Dark Chaser

William melihat mayat yang hampir tidak dikenali di depannya. Dari usia, bentuk tubuh, dan gendernya, dia cukup yakin kalau pria ini adalah ayah dari Theodore Woods.

"Ini benar-benar memperumit segala sesuatu," gumam pria itu dengan ekspresi suram.

William berjalan keluar dari rumah itu dengan tenang. Dia mengeluarkan ponselnya lalu mulai menelepon.

'Ada apa Bos? Bukankah itu hanya dugaan? Sudah kubilang—'

"Aku tidak asal menebak. Jelas ada yang salah di sini. Ayah Theodore Woods terbunuh," sela William tidak sabar.

'EH? Apa? Bagaimana bisa—'

"Panggil Brian. Kalian berdua akan berangkat bersama! Aku akan menelepon orang tua Lorenzo dan lainnya. Aku akan menghubungimu nanti."

William langsung memberi tugas. Setelah itu, dia langsung mematikan panggilan lalu menelepon nomor lain.

Saat itu, ekspresinya tampak lebih serius dibandingkan sebelumnya.

...***...

Satu hari yang lalu.

Setelah berbincang dengan William, Theodore berjalan menuju ke rumah.

Ya, dia berjalan. Tidak naik taksi atau bus. Tidak pergi ke sekolah dengan sepeda, apalagi motor atau mobil.

Ekspresi Theodore sedikit sedih, tetapi masih memiliki sedikit harapan dalam hatinya.

'Dunia ini benar-benar tidak adil. Namun, setidaknya masih ada beberapa orang yang baik.'

Memikirkan itu, Theodore menghela napas panjang. Dia merasa sangat lelah menjalani kehidupan ini. Namun, pemuda itu tahu kalau hidup akan terus berjalan, kecuali dia menghentikannya dengan mengakhiri dirinya sendiri.

'Berhenti berpikir negatif. Berhenti memikirkan hal yang tidak-tidak. Lebih baik fokus pada sesuatu yang masih bisa aku kontrol.'

Theodore merasa kecewa, tapi dia tahu dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.

William berkata untuk membantunya mencari keadilan, tetapi tetap saja tidak bisa menghentikan semuanya.

Beginilah cara dunia bekerja. Sulit bagi rakyat biasa seperti dirinya untuk mencari keadilan.

Banyak rakyat jelata yang dipenjara begitu lama hanya karena mengambil sepotong roti.

Ada juga orang yang mencuri uang rakyat begitu banyak sampai-sampai jumlahnya bisa mengubur atau menenggelamkannya sampai mati.

Mirisnya, yang terakhir hanya dihukum penjara begitu singkat. Hanya dua atau tiga tahun dan denda yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan apa yang dia ambil.

Tidak berhenti di sana. Bahkan penjara mereka lebih mirip hotel, lengkap dengan peralatan elektronik, dan bisa dibilang perabot rumah itu lengkap.

Jika ditanya, jawabannya adalah menjaga hak asasi manusia.

Jadi, apakah orang-orang kecil yang dikurung dalam sel sempit dimana mereka harus berhimpitan itu bukan manusia? Mungkinkah mereka binatang?

Theodore tahu kalau hidup ini tidak adil. Dia tinggal dimana yang rendah diinjak oleh yang lebih tinggi.

Sebagai seseorang yang terlahir di posisi paling rendah, bahkan lebih rendah daripada orang-orang di distrik kumuh, bersekolah di St Roseweiss Academy benar-benar membuatnya tersiksa.

Jika mengetahui semua akan seperti ini, Theodore mungkin berpikir untuk menolak bersekolah di akademi tersebut. Lagipula, masih ada beberapa akademi yang mau memberinya beasiswa.

Hanya saja, nasi sudah menjadi bubur. Tidak akan yang berubah bahkan jika dia menyesalinya.

"Lupakan. Aku sudah mendapatkan banyak bantuan dari Mr William. Aku harus memanfaatkan kesempatan ini."

"Bertahan! Semua hal buruk ini pasti akan segera berakhir!"

Sambil terus memikirkan perubahan hidup yang akan terjadi, Theodore terus berjalan dan akhirnya sampai di depan rumahnya.

