NovelToon NovelToon
Ragaku Milik Suamiku Tapi Hatiku Milik Dia

Ragaku Milik Suamiku Tapi Hatiku Milik Dia

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Duda / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Heni Rita

Cinta Devan atau biasa di panggil Dev. begitu membekas di hati Lintang Ayu, seorang gadis yang sangat Dev benci sekaligus cinta.

hingga cinta itu masih terpatri di hari Lintang meski dirinya sudah di nikahi seorang duda kaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heni Rita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kanker Darah

"Pak."

Pak Bowo kemudian berjalan pelan, kemudian membuka laci meja kerjanya dan mengambil sesuatu disana. Selembar cek, dia berikan pada Devan.

"Tulis jumlahnya disini. Berapapun yang kau minta. Aku akan tuliskan, aku mohon Pak. Jangan menolak, tolonglah saya," lirihnya sambil memohon pada Devan masih tertunduk dengan kedua tangan mengepal.

"TIDAK!" pekik Devan dengan suara ketakutan dan berusaha memundurkan tubuhnya beberapa belakang.

"Saya mohon Pak. Jangan buat putriku kecewa. Saya tahu, Bapak baru mengenalnya, tapi putriku menginginkan Bapak," pinta Pak Bowo memohon dengan berlinang air mata.

"Maaf Pak. Tapi saya belum siap berumah tangga," tutur Devan, masih berusaha bicara sesantun mungkin walau sebenarnya Devan sudah mulai tertekan dengan permintaan Pak Bowo.

"Baiklah. Saya beri kamu waktu dua hari. Pikirkan tawaranku ini, Pak Dev."

Devan tidak menjawab, menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Bagaimana harus menjelaskan pada Pak Bowo. Bahwa ada gadis di luar sana yang sangat ia cintai, dan Devan masih berharap ada secercah harapan untuk dia bisa bersatu lagi dengan gadis idamannya itu.

Siapa lagi kalau bukan Ayu!

Hening menyelimuti keduanya.

"Berapa harga yang Bapak inginkan, katakan saja." Suara Pak Bowo merendah, tak ada lagi tekanan dan paksaan seperti sebelumnya. Dia bahkan duduk kembali di kursinya. Wajahnya terlihat sendu seolah menelan kesedihan yang tak terungkapkan.

"Ayo Pak. Sebutkan angkanya!"

"Baiklah, sesuai keinginan Bapak. Beri saya waktu dua hari."

Devan mengangkat wajahnya, menatap pria yang duduk di hadapannya. Ribuan sembilu seolah tertancap di dalam sana. Devan merasa harga dirinya diperjualbelikan dengan harga tertentu.

Nabila dan ayahnya sama- sama menawarkan rupiah demi cinta seorang pria.

Devan lantas pergi meninggalkan ruangan. Sebelum mencapai pintu, Pak Bowo kembali berkata.

"Jangan lupa tutup pintu setelah kamu keluar."

Devan mengangguk pelan. Dan menghilang dari balik pintu.

Dengan langkah gontai. Devan berjalan menuju meja kerjanya. Mengambil bungkusan dari dalam laci, mendekap bungkusan itu di dadanya diiringi bola kristal bening jatuh di kedua sudut matanya.

Masih memendam rasa gelisah. Devan pulang membawa masalah yang tengah di hadapinya.

Permintaan Pak Bowo sesaat membuat otak Devan tegang tak menentu, membuatnya tak bersemangat dan cemas.

Tak berapa lama.

Akhirnya Devan sampai juga di rumahnya.

Rumah tampak sepi dan sunyi.

Devan berjalan perlahan mendekati pintu.

Belum sempat tangannya meraih pintu. Seseorang dari dalam sana sudah membukakan pintunya.

"Dev?" Ibunya berdiri di ambang pintu menatap heran wajah putranya.

Devan terhentak kaget.

"Maaf Mah, Rani sudah pulang belum? " kata Devan berusaha tenang, walau hatinya masih di selimuti rasa cemas.

Cemas memikirkan tawaran Pak Bowo. Pria yang selalu Devan anggap sebagai panutan itu. Menawarinya sejumlah uang yang tak terbatas jumlahnya.

Untuk sesaat, Devan sedikit tergoda dengan tawaran Pak Bowo. Tapi di sisi lain, Devan jijik jika harus menikahi gadis yang tengah berbadan dua.

Dalam mimpi sekalipun, Devan tidak sudi menikahi wanita yang sudah tidak perawan, apalagi gadis hamil!

"Kenapa wajahmu pucat begitu Dev?" Tanya ibunya sambil menunjuk jarinya ke arah wajah Donni.

"Tidak Mah, Dev hanya sedikit pusing!" Bantah Devan.

"Dev, ada yang ingin Mamah katakan padamu, ayo sini duduk." Bu Hera langsung meraih tangan putranya membawanya masuk ke kamar Devan.

"Ada apa Mah?"

"Rani, Rani tadi pagi di bawa ke rumah sakit Nak, dia tak sadarkan diri. Mamah tadinya mau telpon kamu Dev, tapi Mamah pikir kamu sebentar lagi pulang," ungkap Bu Hera dengan wajah memelas.

"Katakan Mah, kenapa Rani di bawa ke rumah sakit?" Desak Devan penasaran.

