NovelToon NovelToon
Bintang Antariksa

Bintang Antariksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: ajab_alit

Aku adalah anak perempuan yang memiliki nama “Upeksa Nayanika”. Aku suka buku dan hal-hal yang menakjubkan. Tapi tanpa ku sadari… aku juga salah satu dari bagian hal yang menakjubkan. Hidupku aneh setelah kejadian itu muncul. Tapi, Apakah aku akan bertahan dengan hal menakjubkan itu? Maukah kamu mengenal ku lebih dalam wahai para bintang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ajab_alit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 22

“Pada umunya manusia memiliki energi biru, jika mereka membuat sesuatu dengan sihir, maka yang keluar adalah sesuatu yang berwarna biru,” ucap Abya yang direspon oleh anggukan Naya. Malam ini adalah hari kedua Abya mengajarkan tentang sihir padanya. Ia akan menjelaskan teori tentang sihir terlebih dahulu sebelum masuk ke praktek. Naya mendengarkan Abya sambil memperhatikan animasi bergerak di layar kebiruan. Layar itu berasal dari sebuah kalung permata berwarna keunguan, alat canggih yang sebelumnya dikatakan oleh Abya.

“Nah, kalau untuk manusia seperti kita yang memiliki kekuatan berwarna cahaya dan cahaya-kegelapan, maka kita memiliki energi keemasan dan emas-hitam. Biasanya hal ini terjadi pada mereka yang terpilih atau mereka yang memiliki kontrak dengan dunia yang lain. Bisa juga karena gen atau sesuatu yang terlarang. Kalau gen umumnya terjadi pada bangsawan yang ada di dunia lain. ”

“Terpilih? Oleh siapa? Sesuatu yang terlarang itu apa?” tanya Naya. Ia melihat ke Abya yang ada di hadapannya, mereka terpisahkan oleh layar biru ini.

“Oleh dua tempat yang dulu pernah bersatu. Tempat itu berada di dunia lain, bukan dunia yang kita tempati. Nah, orang-orang yang terpilih itu memiliki tugas yang penting. Mereka dipilih karena kehidupan mereka sebelum mati. Jadi, mereka terpilih saat dunia ini sudah melupakan mereka. Sedangkan, orang-orang yang menjalin kontrak dengan mereka adalah orang-orang hidup. Umumnya, orang-orang hidup ini adalah orang-orang yang memiliki masalah atau sedang dilanda masalah yang mustahil untuk diselesaikan. Di saat itulah, orang-orang dari dunia lain akan datang ke mereka dengan kertas yang diberikan sihir, kontrak itu tak bisa dilepas kecuali orang dari dunia lain itu sudah tak bisa memanfaatkan si orang yang diajukan kontrak. Energi mereka yang awalnya biru akan berganti menjadi cahaya, hitam, dan keduanya, tergantung siapa yang datang pada mereka. Lalu, hal terlarang untuk memiliki energi seperti kita adalah meminum darah orang mati yang memiliki energi tersebut.” Naya mengangguk. Ia kembali melihat layar kebiruan yang sebelumnya diabaikan. Dirinya memikirkan tentang beberapa ucapan panjang Abya yang tak ia pahami.

“Jadi, kita termasuk yang mana?”

“Kalau itu, aku kurang tau.” Naya kembali berpikir, ia memikirkan beberapa kemungkinan dari yang Abya katakan sebelumnya.