Saat berjalan memasuki pintu, tubuh Theodore gemetar ketika melihat ayahnya yang biasanya hanya mabuk untuk lari dari kenyataan sekarang berdiri sambil membawa piring. Tampaknya sedang menyiapkan makan malam.

Ya. Karena berjalan cukup jauh, dia masih terlambat setelah terburu-buru.

Baru sampai di rumah setelah matahari terbenam.

"Kenapa kamu berdiri diam di sana? Makan!" ucap pria paruh baya itu.

Mendengar ucapannya, tubuhnya gemetar hebat. Menahan diri untuk tidak menangis, dia terus mengangguk.

"Baik!"

Setelah itu, Theodore datang ke meja makan untuk makan malam bersama ayahnya.

Pada saat makan malam bersama, dia terkejut ketika melihat daging yang disiapkan oleh pria paruh baya itu. Memikirkan kehidupannya yang akan menjadi lebih baik lagi, dia menyeka air mata di sudut matanya.

Terlihat benar-benar lega.

Setelah makan malam, Theodore segera mencuci piring. Baru kemudian berlari ke halaman belakang dengan ekspresi bersemangat.

"Aku pulang, Coco!" teriaknya penuh semangat.

Theodore bingung. Biasanya Rottweiler itu segera muncul dan menyambutnya, tapi dia tidak bisa melihatnya.

"Coco! Kamu ada dimana, Coco?!"

Theodore berlarian di sekitar dengan ekspresi khawatir.

Saat itu, ayahnya keluar dari rumah dengan ekspresi tidak puas.

"Kenapa kamu terus berteriak?!" ucapnya tidak puas.

"Ayah! Apakah kamu melihat Coco? Aku tidak melihatnya sejak kembali!" balas Theodore dengan ekspresi khawatir.

"Untuk apa kamu begitu berisik. Bukankah Rottweiler tua itu hanya buang-buang makanan dan sia-sia? Kamu jelas telah memakannya tadi!" teriak pria paruh baya itu tidak puas.

"EH??!"

Theodore tertegun di tempatnya sejenak.

Kakinya tiba-tiba terasa lemah, dan dia langsung jatuh berlutut di tanah.

BLERGH!!

Pemuda itu langsung muntah, terus muntah dengan ekspresi terkejut dan tidak percaya. Dia benar-benar tidak percaya apa yang telah dilakukan olehnya.

Saat itu, ayahnya melihatnya dengan ekspresi jijik bahkan ingin memarahinya. Namun, akhirnya pria paruh baya itu masuk ke rumah tanpa mengatakan apa-apa.

Jika tidak mendengar kalau putranya akan mendapatkan kompensasi, dia tidak sudi memperlakukannya dengan baik.

Melihat reaksi putranya, pria paruh baya itu merasa jijik dan marah.

Merasa kalau bocah itu benar-benar tidak tahu terima kasih!

Theodore tidak peduli dengan ayahnya. Sebaliknya, dia terus tenggelam dalam kesedihan karena telah memakan sahabatnya.

Sahabat yang telah menemaninya bertahun-tahun saat suka dan duka.

Pada saat itu, suara bisikan terdengar di telinganya.

'Apakah kamu pikir semuanya akan berakhir dengan indah?'

'Apakah kamu berpikir kalau ayahmu peduli padamu?'

'Apakah kamu pikir mereka akan membiarkan kamu begitu saja?'

'Orang-orang itu, Lorenzo dan teman-temannya tidak akan membiarkanmu.'

'Setelah orang yang membantumu pergi, mereka akan membalas dendam padamu.'

'Masa depan yang cerah? Kamu terlalu banyak berpikir.'

'Kamu tidak akan pernah mengalami hal itu, dan kamu dengan bodohnya menanggung semuanya begitu saja.'

'Berhenti bertahan! Balas mereka semua! Balas apa yang telah mereka lakukan padamu!'

'Jika kamu mau membebaskan diri—'

Suasana tiba-tiba menjadi sunyi mencekam.

'Aku akan memberimu kekuatan untuk mengambil apa yang seharusnya menjadi milikmu.'

>> Bersambung.