“Oke. Tapi, there's no love and no *3*. Kalau kamu yes, saya juga yes dan serius menjalani pernikahan ini,” tawar Linda, yang sontak membuat Adam menyeringai.
“There’s no love? Oke. Saya tidak akan memaksa kamu untuk mencintai saya. Karena saya juga tidak mungkin bisa jatuh cinta padamu secepat itu. Tapi, no *3*? Saya sangat tidak setuju. Karena saya butuh itu,” papar Adam. “Kita butuh itu untuk mempunyai bayi,” imbuhnya.
***
Suatu hari Linda pulang ke Yogyakarta untuk menghadiri pernikahan sepupunya, Rere. Namun, kehadirannya itu justru membawa polemik bagi dirinya sendiri.
Rere yang tiba-tiba mengaku tengah hamil dari benih laki-laki lain membuat pernikahan berlandaskan perjodohan itu kacau.
Pihak laki-laki yang tidak ingin menanggung malu akhirnya memaksa untuk tetap melanjutkan pernikahan. Dan, Linda lah yang terpilih menjadi pengganti Rere. Dia menjadi istri pengganti bagi pria itu. Pria yang memiliki sorot mata tajam dan dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tianse Prln, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghadapi Istri Palsu
Pagi itu, suasana divisi pemasaran terasa berbeda. Bisik-bisik antar staf terdengar nyaring meski mereka berusaha menahan volume suara.
Nama Linda disebut-sebut dalam hampir setiap percakapan, dan kabar tentang peninjauan ulang jabatannya menyebar seperti api yang menjilat kertas kering. Begitu cepat.
Erin duduk di mejanya, menatap layar komputer tanpa benar-benar membaca apa pun. Matanya sesekali melirik ke arah ruangan Linda yang masih gelap dan kosong. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit. Biasanya Linda sudah ada di kantor bahkan sebelum pukul delapan.
Jesika melangkah santai melewati lorong, mengenakan blazer berwarna krem yang kontras dengan lipstik maroonnya. Saat masuk ke divisi pemasaran, dia berhenti sejenak di depan ruangan Linda, menatap pintu itu dengan senyum yang tak bisa disebut ramah. Beberapa staf yang melihatnya saling bertukar pandang, sebagian menunduk, sebagian lagi hanya diam.
Erin memperhatikan Jesika dari kejauhan. Ketika pandangan mereka bertemu, Jesika tersenyum. Tapi bukan senyum biasa—itu senyum yang membuat Erin merinding. Senyum yang menyimpan kemenangan, dan mungkin... ancaman.
Tak lama kemudian, suara lantang terdengar dari salah satu staf magang, Dea, yang baru beberapa bulan bergabung di perusahaan.
“Bu Jesika,” katanya sambil berdiri dari kursinya, “Maaf kalau saya lancang, tapi... apakah peninjauan jabatan Bu Linda ada hubungannya dengan kejadian di toilet kemarin?”
Ruangan mendadak sunyi. Semua mata tertuju pada Jesika.
Jesika menoleh perlahan, lalu berjalan mendekati Dea. “Kejadian di toilet?” ulangnya dengan nada ringan. “Saya tidak tahu apa yang kamu maksud.”
Dea menelan ludah. “Saya... saya tidak sengaja mendengar percakapan kalian. Saya masih di bilik toilet saat itu. Sepertinya Bu Jesika dan Bu Linda memperdebatkan sesuatu.”
Jesika tersenyum, lalu menepuk bahu Dea. “Kamu tahu, Dea, dalam dunia kerja, banyak hal yang terjadi di balik layar. Tapi keputusan perusahaan selalu berdasarkan evaluasi objektif. Kalau ada yang merasa tidak puas, mungkin mereka perlu introspeksi diri.”
Jawaban itu tidak menjawab apa pun, tapi cukup untuk membuat Dea bungkam. Namun, staf lain mulai saling berbisik lagi. Beberapa mulai menyimpulkan bahwa Jesika mungkin memang punya pengaruh besar. Terlalu besar untuk ukuran seorang staf biasa yang baru bekerja selama dua tahun di perusahaan.
“Kalau dia bisa bikin jabatan Bu Linda ditinjau hanya dalam semalam....” bisik salah satu staf senior, “mungkin dia memang istrinya Pak Adam.”