“Oke, kita lanjut ke penjelasan selanjutnya,” Sambung Abya. Ia mengotak-aktik layar kebiruan itu, Mengetikkan sesuatu disana. Layar biru itu pun menunjukkan gambar yang berbeda. Manusia setengah kucing, itulah gambar yang ditunjukkan oleh layar biru itu. Naya berhenti berteori, ia fokus ke penjelasan Abya yang berikutnya. “Makhluk ini adalah manmal, manusia setengah hewan. Dia ada di dua tempat, di dunia lain. Spesies manmal ada banyak, yang ada di layar ini manmal spesies kucing. Mereka memiliki kekuatan berbentuk elemen. Elemennya terdiri dari, api, air, es, dan angin. Cara menandai manmal mempunyai kekuatan apa hanya perlu kita lihat dari matanya, Mata mereka akan memiliki warna yang sama dari elemen itu. Akan kutampilkan gambar elemen dan warnanya dilayar.” Abya mengetikkan sesuatu lagi. Di samping gambar manmal muncul sebuah gambar elemen dan warna elemennya. Elemen api berwarna orange, elemen angin berwarna putih, elemen air berwarna biru muda, elemen es berwarna cyan.

“Apakah manmal bisa memiliki dua elemen?”

“Bisa. Jika mereka memiliki dua elemen mata mereka akan mempunyai dua warna. Umumnya, manmal yang memiliki lebih dari satu elemen adalah manmal yang kuat.”

“Oke, aku paham sekarang. Jadi, bisa kita mulai kelas menembaknya? Kau sudah punya guru yang bisa mengajariku, kan?” ucap Naya yang sudah bosan dengan teori kekuatan atau apalah itu.

“Ya, kita bisa mulai kelasnya. Orangnya juga sudah kutemukan.” Abya menyentuh permata kalung itu. Seketika, layar yang memisahkan mereka menghilang. “Tapi, cepat sekali kau merasa bosan,” sambung Abya sambil mengambil kalung itu, lalu memakainya.

“Itu karena aku tak ingin belajar teori di kelas sihirku.” Naya bangkit dari duduknya. Ia berjalan ke rak yang menyimpan buku penghubung ke rumah sang pendosa, mengambilnya dari sana, memberikannya kepada Abya untuk membuka portal menuju ke sana.

“Setidaknya, kau harus tahu tentang hal itu.” Abya menerima buku itu, membukanya, mengucapkan sihir pembuka gerbang. Sebuah portal pun muncul setelahnya.

...###...

“Halo muridku,” sapa sosok wanita yang memiliki kuping kucing di kepalanya, kumis dikedua pipinya, dan ekor yang panjang. Rambut sosok itu berwana biru laut dan dikuncir kuda. Matanya berwarna cyan. sosok itu melambaikan tangannya ke Naya. Naya mengerjap-erjapkan matanya, lalu menguceknya.

“Kau kenapa?” sosok itu mendekatkan wajahnya ke Naya, membuat Naya terlonjak kaget saat ia berhenti mengucek matanya. Ini bukan mimpi, manmal benar-benar ada disini.

“Kenapa kau membeku di pintu gerbang, Naya?” Naya dan manmal itu menatap Abya yang baru saja masuk ke tempat ini. portal yang ada di belakang Abya tertutup. Ia melihat ke dua makhluk itu tanpa rasa terkejut sedikit pun. “Kau sudah datang ternyata, kucing. Selamat datang.”

“Panggil aku Emi, Abya.” manmal wanita itu berdiri dengan tegak, ia berkacak pinggang sambil melihat ke Abya.

“Baiklah, aku akan memanggil namamu saat aku ingin melakukannya.” Abya berjalan ke mereka berdua sambil memegang buku ajaib milik Naya, lalu merangkul Naya yang masih bingung dengan keadaan saat ini. “dia Naya, anak kecil yang akan menjadi muridmu.”

“A-apa?! Dia … guru … ku?” Naya melepaskan rangkulan Abya, lalu menunjuk manmal yang sedang ada di depannya. Dirinya tak menyangkan akan memiliki guru setengah hewan. Ia pikir, gurunya adalah sosok misterius yang ramah dan mirip seperti sang pendosa. inilah pentingnya untuk tidak ber-ekspektasi terlebih dahulu.

“Iya, aku gurumu. Apa kau keberatan dengan itu?” Emi memicingkan matanya.

