Ribuan tahun sebelum other storyline dimulai, ada satu pria yang terlalu ganteng untuk dunia ini- secara harfiah.
Rian Andromeda, pria dengan wajah bintang iklan skincare, percaya bahwa tidak ada makhluk di dunia ini yang bisa mengalahkan ketampanannya- kecuali dirinya di cermin.
Sayangnya, hidupnya yang penuh pujian diri sendiri harus berakhir tragis di usia 25 tahun... setelah wajahnya dihantam truk saat sedang selfie di zebra cross.
Tapi kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari absurditas. Bukannya masuk neraka karena dosa narsis, atau surga karena wajahnya yang seperti malaikat, Rian malah terbangun di tempat aneh bernama "Infinity Room"—semacam ruang yang terhubung dengan multiverse.
Dengan modal Six Eyes (yang katanya dari anime favoritnya, Jujutsu Kaisen), Rian diberi tawaran gila: menjelajah dunia-dunia lain sebagai karakter overpowered yang... ya, tetap narsis.
Bersiaplah untuk kisah isekai yang tidak biasa- penuh kekuatan, cewek-cewek, dan monolog dalam cermin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trishaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Last Boss (ll)
Dengan dengusan rendah yang terdengar seperti bisikan serangga dari liang kematian, Saddler melangkah maju.
Kaki-kaki serangga raksasa yang hitam dan mengerikan menjejak platform besi dermaga, menghasilkan dentang berat yang menggema, seperti lonceng kematian yang menandai akhir sebuah era.
Rian dan Ada tak menunggu lebih lama. Keduanya segera berbalik, menyusuri sisi platform, mencari jarak dan celah untuk menyerang.
Namun tiba-tiba, keempat kaki serangga Saddler menekuk dalam-dalam, dan dalam satu lompatan dahsyat, tubuh kolosalnya terangkat tinggi ke udara, melesat seperti Froghopper yang panik melarikan diri dari predator.
BRANK!!
Tubuh raksasa itu menghantam area tempat Rian dan Ada berlari bersebelahan, sebuah sergapan maut dari atas.
Namun sesaat sebelum hantaman terjadi, Rian tanpa ragu meraih tubuh Ada, lalu melemparkannya keluar dari platform dengan satu gerakan cepat.
Dalam waktu yang sama, Rian menghentakkan kaki kanannya ke permukaan baja, menciptakan dorongan kuat yang membuat lantai sedikit melengkung karena tekanan.
Rian berhasil menghindar, melesat ke samping sebelum tubuh Saddler menghancurkan tempatnya berdiri.
Sementara itu, Ada yang dilempar keluar, segera menembakkan grappling hook dan berayun di udara, menghindari maut dengan keanggunan khas seorang mata-mata.
“Cara yang romantis, sweetheart,” kata Ada, berayun dengan grappling hook dan mendarat ringan di lattice boom crane—lengan baja yang menjulur dari salah satu derek tak jauh dari situ.
Di sisi lain, Rian mendarat mulus di platform seberang, hanya dengan mengandalkan kekuatan lompatan dari kakinya.
Dorongan itu bukan sembarang lompatan, tapi hasil dari 16 poin AGI miliknya, berkat efek title -Sparkle- yang secara pasif meningkatkan atribut.
“Tentu saja,” sahut Rian santai, tak menoleh ke arah Ada, fokus pada Saddler yang salah satu kakinya sempat tersangkut pada struktur besi. “Laki-laki tampan ini juga punya hati lembut, tahu?”
Namun sejenak kemudian, dia menoleh cepat ke arah Ada dan menyunggingkan senyum tipis. “Tapi kita kesampingkan itu dulu. Kalau wanita cantik bergaun merah merasa berutang… inilah saat yang tepat untuk membayar."
Tiba-tiba, tubuh Saddler melesat lagi ke udara, melompat tinggi dengan niatan menghancurkan Rian menggunakan bobot raksasanya.
Namun Rian sudah bersiap. Dengan satu dorongan kaki, ia melesat ke udara, menghindari serangan maut itu dengan lompatan ringan, mendarat sempurna di rangka baja tak jauh dari posisi awal.
