🌹Alan Praja Diwangsa & Inanti Faradiya🌹
Ini hanya sepenggal cerita tentang gadis miskin yang diperkosa seorang pengusaha kaya, menjadi istrinya namun tidak dianggap. Bahkan, anaknya yang ada dalam kandungannya tidak diinginkan.
Inanti tersiksa dengan sikap Alan, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tempat Baru
🌹VOTE🌹
"Ayah, kita mau ke mana?"
Karena yang Inanti ingat, rumah bekas mereka dulu telah dijual untuk melunasi utang dari ayahnya.
"Ayah, kita mau ke mana? Ini mobil siapa?"
"Siapa nama anak itu, Nan?"
"Nadia, Yah."
"Alan yang kasih nama?"
Inanti mengangguk.
"B*jing*n itu," umpat sang ayah membuat Inanti was was. Seingatnya dulu ayahnya telah berubah menjadi lebih dekat dengan Tuhan, tapi yang Inanti lihat sekarang, ayahnya memperlihatkan mata penuh amarah yang belum tertuntaskan.
"Ayah?"
"Diam, Nan. Nanti ayah beritahu."
Inanti hanya diam sepanjang sisa perjalanan. Hujan yang merintik rintik, gelapnya malam membuat bayi dalam pelukan Inanti mulai tertidur.
Setelah sekian lama, akhirnya mobil itu berhenti di sebuah rumah kecil dengan halaman sempit. Tempat itu jauh dari jalan raya, banyak gang yang dilewati untuk sampai di sana. Itu adalah perkampungan di daerah perkotaan.
"Kita di mana, Yah?"
"Bekasi."
"Hah? Bekasi. Kita mau apa ke sana, Yah?"
"Ayo turun."
Sang ayah turun duluan, dia memayungi Inanti seperti sebelumnya. Pria tua itu membuka pintu rumah yang mirip kontrakan dengan kunci yang disimpan di atas pintu.
"Rumah siapa ini, Yah?"
"Rumah bibimu, dia sudah meninggal dan memberikannya pada ayah."
"Bibi yang mana?"
"Sudahlah, jangan banyak tanya. Ayah tidak mau kamu tinggal di sana. Kamu memang bergelimang harta dengan keluarga Praja Diwangsa, tapi hatimu tidak begitu. Rumah ini memang jelek, tapi lebih baik daripada ayah menyerahkan kamu kepada mereka."
Inanti menatap ayahnya tidak percaya.
"Untuk pakaian, di sana ada beberapa pakaian bekas bibi kamu yang masih bagus. Suda ayah pilihkan. Dan untuk peralatan bayi kamu, insyaallah ayah beli besok."
"Sekarang ayah mau ke mana?"
"Ayah kerja, Nan."
"Nanti tidur di mana?"
"Di tempat kerja Ayah. Jangan khawatir, ini uang buat beli makan."
Inanti menerima uang sebesar enam puluh dua ribu. "Besok ayah tambahin lagi."
"Makasih, Yah."
"Hape kamu mana?"
"Ini." Inanti mengeluarkannya dari saku.
Dan tanpa diduga, ayahnya menginjak hape jadul itu. "Ayah, kenapa dihacurkan?"
"Nak, mereka orang kaya. Mungkin akan melacak kita. Ayah tidak mau kamu kembali ke sana, Ayah tau apa yang terjadi."
Inanti menatap ayahnya sendu.
"Ayah berangkat ya. Jaga diri di sini."
"Iya, yah. Hati hati."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Dan saat pintu tertutup, Inanti melihat sekeliling. Sampai ada foto di ruang tamu yang memperlihatkan anggota keluarga dari pihak ayah yang belum pernah Inanti temui.
Ayahnya tidak berbohong, ini rumah bibinya.
🌹🌹🌹
Madelle yang tidak lain adalah Mamanya Alan terlihat gelisah. Membuat Riganta yang ada di sana mengerutkan keningnya. "Kenapa kau tidak duduk saja, Sayang?"
"Alan belum kembali, nomornya tidak aktif. Aku yakin sesuatu terjadi."
"Mama terlalu paranoid," ucap si kembar yang sedang tidur di karpet.
Madelle tidak bisa mengenyampingkan firasatnya. Dia kembali mencoba menelpon Alan, tapi tidak diangkat.
"Mas, apa kau punya nomor dokter di rumah sakit di sana?"
Riganta menyerahkan ponselnya pada Madelle, membiarkan istrinya menelpon di sana.
"Selamat malam, Tuan Riganta. Ada yang bisa saya bantu?"
"Dokter Anie, saya Madelle."
"Ah, Nyonya Madelle. Ada yang bisa saya bantu?"
"Maaf, menantu saya di rawat di sana selama seminggu. Hari ini diizinkan pulang, tapi sampai saat ini belum sampai."
"Saya cek dulu ya, Nyonya."
"Baik, Dok. Atas nama Inanti Faradiya dengan putrinya yang bernama Nadia Praja Diwangsa."
Keheningan melanda sesaat, sampai Madelle mendengar kalimat, "Ibu Inanti sudah keluar dua jam yang lalu, Nyonya."
Dan sebelum telpon terputus, tiba tiba pintu terbuka. Madelle pikir mereka datang, makannya dia segera berucap, "Mereka datang, terima kasih infornya, Dokter."
Namun, saat Alan masuk terburu buru menuju kamar, tidak ada yang mengikutinya dari belakang. "Al, kemana Inanti?"
Alan tidak menjawab, dia mengambil kunci mobil lain.
"Al, Inanti mana?"
"Hilang, Ma."
"A--apa?"
🌹🌹🌹
Tbc.