Perjodohan yang terjadi antara Kalila dan Arlen membuat persahabatan mereka renggang. Arlen melemparkan surat perjanjian kesepakatan pernikahan yang hanya akan berjalan selama satu tahun saja, dan selama itu pula Arlen akan tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya.
Namun bagaimana jika kesalahpahaman yang selama ini diyakini akhirnya menemukan titik terangnya, apakah penyesalan Arlen mendapatkan maaf dari Kalila? Atau kah, Kalila memilih untuk tetap menyelesaikan perjanjian kesepakatan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. OTW Memberikan Kejutan.
Mobil Arlen tiba di depan kedai tepat pukul setengah tujuh malam. Dia cukup bersemangat untuk membuat kejutan pada Kalila dengan kedatangan yang juga membawa serta seikat bunga.
Namun ketika kakinya melangkah, Asri baru saja keluar dan hendak mengunci pintu kedai.
"Loh, Kalila dimana, Sri?" tanya Arlen yang bingung.
Asri yang tiba-tiba ditanya pun juga sampai terkejut dengan kedatangan Arlen yang membawa bunga.
"Loh, Mas Arlen?"
"Kalila dimana?"
"Mbak Kalila udah pulang Mas, tapi katanya mau ke rumah sakit dulu." jawab Asri.
Mendengar kata rumah sakit, seketika Arlen langsung cemas.
"Kalila sakit?"
"Bukan, bukan. Tapi katanya, adeknya Mbak Kalila-" Belum sempat Asri menyelesaikan kalimatnya, Arlen sudah melesat pergi meninggalkan tempat dengan kekhawatiran yang mengisi dadanya.
Perjalanan yang cukup padat merayap membuat jarak tempuh menjadi begitu panjang, seharusnya ia bisa sampai di rumah sakit hanya dalam waktu tiga puluh menit saja, tapi kini setelah satu setengah jam, Arlen baru sampai di rumah sakit tempat dimana Kirei di rawat paska operasi.
Arlen mengatur napasnya, bunga ditangannya telah berganti menjadi sekantong jajanan roti, kue dan biskuit yang banyak. Tadinya dia ingin membeli boneka, tapi karena macet yang kacau, dia hanya bisa mampir ke minimarket.
Dia membuka pintu kamar perawatan Kirei, senyum sudah terpasang pada wajahnya, tapi hanya sesaat karena ranjang yang ditempati Kirei sudah tak lagi diisi oleh adik ipar kecilnya itu.
"Cari siapa, Mas?" tanya seorang ibu yang juga bingung melihat Arlen hanya berdiri diam di depan ranjang anaknya.
"Ehhh...pasien sebelumnya kemana, ya, Bu?"
"Saya ga tau, Mas. Mungkin udah pulang."
Arlen langsung ke luar dari kamar itu dan mendatangi tempat para suster berjaga untuk bertanya dimana Kirei. Ah, rupanya, gadis kecil itu sudah diperbolehkan pulang hari ini. Itu artinya, kedatangan dirinya ke rumah sakit sia-sia, kah?
Tidak, Arlen tidak akan menyerah. Dia memilih langsung menuju rumah Bunda Seruni. Dia mengabaikan logikanya untuk menghubungi Kalila dulu karena tujuanya masih sama, dia ingin memberikan kejutan kepada Kalila. Jadi, dia langsung kembali ke mobilnya dan mulai melakukan perjalanan menuju rumah Bunda Seruni.
Lagi-lagi kemacetan membuat perjalanannya terasa panjang. Dia tiba di depan rumah Bunda dengan harapan yang besar. Perutnya sudah terasa lapar, keringat dingin mulai terasa mengalir pada punggungnya.
Pintu rumah akhirnya dibuka setelah dia mengetuk beberapa kali. Napasnya dibuang dengan lega begitu melihat Kalila lah yang berdiri di depan pintu. Sesuai ekspektasinya, Kalila terkejut melihat Arlen berdiri disana.
"Arlen?" Kalila dengan kedua alisnya yang bergerak naik. "Kamu kok ada disini?"
"Aku lihat dari sistem GPS, mobilku ga bergerak dari apartemen, jadi aku ke kedai, tapi Asri bilang kamu ke rumah sakit, jadi aku ke rumah sakit, dan ternyata Kirei sudah pulang. So, here I am." Jelas Arlen dengan senyumnya yang setengah meringis.
"Kamu sudah makan?" Kalila langsung bertanya. Sepertinya dia menyadari senyum aneh Arlen.
Arlen menggaruk tengkuknya.
"Astaga! Padahal dokter sudah bilang kamu jangan sampai telat makan. Ayo cepat masuk. Aku buatkan makan malam." Kalila langsung menarik lengan Arlen untuk masuk ke dalam rumah dan menyuruhnya untuk langsung duduk di kursi makan.