“Ti-tidak, aku hanya … tidak menduganya.” Naya gelagapan. Ia melambaikan kedua tangannya di depan dada sambil tersenyum kaku. Emi tersenyum, senang karena muridnya tak menolaknya. Ia menjulurkan tangannya, hendak memperkenalkan diri.

“Senang mendengarnya. Aku Emilia, manmal kucing ber-elemen es.”

Naya meraih uluran tangan itu. “Aku Naya. Aku tau itu. Mohon kerja samanya.”

“Iya. Tapi, aku seperti pernah melihat wajahmu sebelumnya. Di mana, ya?” Emi berpikir. Ia mengetukkan dagunya menggunakan jari telunjuknya.

“Iya juga, aku seperti pernah melihat wajahmu juga.” Naya melakukan hal yang sama.

Abya menghela nafasnya. “Kalian pernah bertemu di uks sekolah,” ucap Abya yang membuat keduanya mengingat sesuatu. Mereka pun saling tunjuk. Wajah ramah di kedua orang itu sudah tak terlihat lagi.

“Kamu si penjaga uks!”

“Kamu bocah perempuan yang menyebalkan!”

Ucap keduanya secara bersamaan. Mereka pun kembali melihat Abya dengan raut wajah kekesalan. Abya merasakan perasaan yang tidak enak, sepertinya ia akan mendengarkan ucapan panjang dan lebar dari mereka.

“Apa-apaan ini, Abya! Aku tidak ingin punya guru yang menyimpan sampah di tasnya. “

“Dan aku juga tak ingin punya murid yang cengeng.” Sosok itu melipat kedua tangannya di depan dada.

“Kau bilang apa barusan?! Dasar pengumpul sampah!” Naya membelalakkan matanya. Emi mendecak, lalu mendekatkan wajahnya ke Naya.

“Bocah yang ingin tahu segala hal tentang orang lain, lebih baik tutup mulut.” Tatapan bermusuhan muncul di mata mereka. Mereka berdua seolah-olah musuh yang dipertemukan tanpa sengaja. Abya menghela nafasnya, menjatuhkan buku yang ia pegang ke rumput, lalu memegang wajah kedua orang itu. Bukannya tenang, kedua makhluk itu semakin berbicara dengan nada yang kasar. Hal ini tentu mengundang kemarahan Abya seketika.

“KALIAN BERDUA DIAMLAH! DISINI KITA UNTUK BELAJAR, BUKAN UNTUK BERKELAHI!” Suasana mendadak hening. Abya menarik nafas, lalu menghembuskannya, menenangkan dirinya sendiri agar tidak marah lagi ke dua makhluk di kiri dan kanannya. Abya berhenti memegang wajah kedua orang itu. “Sekarang minta maaflah kalian berdua,” ucap Abya dengan mata dinginnya.

Naya dan Emi mendecak, mereka sama-sama mengulurkan tangannya, tak mau melihat satu sama lain. “Maaf,” ucap mereka secara bersamaan.

“Lalukan yang benar. Minta maaf sambil bertatapan.”

Mereka berdua saling tatap. Emi meraih uluran tangan Naya, lalu menggoyangkannya. "Maafmu ku terima.”

“Aku juga.”

“Jadi kau ingin latihan apa sekarang, Naya?” tanya Abya yang membuat Naya berpikir.

“Panah yang di ujungnya terdapat kekuatanku, cocok juga untuk menjadi yang pertama dipelajari.”

###

Timira membuka matanya perlahan. Saat matanya sudah stabil, ia melihat tiga orang anak elf mengelilinginya, mereka semua adalah perempuan. Satu anak perempuan menoel pipinya. Sementara yang lain, menepuk-nepuk pelan keningnya. Tiga anak kecil itu tersenyum, lalu saling tos karena mereka rasa tindakan mereka tidak sia-sia.

