Kisah seorang pria yang tidak lagi mau mengenal cinta, karena bayang masa lalu yang terlalu menyakitinya. Begitu banyak cinta yang datang dan mencoba mengetuk.
akankah ada sosok perempuan yang mampu mengubah kehendaknya?
adakah perempuan yang akan mampu mencuri perhatiannya?
ikuti kisahnya dalam cerita author "COLD WORD"
kisah ini hanya berdasarkan imajinasi author saja. jika ada kesamaan nama tokoh, ataupun latar, merupakan suatu kebetulan yang dibetul-betulkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
COLD WORDS >>> 24
Baik Tama maupun Tyas tak mengira akan ada orang yang mengenal Tama tiba-tiba datang. Dan entah kenapa si wanita cantik itu sok tahu dan asal berteriak untuk menyapa.
"Aduh, aku harus gimana nih?" gumam Tyas lirih di dalam bilik Pas.
"Dira, itu bukan mamah, itu temanku." ucap Tama.
"Oh? Maaf, biasanya kamu kalau ke tempat seperti ini selalu sama Tante." ucap maaf Andira. "Jadi, perempuan atau laki-laki? Pacarmu kah?"
"Dia cuma orang lewat." jawab Tama ngasal.
"Haah? Kamu masih saja aneh." terlihat raut wajah heran di wajah Andira.
Tama mengatupkan kedua bibirnya, lalu menggeleng sambil mengernyitkan dahi berharap Andira segera meninggalkannya.
"Apaan sih? Aku jadi curiga." ujar Andira diluar dugaan Tama. "Jadi kamu sudah pacaran lagi? Siapa gadis yang beruntung itu? Aku harus menunggunya keluar kalau begitu."
Tatapan curiga mendominasi wajah Andira, sedikit memicingkan mata, menyelidik keseluruhan ekspresi Tama. Tapi ekspresi Tama yang berusaha membelalakkan mata sipitnya, dengan mulut mengatupkan dan pipi sedikit mengggembung justru membuat Andira merasa lucu dan terkekeh.
"Sudah fix itu yang di dalem pacarmu, ekspresimu menjelaskan semuanya." ucap Andira diantara gelak tawanya.
"Bukan! Dibilang itu cuma orang lewat yang butuh bantuan." Tama mengembalikan ekspresi datar di wajahnya.
"Hilih, nggak mungkin orang lewat kok dibeliin baju baru. Ini bukan toko murahan, aku hapal seleramu." lagi-lagi Andira berbicara tanpa disaring. "Hati-hati kalau cuma bantuin orang lewat, salah-salah Nemu orang matre nanti."
"Ssssstttt" Tama mencerca Andira dengan menunduk mendekatkan wajahnya ke wajah Andira.
Mata sipit yang dipaksa melotot, dengan telunjuk menempel pada mulut, mengisyaratkan agar Andira berhenti mengucap. Dan benar saja, Andira terdiam dan mematung seketika.
"Jantungku!!!! Oh matanya masih saja seperti itu, wajahnya makin ganteng, penampilannya semakin macho. Oh,,, ya ampun beruntung banget Martha." gumam Andira dalam hati. "Gimana ya rasanya jadi wanita kesayangan Tama. Uh,,, sayangnya si batu ini susah banget digapai."
"Jangan melamun!! Aku mau pergi." ujar Tama membuyarkan lamunan Andira.
Tama berjalan meninggalkan Andira yang masih tertegun menatap punggungnya.
.
.
.
Sementara itu Tyas mendengar semua percakapan Tama dan Andira di dalam fitting room, sedikit kesal dengan apa yang dilontarkan Tama.
"Jadi aku ini cuma orang lewat ya?" wajah kesal sangat terlihat di wajah Tyas.
"Dasar laki-laki sok cool. Kupikir dia tulus bantuin, taunya ngeselin. Terus ngapa juga tadi maksa narik-narik? Ngambilin baju-baju banyak ini suruh buat apa?" monolog Tyas sambil menunjuk-nunjuk bayangan dirinya ke cermin besar di sekeliling bilik itu.
"Ah, jangan-jangan dia cuma nyuruh aku milih, habis itu bayar sendiri pula? Mana ini baju nggak ada yang murah lagi!! Dasar manusia batu!!! Sekali batu tetaplah batu!!" Tyas semakin kesal dengan isi pikirannya sendiri.
"Untung baru nyoba beberapa, tapi emang bagus-bagus sih pilihannya, mana ukurannya bisa pas juga." sesaat Tyas kembali tersipu dan tersadar lagi setelahnya.
