Berselang dua minggu sejak dia melahirkan, tetapi Anindya harus kehilangan bayinya sesaat setelah bayi itu dilahirkan. Namun, Tuhan selalu mempunyai rencana lain. Masa laktasi yang seharusnya dia berikan untuk menyusui anaknya, dia berikan untuk keponakan kembarnya yang ditinggal pergi oleh ibunya selama-lamanya.
Mulanya, dia memberikan ASI kepada dua keponakannya secara sembunyi-sembunyi supaya mereka tidak kelaparan. Namun, membuat bayi-bayi itu menjadi ketergantungan dengan ASI Anindya yang berujung dia dinikahi oleh ayah dari keponakan kembarnya.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka, apakah Anindya selamanya berstatus menjadi ibu susu untuk si kembar?
Atau malah tercipta cinta dan berakhir menjadi keluarga yang bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Misteri Sup Sus Anti
Demi apapun, Anindya merasa sudah banyak merepotkan kalau seperti ini. Berulang kali tubuhnya dibopong kemana pun ia pergi, bahkan kini pria itu membopongnya lagi menuju lantai 2 untuk membawa dia istirahat di kamarnya.
“Eh, Mas Satya, kamarku ‘kan di sana.” Tunjuknya pada kamar si kembar, sedangkan Arsatya berbelok kiri yang artinya salah jalan karena seharusnya bukan itu kamar yang selama ini Anindya tempati.
Arsatya bungkam, begitu pun Anindya yang langsung diam saat pria itu tidak menjawab dan hanya menatapnya sekilas. “Sudah merepotkan, seharusnya kau diam sajalah Anin,” hatinya merutuk menyalahkan diri sendiri.
Tidak meminta bantuan apapun, Arsatnya bisa menekan engsel pintu kamar itu sendiri dan membawa masuk Anindya ke dalamnya.
“Ini bukan kamarku, tapi kamarnya. Kenapa aku dibawa kesini? Bukannya dia yang melarangku masuk ke ruangan ini?” tutur batin Anindya, tetapi saat ini lebih baik diam saja karena sejujurnya dia takut jika membuat pria itu kesal dan akan menjatuhkan dirinya begitu saja, pasti akan sakit di badan.
Sampai tubuh itu mendarat di atas ranjang bersprei putih, plus wangi dan bersih, Anindya sempat terpukau dengan dekorasi satu-satunya ruangan yang selama ini tidak pernah dia sambangi selama di rumah itu.
Matanya menelisik ke seluruh penjuru ruangan, hanya ada banyak bingkai foto Arsatya dan mendiang istrinya. Hati Anindya terenyuh melihat foto-foto sang kakak yang tersenyum bahagia di setiap potretnya.
“Kenapa ke sini?” barulah Anindya berani bertanya saat tubuhnya sudah mendarat sempurna di atas ranjang yang empuk.
“Sementara di sini dulu, sudah terlanjur,” jawab Arsatya.
“Tapi, si kembar–”
Namun, tatapan mata Arsatya yang menghujam sudah menandakan jika Anindya tidak boleh membantah. Dan, ya, dia harus tahu diri jika meminta pindah kamar, maka akan merepotkan pria itu lagi nantinya.
Sebenarnya bisa saja Anindya berjalan sendiri, tetapi seperti tidak menghargai usaha suaminya yang sudah membawanya sampai di tempat itu setelah melewati puluhan anak tangga.
Anindya mengangguk patuh, seperti anak kucing yang bertemu anjing galak.
“Aku pergi tugas dulu, jangan kemana-mana. Kalau butuh sesuatu telepon saja,” ujar Arsatya.
“Tapi,” balas Anindya.
“Nin,” ucap Arsatya mengacungkan jarinya. Pria itu sungguh kesal pada Anindya yang selalu ingin membantah.
“Tidak. Maksudku, ponselku ada di kamar sebelah. Bagaimana bisa menghubungi orang?” Anindya melanjutkan kalimatnya.
Tidak ada sautan apapun setelahnya, tetapi tidak lama berselang Sus Anti datang setelah mengetuk pintu dan memberikan ponsel milik Anindya.
“Disuruh Tuan, Non,” kata Sus Anti sebelum Anindya bertanya.
“Bagaimana si kembar, Sus? Apa mereka sudah bangun?” pikirannya hanya tentang si kembar.
“Sudah, Non,”
“Bawa saja kemari, sekalian sama popok dan mainannya,” perintah Anindya.
Selagi menyusui si kembar, Anindya ditinggal sendiri, sedangkan Sus Anti yang sejak tadi pergi kini kembali dengan membawakan nampan berisi makanan dan minuman.
“Nona Anin belum makan sejak pagi, makan dulu, ya? Ini."
Agak aneh, biasanya pengasuh itu tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Jangankan untuk mengingatkan makan, memasak saja sudah bukan menjadi tugasnya, tetapi kenapa kali ini?
“Disuruh Tu– Ehm, tugas dari Bi Ani, Non. Katanya suruh nyiapin makan siang untuk Nona,” ujar Sus Anti yang mendapat tatapan heran dari Anindya.
“Silakan dinikmati, Non. Katanya, Nona harus banyak makan mananan yang bergizi seimbang, seperti sup ini contohnya. Sudah lengkap, ada protein hewani dan nabatinya, sayur, kecambah, kentang yang baik untuk nutrisi ibu menyusui. Dading dan sayur-sayuran, serta cukupi kebutuhan air putih juga sebagai booster produksi ASI nona,” ujar Sus Anti yang panjang lebar menjelaskan.
“Eh, Sus sudah seperti konsultan gizi saja,” tanggapan Anindya yang terkekeh seperti sedang mendengarkan konsultan gizi di poli ibu dan anak saat menikmati suap demi suap sup hangat itu.
“Aduh, Maaf, Non. Bukan maksud menggurui, tetapi itu–”
Anindya tidak masalah, hanya saja merasa jika kali ini pengasuh yang biasanya antipati pada pola makan majikannya berubah menjadi sangat peduli dan informatif. Anindya mengangguk-angguk saja mendengar penjelasan setiap khasiat sayur-mayur yang ada di dalam sup itu.
“Oh ya, saya lupa. Jadi, supnya kurang apa, Non?”
“Ehm, sepertinya kurang bumbu penyedap sedikit. Sus tidak suka masak pakai penyedap, ya?” komentar Anindya. Dia tahu benar rasa masakan yang tidak cukup penyedap rasa karena lidahnya begitu mengenal asin.
Namun, Sus Anti malah terlihat gelagapan, “Tadi, saya,”
“Haha, tidak apa. Dasar sayanya saja yang suka sekali masak pakai penyedap tambahan. Tapi, ini tetap enak, kok. Sup iga sapi, hem.“
Tapi, dalam hati Anindya, dia masih bertanya-tanya. “Dipikir-pikir, kenapa Sus Anti jadi too much information soal nutrisi busui, ya? Dan kenapa bukan sup buntut atau sup ayam? Sup iga sapi itu seperti makanan kesukaan….”
...🦋🦋🦋...
Selamat malam, semua. Jangan lupa like, votenya, yaaa.
Nantikan terus episode selanjutnya.
maaf ya thor
gak cmn mewek kak, gemes,kesel pokoknya nano nano