Madava dipaksa menikah dengan seorang pembantu yang notabene janda anak satu karena mempelai wanitanya kabur membawa mahar yang ia berikan untuknya. Awalnya Madava menolak, tapi sang ibu berkeras memaksa. Madava akhirnya terpaksa menikahi pembantunya sendiri sebagai mempelai pengganti.
Lalu bagaimanakah pernikahan keduanya? Akankah berjalan lancar sebagaimana mestinya atau harus berakhir karena tak adanya cinta diantara mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan
"Bos, aku menemui perempuan yang mirip sekali dengan perempuan yang Anda cari. Tapi ... "
Madava yang baru saja mendapatkan telepon dari orang suruhannya begitu terkejut saat mendapatkan kabar yang baru saja orang itu sampaikan.
"Tapi kenapa?"
"Perempuan itu begitu mirip dengan calon istri Anda, tapi penampilannya beda. Ia memakai pakaian yang serba tertutup. Tapi wajahnya begitu mirip dengan yang di foto. Dia juga menggunakan nama Alvi. Namun ada satu lagi hal yang membuatku ragu, benarkah dia Via atau bukan."
"Apa? Cepat katakan! Jangan bertele-tele!" tegas Madava. Sore ini Rafi sudah diizinkan pulang jadi ia ingin mengurus administrasinya terlebih dahulu.
"Perempuan itu hamil, Bos."
"Apa? Hamil?" Mata Madava sontak melotot.
Madava reflek mengangkat tangannya dan memijat pelipisnya.
Kalau Via memakai nama Alvi, itu wajar saja sebab namanya sebenarnya adalah Alvia. Tapi untuk masalah hamil, jelas saja Madava bingung, bayi siapa yang Via kandung sebab mereka tidak pernah melakukan hubungan intim yang kemungkinan bisa membuatnya mengandung. Masa' sekedar ciuman bisa membuat hamil. Tidak mungkin 'kan?
"Jadi kau sudah tau alamatnya?"
"Sudah, Bos."
"Ya, sudah. Awasi terus pergerakannya secara diam-diam! Semoga saja dia memang benar Via yang sedang berusaha menyamarkan identitasnya. Aku belum bisa menemuinya sekarang. Dan tolong cari tau juga, siapa ayah dari anak yang dikandungnya."
"Memangnya itu bukan anak Bos?"
"Jangan sembarangan bicara! Ku potong gajimu, baru tau rasa!" sentak Madava kesal karena secara tidak langsung orang suruhannya itu menuding ialah pemilik bayi yang Via kandung.
"Ba-baik, Bos. Maafkan saya."
"Ya sudah. Imbalan mu bulan ini aku transfer setelah aku pulang ke rumah."
"Baik, Bos. Terima kasih."
"Hmmm ... "
Usai mengatakan itu, Madava pun segera menutup panggilan itu. Setelahnya, ia melanjutkan tujuan awalnya, yaitu ingin menyelesaikan urusan administrasi Rafi.
...***...
"Biar Papa aja yang gendong, Rafi mau?" tawar Madava saat mereka sudah tiba di rumah. Tubuh Rafi masih lemah jadi Ayu yang tidak tega pun berniat menggendongnya. Madava yang juga tidak tega dengan Ayu pun akhirnya menawarkan dirinya untuk menggendong Rafi.
Rafi menatap wajah Madava dengan sorot mata berbinar. Ia pun mengangguk. Saat Madava mulai menggendongnya, Rafi senang bukan kepalang. Sudah lama ia menginginkan memiliki seorang ayah dan syukurnya ia kini sudah berhasil mewujudkan impiannya.
"Papa, boleh malam ini Rafi tidur dengan mama dan Papa?" ucap Rafi penuh harap.
Madava memandang Rafi dengan tersenyum. "Dengan senang hati, Boy. Jadi malam ini, Rafi dan Mama tidur di kamar Papa ya?" ucap Madava sambil diam-diam melirik Ayu yang sudah membeliakkan matanya.
"Mau, Pa. Rafi mau," jawab Rafi antusias. "Mama juga mau 'kan?" ucap Rafi membuat Bu Shanum yang ada di sana mengerutkan keningnya. Ia merasa ada yang janggal dengan kata-kata Rafi.
Dan seperti yang ia duga, Bu Shanum baru tahu kalau sepasang suami istri itu tidur terpisah selama ini. Bu Shanum kesal bukan main.
"Apa maksudnya ini, Dava? Kalian tidur di kamar terpisah? Apa kalian belum juga bisa menerima pernikahan ini?" sentak Bu Shanum di ruang kerja Madava.
Madava menggaruk kepalanya, sementara Ayu menundukkan kepalanya. Ia khawatir Bu Shanum ikut marah padanya.
