He Is Mine

Tak menyerah sedikitpun, malam ini Abel nekat mendatangi club yang menjadi tempat pulang Victor. Seorang diri tentunya. Dia minta izin pada mommy dengan alasan lembur. Abel jadi seorang pembohong akhir-akhir ini.

"Permisi," ucap Abel. Dia berdiri di depan meja pantry yang terdapat seorang laki-laki dengan tato di lehernya.

"Ya? Anda ingin minum, nona?" tanya sang pria.

"Tidak. Aku ingin bertanya sesuatu, apa boleh?" tanya Abel.

"Kalau buka privasi, saya akan menjawabnya," jawab pria itu.

Abel terdiam sejenak. Dia ragu, tapi dia penasaran.

"Apa paman tau Victor? Beberapa hari lalu aku melihatnya di sini dan dia masuk ke dalam salah satu kamar. Aku pikir dia tinggal di sini. Hampir 4 hari Kak Victor tidak ada kabar, aku hanya ingin mengetahui kabarnya saja," ucap Abel panjang lebar.

"Maaf nona, kami tidak bisa membocorkan informasi tentang pelanggan," ucap pria itu.

Abel menghela nafas. "Sedikit saja, apa tidak bisa? Aku tidak akan menyebarkannya pada siapapun, janji!" bujuk Abel.

"Tetap tidak bisa, nona," ucap si pria.

Abel menghela nafas. Dia mengucapkan terimakasih setelah itu segera pergi dari sana.

"Menyebalkan sekali!" kesal gadis itu. Dia menutup pintu mobilnya dengan kencang.

Abel menghela nafas kasar. Dia menghubungi Paman Jo meminta untuk melacak nomor telepon Victor. Hanya ini cara satu-satunya untuk mengetahui lokasi pria itu.

Sembari menunggu Paman Jo mengirim lokasinya, Abel berusaha menghubungi Victor.

Katakan saja bahwa Abel bodoh karena mengejar-ngejar pria yang baru saja dia kenal. Sebelumnya Abel tak pernah seperti ini. Baginya Victor adalah orang paling sepesial. Biasanya para pria yang berusaha mendapatkan cintanya, tapi kali ini Abel nekat mengejar cintanya sendiri tanpa memikirkan resiko.

Beberapa menit menunggu, akhirnya Paman Jo mengirim sebuah lokasi. Ketika Abel membukanya, ternyata sebuah rumah sakit.

"Kak Victor sakit atau apa? Padahal sebelumnya kami bertemu dan dia baik-baik saja," gumam Abel. Dia pun segera tancap gas menuju ke sana.

Jika tentang Victor, Abel benar-benar nekat melakukan semuanya sendiri. Contohnya sekarang dia nekat mendatangi Victor sendirian, bahkan dengan berani masuk ke dalam club tadi. Memang benar, cinta itu membuat kita bodoh.

Sesampainya di rumah sakit yang besar, Abel segera bertanya pada salah satu penjaga. Tentu saja Abel membawa-bawa nama Victor.

Dan benar saja, sang penjaga itu mengatakan ruangan dimana Victor dirawat. Segera Abel menuju ke sana dengan jantung yang berdegup kencang.

"Ya Tuhan, ini benar-benar Kak Victor yang dirawat? Dia sakit apa?" gumam Abel. Dia sedang berada di lift sendirian. Letak ruangan Victor ada di lantai 10 tepatnya di ruang VVIP.

Sesampainya di lantai 10, Abel di kejutkan beberapa pria berbadan kekar memakai seragam satpam serba hitam. Bahkan Abel tak melihat orang-orang berkeliaran di sana, hanya ada para penjaga yang menjaga di setiap sudut.

"Apa aku salah lantai?" tanya Abel bergumam sendiri.

"Ah terserah! Yang penting aku bertemu dengan Kak Victor!" ucap Abel lalu dia berjalan menyusuri lorong untuk mencari ruang rawat Victor.

Melihat satu ruangan yang banyak penjaga dan beberapa orang yang Abel yakini adalah keluarga Victor, Abel pun berjalan ke sana. Tapi dua penjaga segera menghalangi langkah Abel.

"Maaf, nona. Anda tidak boleh ke sana," ucap penjaga itu.