“Gila... berarti gosip itu benar?”
“Pantas dia selalu diperlakukan istimewa sama para atasan. Bahkan dia bisa mendapatkan status pegawai tetap hanya dalam waktu satu tahun.”
Erin mendengar semuanya, termasuk bisik-bisik rekan kerja di sampingnya. Dia merasa ini tidak adil untuk Linda. Apalagi wanita itu sudah banyak berdedikasi untuk perusahaan.
Erin membuka ponselnya, mengetik pesan singkat untuk teman terbaiknya di kantor, Linda.
Lin, kamu baik-baik saja? Kantor mulai gaduh soal jabatanmu. Kalau kamu butuh aku, aku selalu siap untuk bantu kamu.
Pesan itu terkirim, tapi belum ada balasan.
Erin menatap layar ponselnya lama, dia khawatir dan cemas. Dia tahu, jika Linda tidak segera bertindak, maka Jesika akan semakin berkuasa.
***
Adam sedang meninjau laporan bulanan di ruangannya ketika Ferdi, sang asisten pribadi, mengetuk pintu dengan ekspresi gelisah.
“Pak Adam,” ucap Ferdi pelan. Ada sesuatu yang perlu Bapak tahu. Ini mengenai Nyonya Linda.”
Adam menegakkan tubuhnya. “Linda kenapa?”
Ferdi menelan ludah. “Jabatannya diturunkan, Pak. Tanpa pemberitahuan resmi ke pusat. Saya dapat kabar dari staf cabang, katanya keputusan itu datang dari kepala HRD, tapi... ada yang bilang bahwa seorang wanita terlibat, namanya Jesika.”
“Jesika?” Adam membeku. Dia ingat nama itu, nama perempuan yang tidak dia ingat, tapi pernah disebutkan oleh Linda bahwa wanita itu mengaku sebagai istri rahasianya.
Tangan Adam mengepal di atas meja. “Siapa yang menyetujui peninjauan itu?”
“Tidak ada memo resmi, Pak. Kepala HRD hanya mengeluarkan surat pemberitahuan penurunan jabatan,” jelas Ferdi. “Sebenarnya ada satu kabar lagi yang perlu Bapak ketahui,” ujarnya.
“Tentang apa?”
“Saya baru diberitahu bahwa ada gosip di kantor cabang, beritanya sudah menyebar sejak beberapa hari yang lalu, bahkan sudah sampai di kantor pusat. Gosip itu tentang seorang wanita bernama Jesika yang diduga sebagai istri Bapak.”
Adam berdiri. “Sudah cukup. Siapkan mobil. Saya akan perhi ke cabang Admaja Food sekarang.”
Ferdi mengangguk dan segera keluar.
Adam menatap jendela, wajahnya tegang. Ia tahu pernikahannya dengan Linda bukan sesuatu yang lahir dari cinta, tapi akhir-akhir ini perasaan mereka mulai tumbuh bersama, benih-benih yang ditabur perlahan itu mulai muncul kuncupnya. Dan dia sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan melindungi Linda.
Mengetahui masalah ini cukup serius, Adam tidak akan diam saja. Istrinya tidak pantas dipermalukan seperti ini. Terutama oleh seseorang yang mengaku-ngaku sebagai istrinya.
***
Jam makan siang tiba, di sela-sela riuh para staf yang mulai bersiap pergi mencari makan siang, terdengar suara hak tinggi Linda memasuki divisi pemasaran. Langkahnya tegas, wajahnya dingin. Staf yang melihatnya langsung terdiam, sebagian berdiri, sebagian hanya bengong.
Erin bangkit dari kursinya. Dia senang melihat wanita itu datang ke kantor. “Linda, akhirnya kamu datang juga.”
Linda hanya menoleh sekilas, tersenyum kecil pada temannya itu, lalu dia melanjutkan langkahnya menuju ruangan manajer pemasaran. Tapi sebelum tangannya menyentuh gagang pintu, Jesika sudah berdiri di hadapannya.
“Maaf, Bu Linda,” ucap Jesika dengan nada manis yang palsu. “Ruangan ini bukan lagi milik Anda.”