"Mamah belum sempat tanya ke Dokter."

"Rumah sakit mana Mah?" Potong Devan tak sabar.

"Itu, rumah sakit yang ada dipusat kota."

"Ayo Mah, kita pergi sekarang juga ke rumah sakit.

Tanpa pikir panjang. Devan dan Bu Hera bergegas pergi ke rumah sakit mengendarai motor.

Jantung Devan berdetak kencang.

Adik tercintanya, kini berada di rumah sakit.

Masalahnya dengan Pak Bowo saja belum selesai, datang lagi masalah baru yang menimpa adiknya.

***

"Tolong putri saya Dok hiks ..." lirih Bu Hera menundukkan kepalanya di atas meja sambil menangis terisak.

"Sabar Bu. Setelah saya meneliti hasil tes darah putri Ibu. Saya sudah bisa menyimpulkan, putri Ibu menderita kanker darah," jawab Dokter sambil menatap sendu wajah Bu Hera.

"Kanker darah!?" Sentak Bu Hera.

"Iya Bu. Tapi tenang, Ibu tak perlu khawatir. Kanker jenis ini tidak begitu ganas, hanya saja Putri Ibu harus menjalani operasi besar guna mencegah sel kanker agar tak menjalar pada organ tubuh lainnya."

"Operasi?"

"Iya betul Bu. Kami harus segera mengoperasi putri Ibu."

"Tapi Dok. Berapa biaya nya. Kami orang susah."

"Itulah Bu. Meski Ibu memakai BPJS. Tapi tetap ada biaya yang harus dikeluarkan."

"Katakan Dok. Berapa biaya yang harus saya keluarkan?" Tegas Bu Hera.

"Tenang Bu. Ibu tidak perlu cemas begitu. Sabar dan berdoa. Kami akan berusaha semampu kami agar Putri Ibu bisa sehat kembali." Kata Dokter menguatkan dan menyakinkan hati Bu Hera.

"Dok tolong anak saya, Dok." Lagi- lagi Bu Hera memohon sambil menangis terisak.

Dokter menunduk menatap jam di pergelangan tangannya.

"Ini sudah jam setengah tujuh. Nanti malam saya harus segera mengoperasi putri Ibu." Dokter itu kemudian berjalan mendekati Bu Hera dan memegang bahunya.

"Yang sabar ya, Bu." ucapnya menatap sendu pada wanita yang duduk tertunduk dengan air mata yang tak henti berderai.

Tiba- tiba suara ketukan pintu terdengar dari luar ruangan.

"Ya. Silahkan masuk," sahut sang Dokter. Kini tatapan Bu Hera beralih pada sosok Putranya Devan yang masuk sambil berjalan terburu- buru menghampiri sang Dokter.

"Dok, bagaimana keadaan adikku!" pekik Devan menghambur menghampiri ibunya.

"Dev...!" Bu Hera langsung berdiri dan memeluk Devan dengan erat.

"Bagaimana Mah? Rani sakit apa? Katakan?"

Kedua mata Bu Hera berkaca. Dia lalu mengatupkan kedua tangannya di depan dada memohon pada putranya Dev.

"Dev putraku, tolong selamatkan adikmu," lirihnya. Kemudian tubuhnya rubuh tepat di bawah lutut Devan sambil menangis pilu.

Refleks Devan mengangkat kedua bahu ibunya.

"Ada apa Mah. Ayo katakan? Bagaimana keadaan Rani?" Devan mengguncang kedua bahu ibunya menuntut jawaban dari ibunya.

Bu Hera tak kuasa mengatakan penyakit yang di derita Rani kepada putranya.

Detik selanjutnya, tatapan Devan beralih pada Dokter yang masih berdiri terdiam di samping ibunya.

"Dok! Tolong jelaskan, bagaimana keadaan Rani"

Dokter menarik nafas pelan. Lalu meminta Devan untuk duduk.

"Ayo duduklah," perintah Dokter, Devan pun kemudian duduk dengan wajah gelisah.

Sementara Bu Hera tetap berdiri dan sibuk menyeka air matanya.

"Maaf. Bapak ini kakak nya pasien?"

"Iya Dok, saya kakaknya Rani!" Jawab Devan cepat.

Sekali lagi Dokter itu mengganguk lalu mengeluarkan map warna hijau dari laci mejanya dan memberikannya pada Devan.

Secepatnya Devan langsung mengambilnya dan langsung membaca isi map warna hijau itu.

Kedua tangannya bergetar saat membacanya. Jantungnya memompa kuat hingga tubuhnya ikut bergetar seperti ada gerakan gempa bumi.

Matanya membelalak saat membaca tulisan yang menyatakan bahwa Rani mengidap kanker stadium awal dan masih bisa diselamatkan dengan operasi dan di sana juga tertera jelas, biaya yang harus dikeluarkan yang jumlahnya cukup mahal.

"350 juta?!" sentak Devan sambil mengangkat wajahnya menatap wajah Dokter yang berada di hadapannya. Map yang dipegangnya pun jatuh begitu saja diatas meja.

1
Abel_alone
tetap semangat 🌹🌹🌹🌹
Luna Sani: Terima kasih kak ..🙏😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!