“Yang hidup akan ditumbuk menjadi pil, yang mati akan dipaksa bangkit oleh alkimia. Bila dunia ingin langit bersih kembali, maka kitab itu harus dikubur lebih dalam dari jiwa manusia…”
Di dunia tempat para kultivator mencari kekuatan abadi, seorang budak menemukan warisan terlarang — Kitab Alkimia Surgawi.
Dengan tubuh yang lemah tanpa aliran Qi dan jiwa yang hancur, ia menapaki jalan darah dan api untuk menantang surga.
Dari budak hina menuju tahta seorang Dewa Alkemis sekaligus Maharaja abadi, kisahnya bukanlah tentang keadilan… melainkan tentang harga dari kekuatan sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nugraha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : Akar Pembuka Pintu Neraka
Tiga hari telah berlalu semenjak Li Yao mencampurkan cairan akar leleh tulang ke tempat minum Mo Huo, suasana di tambang yang awal nya sunyi dan tenang tiba tiba mendadak ricuh.
Para budak yang telah berbaris rapi untuk melakukan pekerjaan rutinnya yaitu menambang batu roh, seketika memperhatikan Mo Huo yang berdiri di samping Pengawas He, tiba tiba mendadak membungkuk dan memegangi perutnya.
“Aaarrgghhh! Sakit…! Perutku…!”
Mo Huo memegangi perutnya dengan keras. Tubuhnya bergetar seperti akan pecah dari dalam. Suara erangannya menggema di antara dinding tambang.
Seketika ia memuntahkan darah hitam dari mulutnya, darah itu memercik ke tanah dan juga mengenai sepatu Pengawas He. Para budak ternganga atas kejadian itu dan diantara mereka ada yang seketika mundur dengan panik.
Mo Huo kemudian terjatuh ketanah berguling guling seperti cacing kepanasan. Dari mulutnya terus keluar darah dan matanya membelalak tanpa fokus
Pengawas He disampingnya terkejut melihat Mo Huo yang memuntahkan darah hitam, wajahnya menegang seketika.
“Racun…?” bisiknya.
Ia kemudian menunduk dan memperhatikan warna darah itu dengan seksama, warna darah hitam keunguan dengan bau logam yang menusuk.
Matanya menyipit. Ia sepertinya mengenali racun ini.
"Racun dari Akar Leleh Tulang."
Salah satu racun yang menghancurkan organ dari dalam dan dapat membuat korbannya perlahan-lahan mati dalam siksaan panjang.
"Siapa yang mengetahui racun dari akar leleh tulang." Gumamnya
Ia kemudian mengangkat kepalanya dan melihat ke kerumunan para budak. Para budak kemudian menundukan kepalanya setelah ditatap oleh pengawas He.
Tapi di tengah kerumunan itu, Pengawas He melihat satu wajah yang tidak panik.
Dia adalah Li Yao.
Pemuda itu berdiri tegak. Tidak ada keterkejutan di wajahnya, tapi matanya menyimpan bara kecil yang belum padam.
Pikiran Pengawas He mulai dipenuhi tanda tanya.
“Apa mungkin... dia?”
"Tapi bagaimana mungkin? Akar Leleh Tulang sudah lama tidak tumbuh di wilayah sini. Cuman anggota sekte yang mengetahui tumbuhan ini memiliki racun. Seharusnya para budak di sini tidak mengetahui hal itu apalagi cara mengolahnya."
Sementara dari sisi kanan barisan budak, seorang pria bertubuh kekar mengepalkan tinjunya, dia adalah Tie Ba, tangan kanan Mo Huo dan budak senior yang sangat setia padanya.
Tatapannya mengarah ke arah Li Yao seperti tombak.
“Ini pasti ulahnya” bisiknya dalam hati.
Tie Ba mulai melangkah pelan ke depan, seperti harimau yang bersiap menerkam. Tapi belum sempat mendekat, Pengawas He mengangkat tangannya.