Linda menatap Jesika, sorot matanya terlihat begitu tajam. “Saya belum menerima surat resmi. Dan saya belum menyerahkan jabatan saya kepada siapa pun.”
Jesika tersenyum miring, dia menyilangkan tangan di dada, menatap Linda remeh. “Kadang, surat bukan satu-satunya bentuk keputusan. Ada hal-hal yang... bergerak lebih cepat dari dokumen.”
Linda mendekat, jarak mereka hanya sejengkal. “Kamu pikir kamu bisa menggulingkan seseorang hanya dengan rayuanmu pada atasan dan status palsumu sebagai istri Pak Adam?” bisiknya.
Jesika menegang. Rasa kesalnya seketika memuncak. Tapi di hadapan semua orang dia berusaha tetap terlihat tenang.
Dengan senyum palsunya, Jesika membalas perkataan Linda dengan kalimat yang sangat manipulatif. “Apa yang Anda katakan, Bu Linda. Kenapa Anda memfitnah saya? Saya tidak menggulingkan siapa pun di sini.”
Linda menahan napas, lalu berkata pelan namun tajam, “Dengar, kamu itu tidak tahu apa-apa tentang tanggung jawab. Tentang kerja keras. Terutama tentang harga diri.”
Jesika tertawa kecil, lalu berbisik pada Linda. “Harga diri? Di dunia ini, yang dihargai adalah koneksi. Dan saya punya itu.”
Linda menatapnya lama. “Kamu pikir kamu bisa bersikap seenaknya hanya karena kamu dianggap sebagai istrinya Pak Adam?” tukas Linda. Perkataannya dinilai sangat berani, bahkan para staf yang menonton perdebatan mereka merasa tegang.
Jesika menahan amarahnya, dia berusaha untuk tetap tersenyum. “Saya tidak perlu menjawab itu.”
Linda melangkah maju, membuat Jesika mundur setengah langkah. “Kalau kamu pikir kamu bisa mengusikku, kamu salah. Aku tidak akan diam. Aku tidak akan tunduk pada seseorang yang tidak pantas dihormati, bahkan tidak punya harga diri.”
Ruangan divisi pemasaran seketika sunyi. Semua mata tertuju pada dua wanita itu. Ketegangan terasa seperti listrik yang menyebar di udara.
“Apa yang Anda katakan, siapa yang mengusik Anda, Bu Linda. Kenapa Anda begitu kejam pada saya? Anda memfitnah saya berkali-kali. Apakah Bu Linda tidak menyukai saya karena gosip tentang saya dan Pak Adam? Bu Linda iri pada saya ya?” Jesika mulai memainkan dramanya. Dia sengaja terlihat sebagai gadis yang tersakiti oleh seorang antagonis agar semua orang kasihan padanya.
Wanita ini benar-benar lebih licik dari yang Linda kira.
Linda menghela napas panjang, menghadapi Jesika hanya akan membuatnya pusing. Dia menatap pintu ruangan manajer, lalu kembali menatap Jesika.
“Terserah apa yang kamu katakan. Aku tidak punya waktu untuk meladenimu. Aku punya banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Dan kalau kamu berani menghalangi, kamu akan tahu siapa sebenarnya yang kamu hadapi,” tegas Linda.
Jesika membuka mulut, ingin memprotesnya, tapi sebelum sempat bicara, suara langkah dari beberapa pantofel terdengar memasuki divisi pemasaran.
Adam.
Ya, pria itu muncul dengan aura yang gelap, matanya langsung tertuju pada Linda.
“Linda,” ucapnya pelan, tapi tegas. “Masuklah, ruangan itu milikmu, kamu mendapatkan jabatan itu dari kerja kerasmu selama bertahun-tahun, tidak sepantasnya seseorang yang bukan siapa-siapa berani mengusikmu.”
Jesika membeku. Staf lain ternganga. Linda menatap Adam sejenak, lalu melangkah masuk ke ruangan manajer tanpa berkata apa-apa.
Adam menatap Jesika. “Kita akan bicara nanti,” ujarnya, kemudian menyusul Linda masuk ke ruangan manajer pemasaran.
Jesika menunduk, tapi wajahnya menyimpan ketakutan. Dia takut pria yang paling berpengaruh di perusahaan itu akan memecatnya, apalagi jika Adam sudah mendengar tentang gosip beredar.