Timira mendudukkan dirinya, menatap anak-anak itu yang juga sedang menatapnya dengan bingung. Tiga orang anak itu kotor dan berpakaian lusuh, rambut putih mereka juga tidak beraturan. Satu anak yang lebih tua berlari ke jeruji besi, menyampaikan ke seseorang tentang sesuatu dengan girang. Dua anak melambaikan tangannya ke wajah Timira, Timira menyingkirkan tangan itu dengan kasar, membuat anak-anak itu terkejut. Anak kecil yang tadi mengobrol di jeruji dengan seseorang melihat ke mereka.

“Kalian siapa?” tanya Timira sambil menatap dingin ke dua orang anak yang sedang berpelukan karena ketakutan.

“Mereka adikku, jangan kasar pada mereka,” ucap anak yang mengaku sebagai seorang kakak. Elf kecil itu mengelus-elus kepala kedua adiknya, membuat mereka sedikit tenang.

“Maaf, tapi aku adalah orang yang waspada terhadap sekitar.” Timira mengeluarkan belatinya, bersiap menyerang kalau ada sesuatu yang berbahaya. Ia Masih waspada kepada tiga bersaudara itu.

“Kau boleh bersikap waspada. Tapi, kau tidak boleh mengeluarkan belatimu kepada orang-orang yang sudah menyelamatkanmu.”

“Menyelamatkan?” timira mengerutkan keningnya.

“Iya, menyelamatkan.” Sosok itu berjalan ke Timira. Timira memegang belatinya dengan erat, ia menatap sosok itu dengan tajam. “Kami bangsa elf yang ditemukan oleh putra mahkota di jalan. Tugas kami adalah untuk membangunkan mu dengan sihir penyembuh kami.” Sosok itu berdiri di hadapan Timira yang sedang duduk. Ia menatap Timira dengan lekat. “Sebentar lagi makananmu akan datang. Sembunyikan belatimu, aku tidak mau adikku ketakutan karena benda tajam itu.

Timira menatap mata sosok itu, memastikan apakah ia berbahaya atau tidak. Timira menghela nafasnya, lalu menyimpan belatinya, ia tak lagi merasa waspada kepada tiga elf bersaudara itu. “Sudah kusimpan. Sekarang, lebih baik kau sembunyikan aura menakutkan mu, badan adik-adikmu gemetar karena aura itu.” Timira tersenyum smirk kepada sang kakak. Sang kakak hanya mengabaikan senyum itu, ia mendekat ke adik-adiknya, hendak memberikan lagu penenang sambil memeluk mereka. Namun, salah satu anak perempuan yang memiliki rambut pendek malah mendorong sang kakak. Ia menarik anak perempuan yang sedang memegang boneka beruang yang usang, lalu berlari ke Timira dan keduanya memeluk sosok itu secara tiba-tiba. Timira terkejut. Ia menatap kakak elf dan adik-adiknya secara bergantian.

Sang kakak menghela nafasnya, lalu duduk di tanah. “sepertinya mereka terlalu takut sehingga menempel padamu, nona. Cepat tenangkan mereka, kemudian berikan mereka padaku, biar aku yang buat mereka tertidur.”

“A-apa? H-hei, aku tidak ahli dalam mengurus anak kecil-“ tubuh Timira menegang anak-anak kecil itu mengeratkan pelukan mereka. Sang kakak tertawa kecil memperhatikan adik-adiknya. Kali ini, Timira yang menghela nafas. “Anak-anak, berhentilah takut. Kakak kalian bukanlah monster yang akan memakan kalian.”

Anak kecil yang memiliki rambut pendek mendongak ke Timira. “Apa itu benar?” Timira tersenyum saat pertanyaan konyol itu muncul dari anak itu. Si rambut pendek melihat ke kakaknya yang juga sedang tersenyum ke mereka. Sayangnya, senyum itu terlalu naik, membuat si rambut pendek kembali mendongak ke Timira sambil mengerucutkan bibirnya. “Kau bohong, dia bukan kakakku.”