“Tidak ada yang bergerak!” teriaknya.
Suara itu membuat semua budak membeku.
Wajah Pengawas He berubah kelam. Ia menoleh cepat ke arah salah satu pengawas cadangan.
“Segel area perkemahan barat. Tak ada budak yang keluar masuk malam ini. Aku akan menginterogasi satu per satu.”
Tie Ba mendengus, tetapi tak berani melanggar perintah. Ia menatap Li Yao penuh dendam.
Sementara itu Li Yao tetap diam, untuk pertama kalinya ia merasa takut. Bukan takut pada hukuman. Bukan pada cambuk. Tapi takut karena ada bagian dari dirinya… yang menikmati saat racun itu bekerja. Saat tubuh Mo Huo kejang dan teriakannya menggema di pelataran tambang.
Suasana di area tambang semakin mencekam. Semua budak dibubarkan dari barisan. Aktivitas tambang ditunda sementara waktu. Para pengawas dan beberapa penjaga mulai memeriksa kantung-kantung barang, memeriksa air minum, dan menginterogasi beberapa budak yang dekat dengan Mo Huo.
Li Yao kembali ke tenda di perkemahan nya. Tapi langkah Tie Ba terus menguntit dari kejauhan.
Lan Ci mencoba mendekati Li Yao.
“Li Yao, kenapa Mo Huo bisa keracunan seperti itu?”
Li Yao tidak menjawab. Ia hanya menatap malam dari celah tenda. Karena ia merasakan bahwa malam ini tidak akan menjadi malam yang tenang seperti sebelumnya.
Di atas tambang, langit seperti akan terjadinya hujan petir. Awan berkumpul di satu titik dan udara terasa lebih pekat dari biasanya.
Tidak lama setelah Lan Ci dan Li Yao berbincang, para penjaga datang dan memerintahkan para budak untuk kembali berkumpul di pelataran tambang. Di bawah penerangan lentera berwarna hijau gelap, para budak merasakan ketakutan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Seketika suara langkah berat mendekat dari arah utara. Beberapa pengawas termasuk Pengawas He yang berada di depan para budak seketika membungkuk hormat ketika sosok berjubah hitam dengan bordiran ungu mendekat, langkahnya lambat namun berwibawa.
Yang datang ini adalah Tetua Wu, salah satu ahli racun dari Sekte Langit Beracun, ia datang langsung dari kediaman sekte, setelah mendengar ada masalah seorang pengawas keracunan di tambang.
Fisiknya yang sudah menua terlihat dari rambutnya yang sudah memutih sebagian, namun kulitnya masih terlihat segar dan matanya tajam seperti jarum. Ia membawa tongkat dari tulang ular berbisa, dan di ujungnya tergantung tiga kantung kecil berisi bubuk racun. Kemampuannya sangat luar biasa, terutama dalam pengendalian racun. Tingkat kultivasinya berada di tahap Transformasi Jiwa bintang lima.
Pengawas He menyambutnya dengan membungkuk.
“Terima kasih telah datang kesini Tetua Wu. Kami menghadapi masalah serius. Salah satu budak yang di promosikan menjadi Pengawas Junior yaitu Mo Huo ada yang meracuni.”
Tetua Wu kemudian menatap darah hitam kering yang masih membekas di tanah pelataran tambang.
“Racun Akar Leleh Tulang…” gumamnya sambil mencium jari yang disentuhnya ke noda darah.
“Racun yang menghancurkan organ tubuh secara perlahan, dimulai dari limpa, lalu hati, kemudian menumpahkan darah dari paru-paru.”
Beberapa budak gemetar mendengar penjelasan dari Tetua Wu. Para budak tidak menyangka bahwa racun yang membunuh Mo Huo sangat mematikan dan mengerikan.
Bahkan diantara mereka Li Yao pun sama terkejutnya, dia pun tidak menyangka bahwa efeknya sangat mematikan seperti itu.
