Seruni adalah seorang gadis tuna wicara yang harus menghadapi kerasnya hidup. Sejak lahir, keberadaannya sudah ditolak kedua orang tuanya. Ia dibuang ke panti asuhan sederhana. Tak ada yang mau mengadopsinya.
Seruni tumbuh menjadi gadis cantik namun akibat kelalaiannya, panti asuhan tempatnya tinggal terbakar. Seruni harus berjuang hidup meski hidup terus mengujinya. Akankah ada yang sungguh mencintai Seruni?
"Aku memang tak bisa bersuara, namun aku bisa membuat dunia bersuara untukku." - Seruni.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanpa Pamrih
POV Author
Sisilia Putri Agdio, seorang gadis cantik dengan wajah penuh kekhawatiran berjalan menuju ruang tunggu UGD untuk berterima kasih pada sang penyelamat Daddy-nya. Matanya tertuju pada pemuda tampan yang usianya tak jauh beda dengannya.
"Maaf, Mas yang menolong Daddy aku ya?" tanya Sisil.
Tak mendapat jawaban karena ternyata pemuda itu sedang tertidur pulas, Sisil pun menepuk bahu pemuda tersebut yang langsung terkejut dan membuka matanya.
Mata mereta bertaut, saling tatap tanpa berkedip. Keduanya seakan terpesona dengan lawan jenis di depan mereka. Sisil cepat-cepat menguasai dirinya, ia langsung ingat apa tujuan utamanya menghampiri pemuda tersebut. "Maaf aku membangunkan tidurmu. Benar kamu yang sudah menolong Daddy-ku? Maksud aku ... Pak Dio?"
Kavi kini tersadar penuh. Ia tersenyum ramah dan menganggukkan kepalanya. "Iya, Mbak, benar. Aku yang membawa Pak Dio ke rumah sakit. Sebenarnya, aku mau mengurus perpindahan Pak Dio ke kamar rawat, namun pihak administrasi tidak mengizinkan kecuali keluarganya sendiri yang datang mengurus."
Kavi berdiri lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Celana jeans yang berwarna sudah usang dan dipotong di atas lutut. Nampak celana jeans tersebut yang semula agak basah kini sudah mulai kering, begitupun dengan kaos yang dikenakannya namun semua itu tak mengurangi ketampanan yang Kavi miliki.
Sisil jadi bertanya-tanya dalam hati, benarkah pemuda di depannya adalah tukang cuci mobil? Wajahnya tidak sesuai sekali meski penampilannya memang seperti tukang cuci mobil pada umumnya. Dalam hati Sisil timbul rasa iba. AC di rumah sakit ini lumayan terasa dingin dan pemuda itu sejak tadi menunggu di ruang tunggu dengan pakaian yang agak basah. Sisil merasa tak tega.
Kavi memberikan dompet milik Daddy Dio yang sejak tadi ia taruh di saku celananya. "Maaf, Mbak, dompet milik Pak Dio aku pegang. Tadi saat aku membawa ke rumah sakit, pihak rumah sakit meminta identitas Pak Dio dan aku terpaksa harus mengeluarkan kartu identitas dari dalam dompet pribadinya. Ini, silahkan diperiksa, takut ada yang hilang atau kurang."
Sisil menerima dompet yang diberikan oleh pemuda tersebut dan memeriksa isinya. Pemuda di depannya memang benar-benar jujur, dompet milik Daddy Dio yang berisi banyak uang tunai tidak berkurang sedikitpun. Ia memang benar-benar tulus ingin menolong.
"Satu lagi, Mbak. Maaf tadi aku memecahkan kaca jendela mobil Pak Dio. Aku akan mencicilnya untuk mengganti rugi," kata Kavi.
"Oh, tidak usah diganti. Aku tahu kamu terpaksa melakukannya untuk menyelamatkan Daddy," tolak Sisil.
"Hmm ... baiklah. Jika sudah selesai, aku boleh pulang, Mbak?" tanya Kavi membuat Sisil merasa tak enak hati.
Sisil masih tak percaya kalau di dunia ini masih ada orang yang begitu tulus menolong tanpa pamrih. "Maaf nama kamu siapa? Nanti kalau Daddy sudah sadar, aku akan memberitahu siapa yang sudah menolongnya."
"Namaku ... Kavi."
"Aku Sisil." Sisil mengulurkan tangannya untuk berkenalan. Kavi membalas uluran tangan Sisil dan terus menatapnya dengan lekat. Ia mengagumi kecantikan Sisil yang cantik tanpa sapuan make up sama sekali.
Sisil melepaskan tangannya lalu mengambil semua uang di dalam dompet Daddy Dio lalu memberikannya pada Kavi. "Tolong diterima ya, sebagai balas budi karena sudah menolong Daddy."
