Cinta memang gila, bahkan aku berani menikahi seorang wanita yang dianggap sebagai malaikat maut bagi setiap lelaki yang menikahinya, aku tak peduli karena aku percaya jika maut ada di tangan Tuhan. Menurut kalian apa aku akan mati setelah menikahi Marni sama seperti suami Marni sebelumnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Ajeng 2
"Jangan Mas, dia anak kita!" seorang wanita memegangi kaki suaminya yang hendak melemparkan bayinya ke sungai yang sedang meluap
"Dia memang anak kita tapi dia sudah dikuasai Jin, percuma saja merawatnya jika pada akhirnya dia akan membunuh kita!"
"Kalau begitu biar aku saja yang merawatnya. Aku akan pergi dari kehidupan mu, agar kamu tidak terkena sial anak ini!" seru wanita itu
"Apa yang kamu katakan Maryati!" seru Hasto dengan nada tinggi
"Aku tidak masalah jika kau ingin menceraikan aku karena anak ini. Kau tahu kan bagaimana perjuangan ku mendapatkannya. Aku tidak akan bisa punya anak lagi Mas, jadi aku akan merawat pemberian Tuhan yang sangat berharga ini apapun resikonya!"
"Kamu memang sudah gila Mar, kamu itu sudah punya Ajeng, jadi untuk apa bayi sialan itu. Meskipun Ajeng bukan anak kandung kita tapi kita sudah merawatnya sejak dia lahir, jadi apa bedanya dia dengan anak itu!"
"Darah itu lebih kuat daripada air jadi aku memilih anak kita daripada Ajeng,"
"Ya sudah terserah padamu, aku tidak peduli. Jika suatu hari nanti terjadi sesuatu padamu, jangan pernah mencari ku!"
Hasto memberikan bayinya kepada Maryati kemudian meninggalkannya.
Selama merawat Marni seorang diri kehidupan Maryati berubah total. Ia menjadi wanita yang kaya raya. Hal itu membuat Hasto akhirnya memutuskan untuk kembali kepada istrinya itu.
"Ada satu syarat jika Juragan ingin tetap selamat meksipun merawat anak itu," ucap seorang wanita tua menghampiri Hasto
"Katakan saja apa itu!" sahut Hasto
"Kamu harus meruwatnya,"
"Lakukan saja Nyai, jika kau perlu uang katakan saja aku pasti akan membayarnya," jawab Hasto
Hari itu tepat Malam Selasa Kliwon, dilakukan acara ruwatan Marni. Waktu itu usianya baru menginjak 2 tahun. Semua orang tampak menikmati pertunjukan wayang kulit yang disuguhkan.
Sementara itu seorang dukun wanita terlihat mempersiapkan semua keperluan ritual.
Maryati terlihat menggendong Marni yang sudah terlelap.
"Letakan saja bayimu di Mar, biar Nyai yang akan menjaganya," ucap dukun wanita itu
Maryati pun menurut, wanita itu kemudian meninggalkan Marni bersama dukun wanita itu.
"Selama ritual berlangsung, jangan ada satupun yang masuk ke kamar Marni. Apapun yang terjadi abaikan saja," pesan dukun wanita itu
"Baik Nyai,"
Hasto pun mengajak istri dan anaknya menikmati pertunjukan wayang kulit.
Tepat pukul dua belas malam Marni kecil terus menangis. Tangisannya semakin kencang saat i merasakan kesakitan yang luar biasa. Balita itu merintih kesakitan meminta tolong, namun tak seorangpun datang menolongnya.
Semua orang tampak larut dalam pertunjukan wayang kulit yang begitu seru malam itu. Meriahnya pertunjukan wayang kulit dan merdunya suara para sinden seakan meredam suara tangisan Marni kecil. Hingga tak satupun dari mereka yang mendengar suara tangisannya.
Ikatan batin Ibu dan anak yang begitu kuat membuat Maryati bisa merasakan apa yang dirasakan putrinya. Ia mulai gelisah saat melihat jarum jam menunjukkan pukul 12 malam.
Saat ia hendak pergi, Hasto pun melarangnya.
"Jangan dek, Ingat pesan Nyai, kita tidak boleh masuk ke kamar Marni. Berbahaya?" ucap Hasto
"Tapi kasian Marni Mas, aku bisa merasakan dia sedang kesakitan,"
"Dia tidak akan mati dek, justru kamu yang akan mati jika menolongnya," sahut Hasto
"Selama ini aku selalu bersamanya dan dia tak pernah mencelakai ku, jadi jangan khawatir,"
Maryati melepaskan lengan suaminya dan melangkah pergi. Namun Hasto tak tinggal diam, ia memerintahkan anak buahnya untuk menahan sang istri.