Timira menatap jengkel kepada orang yang kembali menertawai dirinya. Anak kecil yang memegang boneka melihat ke kakaknya yang sedang tertawa, lalu menyentuh tangan si rambut pendek. Si rambut pendek menatap ke adiknya, ia melihat ke mata anak itu, melihat ke kakaknya setelahnya, kemudian menatap ke adiknya lagi. Mereka berdua mengangguk, melepaskan pelukan Timira yang membuat Timira mengalihkan pandangan ke mereka. “Terimakasih,” ucap mereka bersamaan sambil tersenyum. Mereka berdua pun berjalan ke si kakak, memeluknya dengan erat, mendongak kepadanya. “Cepat nyanyikan lagu tidur untuk kami.”

Si kakak tersenyum, lalu mulai bernyanyi. Dua anak kecil yang menempel padanya seketika tertidur karena suara merdunya. Si kakak menatap Timira yang juga sedang menatap mereka. Sosok itu menaruh telunjuknya di depan bibir merahnya, menyuruh Timira untuk tak bersuara. Timira mengangguk, tak perlu diperintahkan ia pasti sudah diam.

Timira melihat ke jeruji besi. Ia tau tempat apa ini tanpa perlu diberi tau oleh orang-orang. Lilin yang menjadi penerang tempat ini, tahanan- tahanan yang masih sama, dan tanah yang menjadi lantai tempat ini adalah tempat yang sering ia kunjungi sebelumnya. Tempat ini adalah penjara di kerajaan Orion, kerajaan cahaya. Beberapa menit kemudian, sebuah makanan turun dari langit kamar ini. Makanan itu dilapisi oleh plastik, jadi tak membuatnya kotor saat di jatuhkan. Timira hanya menatap makanan itu sekilas, lalu kembali menatap keluar jeruji besi. Timira mengeluh kesakitan saat ada sesuatu yang mendarat di kepalanya. Ia menatap si kakak elf dengan kesal.

“Itu makananmu, makanlah. Seorang penjahat tak boleh membuang makanannya.” Timira memutar matanya malas. Ia mendecak, lalu tidur di Kasur putih yang entah milik siapa. Perempuan itu sama sekali tidak memedulikan makanannya.

Si kakak elf menghela nafasnya, menyerah karena sikap tahanan kecil itu sangat menyebalkan. Ia mengelus-elus kepala adik-adiknya sambil menatap ke lilin yang ada di luar jeruji besi.

“Putra mahkota akan kemari melihatmu. Ia akan sedih atau marah, jika kau tidak menghabiskan makanan itu.”

“Aku tidak peduli dengannya.”

“Kau orang yang unik, ya.”

“Tidak juga. Aku hanya anak kecil perempuan yang menyebalkan.” Timira melihat ke langit-langit kamar penjaranya. Dirinya melihat senyum Naya disana, senyum manis dari seseorang yang mirip dengannya. ‘kira-kira bagaimana kabarnya, ya? Semoga dia baik-baik saja,’ batin Timira sebelum ia tertidur lelap.

1
apayaaaa
bagus bet, seruu fantasi nya
ajab_alit: makasih atas komentarnya kakak
total 1 replies
Yusup Muzaki
terasa kdunia pantasi ...walw ceritanya masih blom dpahami
ajab_alit: nanti lama-lama juga ngerti kok, kak.
total 1 replies
Shinn Asuka
Setting ceritanya memang hebat banget! Bener-bener dapet jadi mood baca di dunia fiksi ini. ❤️
ajab_alit: terimakasih
total 1 replies
XVIDEOS2212
Gak sabar lanjut baca!
Debby Liem: tuiiooooo
ajab_alit: untuk kelanjutan akan saya up besok. di tunggu saja ya/Smirk/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!