"Bunda dan Kirei ada dimana, La?"
"Sudah tidur."
"Oh." Arlen meletakkan satu kantong berisi makanan ringan itu di atas meja. "Apa kamu akan menginap disini?"
Kalila menoleh dengan kerutan pada dahinya. "Kamu ga baca pesanku?"
"Pe-pesan?"
Kalila mengangguk, "Aku sudah kirim pesan ke kamu, aku akan menginap di rumah Bunda malam ini." kata Kalila sambil melanjutkan menyiapkan makan malam untuk Arlen.
"Aku juga sudah titip pesan ke Noe, untuk menyiapkan sarapan, makan siang dan makan malam, jadwal kamu harus minum obat sebelum makan dan sesudah makan."
"Oh, aku belum buka ponsel, La."
"Tumben, biasanya kamu selalu buka ponsel inbox yang masuk selalu membuat kamu hampir ga lepas dari layarnya."
"Oh itu karena...aku hanya lagi fokus ke hal yang lebih penting." Sahut Arlen seraya melonggarkan ikatan dasinya dan hendak melepaskan kancing paling atas kemejanya itu, namun kemudian dia mengurungkan niatnya. Kehangatan ini akan berakhir jika dadanya terlihat oleh Kalila meskipun hanya secuil pemandangan.
Semangkuk sup dan sepiring nasi hangat diletakan Kalila di depan Arlen. "Apa perutmu masih terasa mual?"
"Sudah enggak, La. Aku sudah sembuh."
"Makanya jangan sampai telat makan lagi."
"Baik Bu." sahut Arlen dengan nada patuh.
"Makan lah. Obat setelah makan kamu bawa, kan?"
"Sepertinya tertinggal di apartemen."
Kalila melihat Arlen dengan tatapan jengkel tapi juga pasrah. "Ya udah, makan pelan-pelan."
Arlen mengangguk.
"Omong-omong, kamu datang sendiri? Ga sama Noe?"
Arlen menggeleng sembari menikmati perutnya yang hangat karena sup dan nasi hangat buatan Kalila.
Kalila hendak bertanya 'kenapa', namun dia mengurungkan niatnya.
"Jadi," Kalila berdeham sebentar. "Kenapa kamu ke kedai? Apa ada sesuatu yang urgent sampai kamu menyusulku ke kedai?"
"Sebenarnya aku mau-"
"Loh, Nak Arlen?" Bunda tiba-tiba keluar dari kamar dan tanpa sadar keterkejutan Bunda malah menyela ucapan Arlen.
Arlen langsung berdiri dan menghampiri Bunda untuk mencium punggung tangan Bunda.
"Kapan datang? Bukannya lagi di luar kota?"
Eits! Arlen nge-lag sebentar.
Luar kota?
Arlen melirik kepada Kalila yang melihatnya dengan tatapan penuh kode.
"Ah, iya, Bunda." jawa Arlen kemudian.
"Baru datang langsung ke sini?"
"Eh, i-iya Bunda."
"Ya ampun, kenapa ga kasih kabar? Kan, Bunda bisa masakin banyak untuk Nak Arlen."
"Ga usah repot-repot, Bunda. Ini juga sudah enak banget supnya."
"Kamu juga kenapa ga kasih tau Bunda kalo Arlen mau datang." Bunda beralih pada Kalila.
"Eh, aku juga ga tau kalau Arlen balik hari ini, Bun. Dia datang tiba-tiba."
"Oh, kasih kejutan, ya?" tanya Bunda dengan senyuman.
Senyum pada wajah Arlen merekah.
"Ya udah, kamu ada baju ganti bersih, ga?"
"Baju ganti, Bun?" Arlen bertanya dengan nada bingungnya.
"Iya, dari dinas luar kota masih ada baju ganti yang bersih, ga? Kalo ga ada biar Bunda siapkan baju ayah yang masih Bunda simpan. Sepertinya muat."
"Buat apa, Bun?" Kalila kali ini yang bertanya.
"Loh, kok, buat apa? Ya buat Arlen ganti baju lah, masa tidur mau pakai setelan jas begini."
"Ti-tidur?" Kalila menaikkan kedua alis matanya.
"Iya lah, Nak Arlen ga mungkin pulang ke apartemen, kan? Udah malam gini, capek habis dari luar kota. Ya menginap lah."
"T-tapi tidur dimana, Bun?" Kali ini Kalila merasa seperti mendengar musik dari film thriler.
"Kamar kamu lah, memang mau tidur dimana lagi?"
Glek!
.
.
.
Bersambung
terima kasih ya yang udah baca, udah like karya aku, semoga kisah kali ini bisa menghibur teman-teman semuanya ❤️❤️❤️
Saranghae 🫰🏻🫰🏻🫰🏻