“Kau seperti tahu banyak tentangku, Rian Andromeda,” ujar Ada dengan nada menggoda dari kejauhan, mengamati pergerakan pria itu dari ketinggiannya. “Kau penggemarku? Maaf… aku tidak membawa pulpen untuk tanda tangan.”
“Laki-laki tampan ini bukan penggemarmu, Nona,” jawab Rian, matanya tetap mengamati Saddler dengan penuh waspada. “Aku hanya... tahu sedikit tentangmu. Kenapa? Karena aku adalah-”
WHRASH!!
Sebuah kaki bio-organik raksasa melesat seperti cambuk ke arahnya. Saddler menyerang tanpa peringatan.
Namun bagi Rian, serangan itu seolah melambat di matanya, Six Eyes-nya menangkap pergerakan setiap sendi dan otot makhluk itu.
Dengan gerakan refleks yang terlatih, Rian memutar tubuhnya ke belakang, melakukan beberapa salto menjauhi lintasan serangan, sebelum akhirnya mendarat sempurna di atas kontainer baja.
“Aish… jalan hidup laki-laki tampan ini emang nggak mudah,” keluh Rian sambil berdiri dan menepuk-nepuk bahunya. “Bahkan ngobrol sama wanita cantik bergaun merah aja bisa sekacau ini!”
Rian menoleh cepat ke arah Ada dan berkata dengan nada santai namun penuh urgensi, “Laki-laki tampan ini ingat pernah melihat sebuah bazoka—cukup kuat untuk menghancurkan kendaraan lapis baja. Tolong carikan itu, ya.”
Tatapannya kembali jatuh ke Saddler, yang kini tengah bersiap menerjang dengan tubuh kolosal dan kaki-kaki serangganya berderap seperti genderang maut.
“Soal pemimpin pemuja parasit ini… biar laki-laki tampan ini yang tangani!” serunya percaya diri. “Tapi ingat! Laki-laki tampan ini bukan Leon. Jadi meskipun kuat dan luar biasa, mungkin... nggak seberuntung dia.”
Ada, yang masih berada di lattice boom crane, hanya mengangkat kedua bahu santai, sebelum akhirnya melompat dari ketinggian dan meluncur dengan grappling hook-nya, berayun ke sisi lain dermaga.
Sambil melayang, ia bergumam, “Well… mungkin kau benar, Chainsaw Prince. Ini waktu yang tepat untuk membayar hutang. Soal kau Leon? Mungkin aku tidak berpikir seperti itu."
Sementara itu, Rian kini berdiri sendiri menghadapi Saddler. Tak ada tempat bersembunyi, tak ada sekutu. Hanya dia… dan monster mutan setinggi bangunan tiga lantai itu.
Saddler meraung dengan suara yang bercampur antara dengusan rendah dan desisan serangga. Ia mulai berlari, kaki-kaki bioorganiknya menjejak platform baja dengan dentuman mengerikan.
Setiap langkah mengguncang permukaan, seperti dunia hendak runtuh.
Namun Rian tetap tenang. Dengan gerakan cepat, ia mengangkat revolvernya, Six Eyes-nya langsung mengunci pada satu target: mata yang terbuka di salah satu kaki Saddler.
DOR!!
Peluru menembus dengan presisi brutal. Cairan kental gelap menyembur dari luka itu, dan Saddler berhenti sejenak, meraung kesakitan. Rian tidak membuang waktu.
DOR! DOR! DOR!
Tiga tembakan lagi menghantam sendi kaki yang sama, struktur itu runtuh, salah satu kaki Saddler ambruk ke bawah.
Monster itu kehilangan keseimbangan, tubuhnya berguncang hebat, nyaris terjungkal.
Dalam satu hentakan eksplosif, Rian melesat maju, lalu melompat ke udara, langsung ke arah kepala Saddler yang menjulang.
Dengan ketangkasan luar biasa, Rian mendarat di rahang panjang berbentuk arthropoda itu, mencengkeram kuat sisi kiri dengan tangan kirinya.
Tangan kanannya sudah bersiap. Revolver perak di genggamannya menekan keras ke arah mata Saddler yang terbuka lebar di bagian mulut.
DOR! DOR!
Dua peluru terakhir meledak dari moncong senjata, meletuskan serpihan daging dan cairan kental dari organ sensitif itu.
