Perjalanan Kisah Cinta Om Pram dan Kailla -Season 2
Ini adalah kelanjutan dari Novel dengan Judul Istri Kecil Sang Presdir.
Kisah ini menceritakan seorang gadis, Kailla yang harus mengorbankan masa mudanya dan terpaksa menikah dengan laki-laki yang sudah dianggap Om nya sendiri, Pram.
Dan Pram terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang Ibu, disaat tahu istrinya adalah putri dari orang yang sudah menghancurkan keluarga mereka.
Disinilah masalah dimulai, saat sang Ibu meminta Pram menikahi wanita lain dan membalaskan dendam keluarga mereka pada istrinya sendiri.
Akankah Pram tega menyakiti istrinya, di saat dia tahu kalau kematian ayahnya disebabkan mertuanya sendiri.
Akankah Kailla tetap bertahan di sisi Pram, disaat mengetahui kalau suaminya sendiri ingin membalas dendam padanya. Akankah dia tetap bertahan atau pergi?
Ikuti perjalanan rumah tangga Kailla dan Om Pram.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Calon Istri Muda Pram
Siang berganti sore, sepasang suami istri itu masih betah bersimpuh di pusara sang ayah. Pram lebih banyak diam sambil menyimpan tangis yang menyesak di dalam dada. Tangannya pun terus menggengam, sesekali tersenyum menatap Kailla yang bersandar di bahunya.
Ada saatnya Pram merasa tidak berdaya. Saat berhadapan dengan kedua orang tuanya, ada secuil rasa bersalah karena mungkin harus mengambil jalan tengah. Dia terjepit diantara ikatan orang tua dan anak sekaligus hubungan antara suami dan istri.
Tapi itu takdirnya, garis hidup yang tidak bisa dia pilih sendiri apalagi ditolaknya. Saat sang ibu yang sudah pasti menolak tegas kehadiran keturunan Riadi, apalagi ayahnya yang sampai memilih mengakhiri hidup dengan jalan bunuh diri hanya karena ulah Riadi, sang mertua.
Cintanya untuk Kailla terlampau besar, dia memilih berdamai dan memaafkan semua yang terjadi di masa lalu.
"Ayo Kai," ajak Pram, saat melihat istrinya hampir tertidur di sampingnya.
"Aduh! Kakiku kesemutan." Kailla protes, saat kembali berdiri. Buru-buru berpegang pada lengan suaminya.
Biasanya di rumah mama Rania, Kailla bisa duduk leluasa di hamparan rumput yang menghijau. Lagipula jarak antara makam dengan makam yang lain berjauhan.
Disini, Kailla harus menempel di dekat Pram, bergerak sedikit dia pasti menyenggol makam lainnya. Belum lagi kalau musim penghujan tiba. Bisa dipastikan keadaannya becek dan kotor.
"Sayang, kenapa tidak dipindahkan saja?" usul Kailla saat mereka berjalan menuju ke mobil.
"Kenapa Kai?" tanya Pram, menunggu jawaban.
"Bukankah kita akan sering mengunjungi papa seperti yang kita lakukan pada mama Rania
"Akan lebih nyaman, apalagi kalau nanti harus membawa anak-anak juga," jelas Kailla.
Pram tersenyum menatap istrinya. Setidaknya Kailla peduli dengan orang tuanya. Masih mengagendakan kunjungan selanjutnya.
"Nanti aku pikirkan lagi," jawab Pram.
"Kita bisa lebih sering berkunjung, tanpa mengganggu makam lainnya," lanjut Kailla.
"Iya Sayang," sahut Pram, merangkul pundak istrinya.
Setelah berkunjung ke makam papa Pram, mobil yang dikendarai Bayu pun melaju menuju kediaman mama Pram di pinggiran Jakarta.
Jalanan yang lumayan tersendat mengarah ke macet, membuat mereka harus bertahan duduk sambil menahan kantuk di dalam mobil.
"Sayang, masih jauh?" tanya Kailla, saat mobil mereka tidak bergerak sama sekali. Sedangkan hari sudah mulai menggelap.
"Pas jam pulang kerja. Biasanya lancar," jelas Pram.
"Ya sudah. Kalau sudah sampai, tolong bangunkan aku," pinta Kailla mulai memejamkan mata. Kebosanan di dalam mobil membuatnya mengantuk dan lapar seketika.
***
Mobil putih yang dikendarai Bayu, sampai di gerbang rumah mewah dua lantai bergaya minimalis modern saat hari menjelang petang.
Bayu harus berulang kali membunyikan klakson, meminta security untuk membukakan gerbang.
Tak lama, gerbang terbuka bersamaan senyuman sang petugas yang menyapa majikannya.
Ya, semua pekerja disini mengenal baik Pram, si pemilik rumah sekaligus yang mempekerjakan mereka.
"Malam Pak," sapa seorang security membantu membuka pintu mobil.
"Iya, mama ada?" tanya Pram.
"Ada Pak, silahkan."
Pandangan Pram beralih pada Kailla yang tertidur pulas. Menepuk kecil, pipi mulus itu supaya tidur lelap sang istri terganggu.
"Sayang, bangun. Kita sudah sampai," panggil Pram.
"Hah?!"
"Kita sudah sampai?" tanya Kailla dengan wajah mengantuk dan rambut sedikit acak-acakan.
"Iya, ayo turun. Dan bersihkan air liurmu," sahut Pram usil menggoda istrinya. Tangannya menunjuk ke ujunh bibir tempat air liur yang dimaksud.