Tetua Wu berbalik dan melihat semua para budak yang sedang berbaris. Matanya menunjukan rasa ketertarikan.
“Aku penasaran siapa yang tahu racun ini dan bagaimana dia mendapatkannya.” Gumam Tetua Wu
Kemudian ia menatap Pengawas He. “Tanaman Akar Leleh Tulang hanya tumbuh di kebun belakang aula sekte. Bahkan murid dalam pun tak sembarangan boleh melihatnya.”
Pengawas He mengangguk. “Itulah sebabnya kami butuh bantuan Anda malam ini Tetua.”
Akhirnya tetua Wu memulai untuk mengintrogasi satu per satu budak di tenda yang telah disediakan oleh Pengawas He, Tetua Wu mengintrogasi dengan berbagai cara, dari tekanan verbal hingga alat tes racun sederhana yang diusap ke tangan mereka.
Beberapa ada yang menangis dan ada juga yang pingsan karena ketakutan.
Li Yao sedang menunggu gilirannya dengan wajah datar. Tapi di dalam dadanya jantungnya berdetak lebih kencang.
“Tenang... Aku harus tenang."
Saat namanya dipanggil ia mulai melangkah masuk ke dalam tenda. Di dalam tenda Tetua Wu duduk dengan tenang. Di depannya ada meja kecil berisi berbagai jenis serbuk, batu kecil berwarna, dan semangkuk air yang mengeluarkan bau yang sangat menyengat.
“Namamu Li Yao,” kata Tetua Wu tanpa menatapnya langsung.
“Iya Tetua.”
“Dari semua budak yang aku periksa… kau yang paling tenang.” Ia menatap langsung ke mata Li Yao.
“Aku ingin bertanya apakah kau tahu racun ini?”
“Tidak Tetua…”
Tetua Wu menyipitkan matanya. Ia kemudian menaruh sebutir serbuk ke dalam air dan mengaduknya, lalu mendorongnya dari meja ke tangan Li Yao.
“Celupkan jari telunjukmu kedalam air ini.”
Li Yao tanpa ragu sejenak tetapi akhirnya melakukan sesuai perintah. Cairan itu bergetar sedikit lalu tenang.
Tetua Wu memperhatikan reaksinya. Tidak ada perubahan warna pada airnya itu menandakan bahwa tidak ada bekas racun pada diri Li Yao.
Ia kemudian mengangguk pelan kepada Li Yao
“Ya sudah, Keluarlah."
Li Yao membungkuk, lalu melangkah keluar dari tenda.
Saat melewati pintu masuk tenda, Li Yao melihat Pengawas He berdiri disana, ia menatap Li Yao dengan mata yang rumit. Karena dia sebelumnya sudah mencurigai Li Yao sebagai dalang dari semua ini.
Beberapa saat kemudian setelah mengintrogasi semua budak tambang, akhirnya pengawas He dan Tetua Wu berbicara di sisi tenda, suara mereka nyaris tak terdengar oleh yang lain.
“Aku sudah mengecek semuanya dan tidak ada satu pun yang terbukti…” kata Tetua Wu.
Pengawas He mengusap dagunya. “Apa mungkin dari pihak luar yang sengaja ingin membuat keributan di tambang?"
"Kalo dari pihak luar itu berarti ada penyusup yang masuk kedalam tambang ini, aku tugaskan kepadamu lebih memperkuat lagi penjagaan, jangan biarkan pihak luar memasuki tambang ini."
“Aku mengerti. Tetua."
Sementara itu di tenda tempat istirahat Li Yao. Lan Ci mendekat dan menatap Li Yao yang duduk diam di sudut.
“Kamu tidak apa-apa?”
Li Yao mengangguk pelan. Tatapannya tak lepas dari papan kayu di depannya.
“Aku tidak apa-apa. Tapi malam ini... dunia menyadari satu hal, bahwa suasana di tambang ini sudah tidak akan sama lagi."