“GRAAAARGH! MANUSIA BODOH!!” raung Saddler, mengguncang kepala panjangnya ke segala arah dalam amarah membara. “MENJAUHLAH DARIKU!!”
Tubuh Rian terguncang, namun pegangan tangan kirinya tetap kuat. Ia menahan hempasan itu dengan mencengkeram keras seperti seekor pemburu yang tak akan melepas buruannya.
Peluru habis. Tanpa membuang waktu, Rian menyelipkan revolver kembali ke holster dengan satu gerakan cepat.
Dalam ayunan halus, tangan kanannya langsung menarik pisau tempur dari tas pinggang, kilat dingin yang haus darah.
Tanpa ragu, Rian menghunjamkannya ke mata Saddler yang terluka.
STAB! STAB! STAB!
Berulang kali, brutal dan tanpa jeda. Pisau itu menari di tangan Rian, menembus setiap bagian demi bagian mata pada mulut Saddler dengan gerakan cepat dan presisi.
Saddler meraung lebih keras dengan suara yang terdistorsi, antara serangga antropoda dan manusia. Tubuh Saddler bergetar hebat, kaki-kaki serangganya menghantam platform baja, bahkan Crane tak terkendali.
Namun Rian tetap bertahan di atas kepalanya, wajahnya dingin dan fokus, seperti pemburu sejati yang tak akan berhenti sampai monster ini benar-benar tumbang.
Darah Saddler, campuran hijau tua, merah kehitaman, dan semburat kekuningan menjijikkan, muncrat ke udara, membentuk semburan busuk yang membasahi wajah serta kemeja hitam Rian.
Cairan itu kental, beraroma busuk,menjadi bukti nyata bahwa makhluk di hadapannya telah lama meninggalkan kemanusiaan.
Rian berhenti menghujamkan pisau. Nafasnya teratur, tapi tatapannya tetap dingin.
Dalam satu gerakan brutal, Rian mematahkan rahang arthropoda Saddler dengan kekuatan tangannya sendiri, lalu menusukkan potongan tulang tajam itu langsung pada mata dimulut Saddler yang telah rusak parah.
“GRRAAAAAAGHH!!”
Saddler menjerit, suara raungannya bercampur suara serangga, bergema memekakkan dari tenggorokan tak lagi manusiawi.
Rian melompat mundur, melakukan beberapa kali salto di udara untuk menjaga jarak, lalu mendarat ringan di platform seberang.
Dalam gerakan yang hampir tanpa suara, Rian mengisi ulang revolvernya, peluru demi peluru masuk ke dalam silinder baja dengan efisiensi mematikan.
Di kejauhan, tubuh kolosal Saddler tampak terhuyung-huyung. Kaki-kaki serangganya menjejak sembarangan, dan mulutnya terus meraung dalam kemarahan serta rasa sakit yang semakin memuncak.
Rian menatap makhluk itu dengan tajam, mata Six Eyes-nya berkilat tajam seperti belati.
“Untung saja tubuhmu sebesar itu,” gumam Rian sambil menyentakkan silinder revolvernya kembali tertutup. “Setidaknya jadi samsak uji coba yang cocok bagi laki-laki tampan ini.”
Mata yang sebelumnya hancur di mulut Saddler telah sepenuhnya beregenerasi. Rahang yang sempat tercabut kini tumbuh kembali, berderak saat mengatup. Bahkan salah satu dari empat kaki serangganya yang sempat terpotong kini telah pulih—utuh, menghitam, dan berdenyut seperti daging terkutuk.
Rian menghela napas perlahan. Senyum hangat namun dingin menyungging di wajahnya.
“Laki-laki tampan ini… entah kenapa mulai benci serangga,” ucapnya ringan. “Kalau balik ke Reincarnation Room, bisa-bisa kena entomophobia.”
Belum sempat napas habis, Saddler meraung dan mengayunkan salah satu kakinya secara vertikal ke arah Rian, keras seperti guillotine raksasa. Tapi bagi mata Six Eyes, serangan itu seperti adegan slow-motion 4K.
Rian bergeser ke samping, nyaris tanpa gerakan tambahan, membiarkan serangan itu lewat hanya beberapa sentimeter dari tubuhnya.
btw si Rian bisa domain ny gojo juga kah?