"Mimpi apa aku sampai si batu tiba-tiba jadi manusia baik. Kalau benar-benar terjadi, pasti tanda akhir jaman, atau bisa juga tanda aku yang mulai nggak waras." Tyas menghela nafas sambil terus menggerutu dan merapikan lagi baju-baju pada gantungannya, kemudian memakai kembali kemejanya miliknya.
"Dah lah, bajuku dah mulai kering, tinggal setengah hari juga kerjanya, toh aku bekerja cuma ketemu sama mesin fotokopi, nggak akan protes juga mesinnya. Mahal banget ini baju, mending besok beli di marketplace."
Tyas memutuskan untuk mengembalikan semua baju-baju tanpa membelinya satupun. Setelah selesai membenahi bajunya sendiri, Tyas keluar dari fitting room.
"Mari saya bantu pengemasan dan pembayarannya, mbak." sambut seorang pegawai toko dengan senyum manis dan bening yang lebar selebar lapangan golf. (🥴)
Tyas terkejut dengan sambutan yang sangat tidak dia duga. Beberapa saat ia bengong saat pegawai toko mengambil alih semua baju-baju yang tadi dibopongnya. Tyas mengedipkan kedua matanya beberapa kali, ia benar-benar tak menyangka akan hal itu.
"Eh, tapi mbak,,,, aku anu,,,, aku nggak jadi beli." Tyas tersadar dan mengejar si mbak pegawai toko.
"Tapi pacarnya mbak tadi bilang suruh bayar semua yang dibawa sama mbaknya, beliau meninggalkan kartu untuk membayar semua." petugas toko menjelaskan.
"Eh, tapi anu,,,," Tyas celingak-celinguk mencari dimana keberadaan Tama. Sementara itu pegawai toko sat-set das-des membereskan semua baju-baju dan memproses pembayaran dan pengemasan.
"Ini mbak, sudah selesai, terimakasih sudah berbelanja." ucap seorang pegawai toko lagi-lagi dengan senyum lebar dan anggukan badan sangat sopan.
"Aduh, cepet banget mbak, semua untuk saya ini? Saya lagi nyari orangnya loh. Aduh, gimana ini? Baju sebanyak ini?"
"Ah, ini kartu si mas nyatadi, katanya suruh nitipin ke mbak kalau sudah selesai. Beliau buru-buru katanya tadi." kata pegawai toko yang satunya lagi.
"Beruntung sekali mbaknya punya pacar yang nggak pelit." sahut pegawai toko yang lain lagi.
"Dan ganteng banget." ujar satunya lagi.
"Ah, iya mbak." Tyas bingung harus bereaksi bagaimana, iaa hanya bisa meringis, lalu berpamitan seperlunya.
Total 3 goodie bag berukuran besar ditenteng Tyas menuju ke kedai gado-gado yang tadi. Dalam hati ia terus menggerutu dan memasang wajah kesal tak terampuni lagi. Langkah kakinya ia percepat untuk mengejar Tama.
"Dasar laki-laki gila. Buat apa membayar semuanya? Memangnya uangnya sebanyak apa? Dia pikir aku tak punya uang apa? Aku cuma nggak niat beli aja. buat apa cuma baju aja harus mahal-mahal. Baju sebanyak ini suruh buat apa?" Tyas menghentikan langkah dan berteriak. "Sialan!! Dia menghinaku habis-habisan!!!"
Beberapa orang yang melewati Tyas terkejut dengan teriakan Tyas, mereka memandang aneh pada Tyas yang tampak kerepotan membawa goodie bag besar itu.
"Kenapa juga langsung pergi!!!! dasar orang gila!!! Manusia batu!!!" Tyas kembali berteriak melampiaskan kekesalannya, tak peduli banyak mata yang terus memandangnya dengan tatapan aneh.
"Dia gila. Sudah habis uangnya untuk belanja itu." bisik seseorang sambil berlalu melewati Tyas.
"Iya, aku memang gila. Aku cuma orang lewat yang gila!!" ujar Tyas lagi.
"Beneran gila itu orang. Wkwkwkw." sahut si teman orang lewat tadi.
Tyas kembali berjalan cepat menuju kedai gado-gado, sambil mempersiapkan apa saja makian dan Omelan yang akan dia lontarkan pada Tama. Tyas sudah merangkai beberapa kalimat-kalimat yang akan dia sampaikan sebagai bentuk protes pada Tama yang bersikap seenaknya.
"Loh!! Mas Arwan? Kok sendirian? Si manusia batu mana?" Tyas celingak-celinguk mencari keberadaan batang hidung Tama.
...****************...
To be continue....
tetep👍