Kavi menggelengkan kepalanya. Ia menolak uang pemberian Sisil. "Tidak usah, Mbak. Aku ikhlas menolong Pak Dio."
"Jangan begitu, Mas. Terima saja ya!" pinta Sisil lagi.
Kavi kembali menolak uang yang Sisil berikan. "Tidak, Mbak. Aku tak bisa terima. Karena Pak Dio sudah ada keluarga yang menjaga, aku pamit pulang ya, Mbak."
"Tapi, Mas-" Sisil tak berhasil mencegah kepergian Kavi. Sisil baru sadar setelah Kavi pergi, ia bahkan belum mengucapkan terima kasih. "Sisil bodoh!"
****
Runi menunggu kepulangan Kavi dengan cemas. Ia sudah beberapa kali bolak-balik di dalam rumah menanti kepulangan sang buah hati. Hari sudah larut malam namun Kavi belum pulang juga.
Ketika pintu rumah diketuk, dengan langkah cepat Runi membukakan pintu dan memeriksa tubuh Kavi. Mata Runi tertuju pada tangan Kavi yang diperban.
"Kenapa?" tanya Runi dalam bahasa isyarat.
"Aku tak apa, Bu. Aku habis menolong orang. Sudah diobati kok." Kavi masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu rumah kontrakan mereka yang sempit.
Runi mengambilkan air mineral dan makan untuk Kavi. Ia tahu anaknya kelaparan, terlihat dari wajahnya yang lemas.
"Terima kasih, Bu. Ibu tahu saja kalau aku lapar. Hatchiiim!" Kavi bersin. Ia mulai flu. Tubuhnya tak enak, harus menunggu dengan baju agak basah di ruang UGD yang dingin.
Runi pergi ke dapur dan kembali dengan air hangat. Wajah Runi terlihat makin khawatir. Bagaimana tidak, anaknya pulang larut, kelaparan dan flu. Runi dengan sabar menunggu sampai Kavi cerita apa yang telah terjadi.
Sambil makan, Kavi menceritakan apa yang terjadi hari ini. Bagaimana ia menyelamatkan nyawa Pak Dio lalu menungguinya di rumah sakit. Sikap Kavi membuat Runi bangga akan kebaikan dan keberanian anaknya.
Hatciiiim!
Kavi terus bersin. Kepalanya agak pusing dan badannya demam. Runi sudah memberi obat pada Kavi. Kini Kavi tertidur pulas dengan kepala yang dikompres Runi.
****
"Bu, Kavi mau kerja dulu ya!" pamit Kavi.
Runi menatap Kavi dengan tatapan melarang. "Tidak boleh! Kamu baru sembuh dari sakit, tidak boleh kerja!"*
"Kavi sudah sehat, Bu."
Runi tetap tak mengizinkan Kavi bekerja. Tak mau membuat Runi marah, Kavi pun menuruti perintah Runi. Keesokan harinya pun Kavi tak dikasih ijin bekerja. Saat dirasa Kavi sudah benar-benar sehat, barulah Runi mengijinkan Kavi pergi kerja.
Kavi meminta maaf pada pemilik cuci steam karena dua hari tak masuk kerja. "Tak apa, saya maklum, Vi. Oh iya, sejak kemarin ada yang mencarimu terus."
"Mencari saya, Pak? Siapa?" tanya Kavi.
"Artis terkenal. Ganteng banget."
Kavi mengernyitkan keningnya. "Artis terkenal? Kenapa mencari saya ya, Pak?"
"Wah, saya tidak tahu, Vi. Katanya mau datang lagi. Saya tidak tahu rumah kamu. Kalau tahu sudah saya antarkan. Sudah, kamu lanjut bekerja saja! Ada mobil yang mau dicuci tuh!" Tunjuk pemilik cuci steam pada antrian mobil yang hendak dicuci.
"Baik, Pak."
Kavi kembali sibuk mencuci mobil dan motor sampai salah seorang temannya memberitahu Kavi kalau ada yang mencarinya. Kavi meninggalkan pekerjaannya dan datang menemui tamunya.
Betapa terkejutnya Kavi saat melihat siapa yang mencarinya. Artis yang selama ini selalu ada di berita. Artis yang ia komentari akibat menyembunyikan pernikahannya.
Kevin tersenyum melihat Kavi. "Mas Kavi ya? Perkenalkan, aku Kevin."
"Kevin? Kenapa artis terkenal seperti Kevin mencariku?" batin Kavi.
****
cerita nya GK prnah bertele2.smua novel miZzly sudah hbis AQ baca..kdang smpe d ulng2