"Kenapa? Itu ruang rawat Kak Victor kan? Aku ingin menemuinya, jangan menghalangi jalanku, paman, aku mohon," ucap Abel. Matanya sudah berkaca-kaca. Dia sangat ingin bertemu dengan Victor saat ini.

"Tidak bisa. Lebih baik anda pergi dari sini sebelum kami melakukan tindakan keras," peringat sang penjaga.

Raut wajah Abel berubah kesal. Jangan lupakan bahwa dia adalah gadis keras kepala yang susah diatur.

"Jangan melarang ku, paman! Aku bisa membuat kaki mu patah detik ini juga," ancam Abel.

Gadis itu berlari menerobos kedua penjaga tersebut, tapi penjaga yang lainnya segera menahan dan menyeret Abel pergi dari sana.

"Lepaskan aku! Aku ingin bertemu Kak Victor!" teriak Abel sambil memberontak.

Mendengar keributan yang tak jauh dari mereka berada, seorang pria paruh baya yang sedari tadi menunduk pun mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang telah membuat keributan di dekat ruang rawat anaknya.

"Siapa gadis itu?" tanyanya.

"Memalukan sekali!" sahut pria lainnya.

Samudra Domonic adalah mantan ketua mafia yang dulunya sangat disegani, mungkin sampai sekarang. Meskipun organisasi nya sudah tak lagi berjalan, tapi orang-orang yang mengenal Samudra Domonic pasti akan segan padanya. Dia adalah ayah dari Victor, teman-teman dan keluarganya memanggilnya dengan sebutan 'Sam'.

Ada juga William Domonic yang tak lain adalah adik dari Dad Sam. Lalu Rico Domonic adik kedua Dad Sam alias si bungsu.

Dad Sam, Paman Willy, Paman Rico serta Gio (anak Paman Willy) berada di depan ruangan Victor. Di dalam sana Victor sedang di periksa oleh dokter.

"Gio, coba kau lihat," titah Paman Willy. Telinganya terasa sakit mendengarkan teriakan gadis bar-bar itu.

Gio pun menurut. Dia segera menghampiri si nona pembuat onar.

"Ada apa ini?" tanya Gio menghentikan pergerakan para penjaga yang berusaha menyeret Abel.

"Kak, tolong aku! Mereka melakukan kekerasan! Lihat, tanganku sampai memerah dan terluka. Padahal aku hanya ingin bertemu Kak Victor saja." Abel mengadu seolah kenal dekat dengan Gio.

"Maaf, tuan. Nona ini hendak menerobos menuju ruang rawat Tuan Victor," ucap si penjaga.

Gio mengangguk paham. Tatapannya kembali pada Abel yang sedang meratapi lengannya yang memerah.

"Kau siapanya Victor? Apa kalian memiliki hubungan?" tanya Gio.

Abel mendongak menatap wajah tampan itu, tapi sayangnya masih tampan Victor nya.

"Aku pacarnya dan aku ingin bertemu Kak Victor. Bisa kan? Beberapa hari ini kami tidak bertemu. Aku khawatir ketika mendengar kabar bahwa dia masuk rumah sakit," jelas Abel.

Gio terdiam sejenak. Pada akhirnya dia mengajak Abel agar mendekat pada pamannya.

Mendadak Abel merasa canggung. Terlebih tatapan ketiga pria paruh baya itu sangat tajam seolah sedang mengulitinya hidup-hidup.

"Dia mengaku pacar Kak Victor, paman," ucap Gio pada Dad Sam.

Kedua alis Dad Sam terangkat. Sedikit terkejut mendengarnya. Selama ini Victor tidak mengatakan apapun tentang seorang gadis.

"Selamat malam, tuan," sapa Abel se sopan mungkin.

Dad Sam mengangguk sebagai jawaban.

"Apa boleh aku melihat kondisi Kak Victor?" tanya Abel to the point.

Sepertinya gadis ini bukan tipe orang yang penyabar, pikir Dad Sam begitu juga yang lain.

"Masih ada dokter di dalam," ucap Gio.

Abel pun mengangguk paham. Dia menghela nafas karena bisa melewati rintangan yang cukup melelahkan. Setidaknya usahanya tidak sia-sia malam ini.

***