"Lepaskan aku!" Maryati meronta saat anak buah suaminya menangkapnya.
"Bawa dia ke kamar dan kunci!" seru Hasto
"Baik Juragan!"
*Dreet, Dreet!!
Orang-orang tiba-tiba panik saat lampu-lampu mulai padam dengan sendirinya. Suasana berubah sunyi untuk sesaat.
Suara tangisan Marni yang begitu kencang membuat semua orang merasa iba.
"Marni??" raut wajah Maryati tiba-tiba berubah sedih mendengar suara tangisan putrinya. Matanya berubah merah di iringi deraian buliran bening dari sudut matanya.
Semakin lama suara tangisan Marni semakin kencang membuat lampu-lampu meletup dengan sendirinya.
Semua orang menjerit ketakutan. Suasana tiba-tiba menjadi menegangkan. Orang-orang mulai panik dan berlarian menyelamatkan diri, hingga tak sedikit yang terinjak-injak.
Sementara itu Maryati berusaha keluar dari kamarnya melalui jendela. Wanita itu melompat keluar dan berjalan menuju kamar putrinya.
Ia segera bersembunyi saat melihat Nyai Sarti sedang membaca mantera. Wanita itu sengaja menyelinap dari belakang agar dukun itu tak menyadari kedatangannya.
*Krieett!!
Maryati begitu terkejut saat melihat putrinya menggeliat menahan sakit. Ia pun buru-buru menghamparinya. Saat ia hendak menggendongnya, wanita itu terkesiap melihat seekor Kalajengking raksasa keluar dari kemaluan putrinya.
*Bruughhh!!!
Tubuh Maryati jatuh tersungkur setelah terkena sengatan kalajengking itu.
"Ibu???"
Seorang gadis 10 tahun tampak memandangi Jenazah Maryati dari kolong tempat tidur sambil menutup mulutnya.
*Flashback selesai
"Kenapa kau mencari ku??" ucap Marni dengan tatapan sinis menatap wanita di hadapannya
"Tentu saja karena aku sangat merindukanmu cah ayu?" jawab wanita itu tersenyum licik
"Jangan bilang semua kekacauan di kampung ini adalah ulah mu,"
Wanita itu seketika tertawa mendengar ucapan Marni.
" Hahahaha, yang benar saja. Jangan suudzon Nyai, kau yang lebih tahu siapa yang melakukan semua ini," bisik Ajeng kemudian terkekeh menertawakan Marni
"Baiklah karena kau memaksa aku akan mengatakan apa maksud kedatanganku kemari,"
Wanita itu kemudian mengeluarkan sebuah map berwarna hitam dan meletakannya tepat di depan Marni.
"Sebagai anak angkat aku sadar jika ayah tidak memberikan warisannya kepada ku. Tapi karena aku tahu kamu juga tidak membutuhkan warisan itu maka sebaiknya kamu berikan saja semuanya padaku. Setelah itu aku janji aku tidak akan lagi mengganggu hidup mu," Ajeng memberikan pulpen kepada Marni
"Tanda tangan di sini!" serunya
"Cih, dasar serakah!" cibir Marni
"Terserah apa katamu, yang jelas aku pantas mendapatkannya karena selama ini aku lah yang mengurus ayahmu!"
Marni tersenyum sinis mendengar ucapan wanita itu.
Ia kemudian mengambil pulpen itu. Ajeng tersenyum senang saat berhasil membujuk Marni.
"Assalamualaikum!"
Marni meletakan pulpen di tangannya saat melihat kedatangan ibu mertuanya.
"Waalaikumsalam Bu," Marni segera bangkit dari duduknya dan mencium punggung tangan wanita itu
"Oh ada tamu ya, siapa dia?" tanya Surti
"Dia Kakak ku?" jawab Marni
"Kakak mu??" Surti mengerutkan keningnya seolah tak percaya dengan ucapan Marni
"Tapi kalian sangat berbeda," imbuhnya sambil mengamati wajah keduanya
"Tentu saja Tante, itu karena kami beda ayah dan ibu. Marni hanya adik angkat ku!" seru Ajeng
"Oh ...." ucap Surti dengan mulut menganga
Wanita itu kemudian duduk di kursi yang sebelumnya di duduki oleh Marni. Matanya tiba-tiba tertuju pada dokumen yang tergeletak di depannya. Karena penasaran ia pun mengambil dokumen itu dan membacanya.
"Yang benar saja, jadi kau datang kemari untuk mengambil semua warisan menantuku!" hardik Surti melotot menatap Ajeng
"Ini bukan urusan mu Tante, jadi jangan ikut campur!" sahut Ajeng
"Tentu saja sekarang jadi urusan ku, karena Marni adalah menantuku. Sebaiknya sekarang kamu pergi sebelum aku mengusir mu!" ancam Surti