"Kau ini suami macam apa sebenarnya? Ayu itu sudah menjadi istrimu. Tapi kau justru tidak menghargainya sama sekali sebagai istrimu. Tidur terpisah? Pasti kau 'kan yang membuat keputusan itu?"
"Maaf, Ma, aku ... "
Plakkk ...
Bu Shanum memukul pundak Madava dengan map plastik yang terkapar di atas meja. Ia benar-benar marah saat ini.
"Apa Mama yang mengajarimu bersikap kurang ajar seperti ini? Kurang apa Ayu di matamu sebenarnya? Apa? Jangan bilang karena dia mantan pembantu! Mama benar-benar kecewa padamu." Dada Bu Shanum seketika sesak. Ia yakin, tekanan darahnya melonjak karena emosi yang tidak terkontrol.
"Ma ... " Madava panik.
"Jangan sentuh, Mama! Mama benar-benar kecewa padamu. Kalau kau memang tidak bisa menerima pernikahan ini, lebih baik ceraikan saja Ayu. Setelah masa Iddahnya berakhir, Mama akan menikahkan Ayu dengan Asrul. Sepertinya dia tulus mencintai Ayu. Dia juga sudah mengatakannya pada Mama kalau ia bersedia menikahi Ayu kalau kau sudah tidak mau mempertahankan pernikahan mu," ucap Bu Shanum membuat mata Ayu daan Madava melotot tidak percaya dengan apa yang barusan Bu Shanum katakan.
"Mama apa-apaan sih? Memangnya siapa yang tidak bisa menerima pernikahan ini? Ya, jujur, awalnya Dava merasa begitu. Tapi lambat laun, Dava sudah bisa menerima semuanya. Bahkan mungkin benih rajawali Dava sedang berproses menjadi zigot di dalam rahim Ayu. Apa Mama mau kehilangan calon cucu Mama? Apa Mama mau, menantu kesayangan Mama dan calon cucu Mama diambil orang lain?" ucap Madava sekenanya membuat Ayu melotot tajam dengan semburat merah di pipi. Ia tidak menyangka Madava akan bicara seblak-blakan itu.
"A---apa? Jadi?"
"Tidak akan ada perceraian. Awas saja kalau sampai Mama mau menjodohkan Ayu dengan Asrul. Dava berjanji akan membawa Ayu dan cucu-cucu Mama pergi menjauh sampai Mama tidak bertemu dengan mereka lagi." Madava berucap dengan tegas, tapi raut mukanya asam. Ia benar-benar kesal dengan kata-kata sang mama.
"Eh, kamu nggak boleh begitu. Kamu tega sama Mama?"
"Mama juga tega sama aku."
"Ya, makanya, baik-baik jadi suami. Jangan pisah kamar lagi. Gimana calon cucu Mama cepat jadi kalo kalian tidur terpisah."
"Iya, Dava tau. Ini makanya Dava mau usahain biar Ayu mau tidur di kamar Dava."
Ayu mendelik dengan bibir mengerucut. Ia kini paham kenapa Madava bisa dengan mudah menyetujui permintaan Rafi tadi. Ternyata ada rencana terselubung.
"Ya sudah kalau begitu. Mama akhirnya bisa bernafas lega. Semoga segera ada kabar baik ya."
Madava teringat, ada yang ingin ia bicarakan pada sang ibu. Tapi Madava tidak ingin Ayu mendengar.
"Yu, sebaiknya kau mulai pindahkan barang-barangmu ke kamarku. Kau dengar 'kan tadi kata Mama, kita nggak boleh pisah kamar lagi. Jadi mulai malam ini dan seterusnya, kau harus selalu tidur di sampingku."
"Ta-tapi, bagaimana dengan Rafi?" Ayu jelas tidak tega membiarkan Rafi tidur seorang diri. Ia merasa takut terjadi sesuatu padanya saat ia tidak berada di sampingnya.
"Emm, nanti aku akan membuat connecting door di kamar kita ke kamar sebelah. Jadi Rafi nanti akan tidur di kamar sebelah. Kita akan mudah untuk memantaunya nanti."
"Ide yang bagus. Mama setuju." Suara Bu Shanum membuat Ayu meringis dalam hati. Meskipun ia sudah mulai menerima pernikahan ini, tapi ia masih merasa canggung. Terlebih ia belum mencintai suaminya itu.
"Ya sudah, aku bereskan barang ku dulu," ucap Ayu pasrah. Diam-diam Madava tersenyum. Namun Bu Shanum ternyata melihatnya. Bu Shanum pun jadi ikut tersenyum.
...***...
"Apa? Kau sudah menemukan keberadaan Via?" pekik Bu Shanum terkejut.
Madava mengangguk.
"Jadi kau masih mencarinya selama ini?" seru Bu Shanum dengan mata melotot.
"Iya."
"Untuk apa lagi kau cari perempuan sialan itu, hah? Apa kau memiliki niat untuk kembali padanya?" sentak Bu Shanum.
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...