"Ah.. kamu membohongiku!" protes Kailla memukul dada Pram, setelah mengusap sudut bibirnya dan tidak ada jejak air liur disana.
"Ayo, are you ready, Nyonya?" tanya Pram menggandeng tangan istrinya turun.
Kailla mengangguk.
Keduanya sudah berdiri di depan pintu utama sambil menekan bell rumah. Kailla menggengam erat tangan Pram, sambil menenteng keranjang buah di tangan lainnya.
Berulang kali mengatur nafas, berusaha meredakan kegugupan yang menderanya seketika.
"Jangan gugup Nyonya!" bisik Pram, melihat wajah Kailla yang tidak biasa.
"Hah?!"
"Tenang saja, tidak semenegangkan malam pertama kita Sayang," bisik Pram mengedipkan mata, menggoda istrinya kembali.
"Ah...! Kenapa harus mengusiliku disaat seperti ini!" gerutu Kailla, mengangkat keranjang buah dan menghempaskannya ke dada Pram.
Ceklek!!
Tepat saat keranjang buah itu menghantam dada Pram, saat itu juga Ibu Citra muncul dari balik pintu yang terbuka lebar.
Matanya melotot, melihat Pram yang berusaha melindungi dadanya dengan lengan. Supaya tidak terkena pukulan dari keranjang buah yang diayunkan Kailla padanya.
"Apa-apaan ini?" tanya Ibu Citra ketus. Memandang Kailla dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Menantu satu-satunya itu sedang bercanda dengan putranya. Tapi yang membuat dia kaget adalah penampilan Kailla yang biasa saja. Hanya atasan sederhana dan celana jeans pensil biru langit. Bahkan dari tempatnya berdiri, dia bisa melihat jelas noda kotor di bagian lutut celana jeans Kailla.
Iya, Kailla pulang dari kampus, mampir ke makam papanya Pram. Jadi dia tidak sempat berpikir untuk berganti pakaian. Lagipula Pram tidak keberatan dan protes dengan penampilan sederhana dan biasa-biasanya.
Satu-satunya yang membuat dia pantas bersanding dengan Pram yang saat ini mengenakan setelan jas kantornya hanyalah sebuah tas tangan merk ternama dengan harga ratusan juta rupiah yang sekarang di titipkannya pada Pram.
"Ma..," sapa Pram tersenyum, berusaha mengalihkan pandangan sang mama dari istrinya.
"Ah.. silahkan masuk," sahut Ibu Citra berusaha terlihat biasa setelah tadi sempat terkejut melihat penampilan biasa menantunya.
Berbanding terbalik dengan Kinar yang saat ini sudah berdandan cantik dengan gaun mewah dan polesan make-up sempurna.
Saat Pram menghubungi Ibu Citra kemarin malam, keduanya langsung sibuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Bahkan Ibu Citra memaksa Kinar pergi ke salon setelah menyelesaikan acara memasaknya.
Pram menyenggol tangan Kailla, memberi kode pada istrinya.
"Ma..," sapa Kailla tersenyum, menyodorkan keranjang buah yang dibeli tadi siang pada mama mertuanya.
"Terimakasih," sahut Ibu Citra. Menatap sekilas dengan wajah angkuhnya.
Saat masuk ke dalam rumah, keduanya terkejut mendapati Kinar yang sudah berdandan cantik dengan gaun menjuntai ke lantai berdiri di samping Ibu pemilik rumah.
"Malam Mas," sapa Kinar pada Pram. Tersenyum manis seperti biasanya.
Pram tidak menjawab, semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Kailla.
"Ma, ada acara apa?" tanya Pram tiba-tiba.
"Pram, Kinar menyapamu. Kenapa tidak menjawabnya?" ucap Ibu Citra mengingatkan putranya.
Kailla terbelalak. Menatap wanita yang selama ini sering berada di sisi mertuanya. Memandang dari atas sampai ke bawah.
"Dia memanggil suamiku Mas? Apa tampang suamiku seperti penjual bakso gerobakan yang sering aku panggil Mas juga!" gerutu Kailla dalam hati.
"Pram.." Ibu Citra kembali mengingatkan.
"Iya Ma.. ada apa?" tanya Pram berpura-pura tidak tahu.
"Kinar memanggilmu Sayang. Kamu tidak menyapanya. Dia sudah berdandan cantik dan memasak banyak untuk menyambutmu." Ibu Citra kembali menjelaskan pada putranya, tapi pandangannya tertuju pada sang menantu, Kailla.
Kailla melotot, menatap keduanya. Memandang Kinar dan Pram bergantian. Dia baru saja hendak menghempaskan tangan Pram yang menggengam erat tangannya, tapi Pram malah merengkuh pinggangnya erat.
"Lepaskan! Aku mau membuat perhitungan denganmu!" gerutu Kailla kesal.
"Siapa dia? Kenapa dia berdandan cantik dan memasak untukmu?" ucap Kailla lagi, menatap tajam pada suaminya.
"Oh, suamimu belum mengenalkannya padamu. Kenalkan, Kinar ini calon istri muda Pram."
Ibu Citra berkata sambil tersenyum menantang Kailla.
"MA!" bentak Pram.
"Kami pamit pulang. Setelah mama meralat kata-kata mama tadi, baru aku akan menginjakan kakiku ke sini lagi!" ancam Pram, menarik tangan Kailla mengikutinya.
****
Terimakasih
Love You all
Mohon tinggalkan jejak like dan komennya ya