng sontak terperanjat. Ia hendak memuntahkan kembali makanan yang sudah ditelannya, tetapi di detik berikutnya Ling Xi malah tersenyum nyengir. Rupanya ia hanya mempermainkannya.
Astaga, kenapa aku berani sekali mempermainkan dia? Ling Xi langsung tersadar ketika tatapan Lin Feng berubah tajam berkilat. Ia tahu benar, bila Kaisar sudah demikian, ia akan menarik pedangnya dan siap menghabisi.
Lin Feng sedang mencari-cari keberadaan pedangnya namun tidak ada. Ia coba pakai ilmu pemanggil senjata agar langsung datang ke genggaman, juga tidak bisa. Sebab Ling Xi sudah menaruhnya ke ruang Fengyun, yang tidak bisa sembarang keluar masuk benda tanpa dia yang memberi intruksi.
Ling Xi tahu Kaisar Lin Feng kalau marah dikit-dikit nyabut pedang, maka dari itu pedangnya ia buang saja ke ruang Fengyun.
Melihat Lin Feng kebingungan, Ling Xi tak sengaja meloloskan tawa kecil. Lucu sekali melihat Kaisar Lin Feng saat ini bagaikan orang pikun. Nyari-nyari pedangnya ada mana. Ibarat kata, seperti aki-aki mau pakai celana, tapi tidak tahu celananya ada dimana.
"Kau!!!" Suara Lin Feng menggelegar, melenyapkan tawa kecil Ling Xi.
Ling Xi harus berfikir cepat, mencari cara lagi bagaimana lolos dari bahaya ini. Dia pun sekonyong-konyong mengambil cermin.
"Ini, Yang Mulia." Kaisar tidak minta cermin, malah benda itu disodorkan kepadanya.
Lin Feng makin geram. "Kau benar-benar menghabiskan kesabaran ku!!!"
"Lihatlah Yang Mulia, Lihatlah ke cermin ini." Seru Ling Xi antusias menghadapkan cermin ke wajah Lin Feng. Ling Feng melirik ke cermin, dan betapa terkejutnya ia melihat wajahnya sendiri yang sedang tidak memakai topeng. Luka apinya hilang setelah bertahun-tahun ia menanggung luka api itu.
Lin Feng tersenyum bahagia, tidak menyangka apa yang baru saja ia lihat.
"Uhuum...tampan." Ling Xi memuji Kaisar. Yang dipuji langsung menoleh, ikut cengar-cengir sebentar namun detik kemudian ia kembali ke mode dingin.
"Apakah kau yang yang melakukan ini padaku?"
"Iya, Paduka. Aku panggilnya paduka saja ya, agar lebih singkat. Tadi sewaktu Paduka tidur, aku melihat api. Aku kira itu tungku, rupanya itu muka Paduka. Jadi langsung saja kupadamkan dengan lap basah. " Bohong Ling Xi. Lin Feng mengeryit, sebab penjelasan Ling Xi tak masuk akal mengingat ia sering memakai lap basah di wajahnya namun tidak kunjung padam.
Segera, Lin Feng bertanya hal yang paling mendalam kepada Ling Xi. Lin Feng tidak pernah menanyakan nama seseorang.
"Siapa namamu?"
"Namaku Ling Xi, Paduka."
Ling Xi?
Lin Feng langsung mikir, seperti mengingat-ingat sesuatu.
.
.
Bersambung.
keselamatan rakyat dan pengawal
juga penting
pilihan bijak
/Determined//Determined//Determined/
Luka api
pasti panas dan sakit